Jumat, 30 Oktober 2020

SEJARAH CANDI LOR SEBAGAI TUGU PENGHORMATAN WANGSA MATARAM

SEJARAH CANDI LOR SEBAGAI TUGU PENGHORMATAN WANGSA MATARAM

Oleh Dr Purwadi M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara - LOKANTARA.

A. Tanda Darma Bakti Pengabdian.

Pembangun candi lor terjadi pada tanggal 10 April 907. Prestasi gemilang Empu Sendok dikenang sepanjang masa. Labuh labet terhadap nusa bangsa berguna bagi sekalian warga.

Kedatangan wangsa Sanjaya Mataram ke Jawa Timur bertujuan untuk melakukan pembinaan di segala bidang. Njajah desa milang kori. Terlebih dulu Empu Sendok tapa kungkum di telaga sarangan. Lantas manjing wana wasa, mahas ing asepi ibg hargo Dumilah gunung lawu. Juga teteki ing Kali Ketangga. Gentur tapane, mateng semedine. Apa kang den cinipta teka, kang sinedya dadi.

Kunjungan Empu Sendok ke wilayah Madiun sambil mengajari pembuatan brem. Berbekal ketrampilan selama mengabdi di daerah Prambanan, Empu Sendok berpengalaman dalam bidang kuliner. Adonan kacang tinah dengan lombok terbentuk sambel pecel. Muncullah kuliner sega pecel khas Madiun. Dengan lalapan kacang lanjaran, kuluban kembang turi, lauk pauk krupuk lempeng yang kemriyuk.

Tiba di wilayah Caruban tahun 905. Empu Sendok sempat membina seni kerakyatan yang mudah murah meriah. Seni rakyat itu bernama dongkrek. Pakai sesaji pala pendhem, pala wija, pala gumandhul, pala kesimpar. Berkembang sampai sekarang sebagai sarana hiburan yang segar.


Lelepah lelepah, pangananku iwak mentah. Bumbune brambang uyah. Sing masak Mbak Kalimah. Dak pangan ing pinggir sawah. Rasane seger sumyah.

Lelagon tersebut populer gecul. Nadanya enak, syairnya kepenak. Mudah dihafal sebagai bentuk guyon maton. Penonton mendengar langsung mesem ngguyu.

Kehadiran Empu Sendok pertama kali berada di desa Ngrajeg Tanjunganom Nganjuk. Tanggal 30 Juni 906 Empu Sendok membangun padepokan seni. Anak muda berbakat dibina. Tampillah penari gambyong yang handal profesional. Dengan diiringi gamelan janggrung, usaha kesenian ini berhasil memuaskan. Padepokan seni Ngrajeg menjadi cikal bakal lahirnya seni beksan langen tayub.

Masyarakat Nganjuk begitu hormat kepada Empu Sendok, anak Dyah Balitung, putra raja Mataram Hindu. Wangsa Mataram bertekad lila legawa kanggo mulyane negara. 

Dengan semangat gotong royong, masyarakat Candirejo Loceret Nganjuk mendirikan bangunan suci. Terbuat dari batu bata. Kanan kiri tanaman subur. Dari kejauhan ngregemeng gunung Wilis gagah merbawani.

Penghormatan atas jasa Empu Sendok berupa monumen anjuk Jaya stamba atau anjuk Ladang. Nganjuk berarti mangan karo ngunjuk. Air mengalir siang malam tiada henti. Sepanjang mata memandang tampak tanah gembur tanaman sempulur. Hati pun jadi terhibur.

Candi Lor menjadi pusat tetirah bagi pembesar Kerajaan kahuripan. Prabu Airlangga nenepi di candi Lor tahun 1062. Harapannya negeri Kahuripan menjadi sejahtera lahir batin. Rakyat hidup ayem tentrem.

Panji Asmarabangun mendapat kasekten pada tahun 1134. Suka tapa kungkum di dam glathik. Juga tapa ngeli sepanjang aliran sungai Widas. Beliau nenuwun di candi Lor tiap tahun saat malem selasa kliwon. 

Ratu Kencana Wungu, penguasa Kerajaan Majapahit pada tahun 1412 mengadakan upacara Sasana nguntara. Pageblug mayangkara lekas reda, setelah Prabu Kencana Wungu sesaji memendam kepala kerbau di candi Lor. Bahkan Kerajaan Majapahit semakin arum kuncara, ngejayeng jagad raya. 

B. Pelestarian Cipta Budaya Bangsa. 

Usaha pelestarian Candi Lor atau Sasana Nguntara dilakukan oleh Kanjeng Sultan Trenggana, raja Demak Bintara pada tahun 1523. Hadir pula Kanjeng Sunan Bonang untuk memberkati. Tumpeng sewu dan tumpeng robyong disediakan. Tak ketinggalan dupa garu rasamala. Kukusing dupa kumelun. Sumundhul ing ngawiyat. 

Tata cara ritual di Candi Lor juga dilakukan oleh Joko Tingkir. Lara lapa tapa brata. Trah pembesar Pengging ini memang biasa dengan unggah ungguhing basa, kasar alusing rasa, jugar genturing tapa. 

Joko Tingkir nate siram jamas ing kali kedung ngaron, perenge Gunung Pandhan. Berkat gembleng tekade, nyawiji pambudi dayane, doa Joko Tingkir terkabul. Dia menjadi pemuda yang Sakti mandraguna, ora tedhas tapak palune pandhe, sisane gerinda tanapi tedhane kikir. Sing lanang ngondhange sektibe, sing wadon ngondhangake baguse. 

Kelak Joko Tingkir berhasil menjadi raja Pajang pada tahun 1546. Bergelar Kanjeng Sultan Hadiwijaya Kamidil Syah Alam Akbar Panetep Pantagama. Turut ngestreni jumenengan Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Pringapus. Kerajaan Pajang yuwana rahayu, nir ing sambikala. 

Pada tanggal 28 Oktober 2020 Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat atau PAKASA cabang Nganjuk mengadakan peringatan sumpah pemuda. Dengan dipimpin oleh KRT Sukoco Madunagoro acara Sumpah Pemuda ini berlangsung produktif dan kreatif. KMT Ida Madusari mencatat dengan teliti. Rekaman lagu Nganjuk Mranani bersama para siswa. Hari itu Candi Lor jadi saksi kegiatan budaya. Supaya lancar, Pengageng PAKASA Nganjuk ini menunjuk asisten dari Grogol Mojorembun Rejoso Nganjuk. Namanya Purwadi. Sekedar untuk bantu bantu bawa buku tulis dan pulpen. 

Siswa SLTA yang ikut peringatan Sumpah Pemuda diberi keterangan sejarah. Kata Bung Karno Jasmerah, jangan sekali kali meninggalkan sejarah. Kok yo mathuk. Semua sepakat. Semua setuju. Playing by learning, bermain sambil belajar. Sinau ilmu iku kelakone kanthi laku. 

Mereka menyanyi bersama. Lagunya sederhana yaitu Nganjuk Mranani, Kali Bening, Kutha Angin, Gunung Wilis, Gunung Pandhan. Keplok ambal ambalan. Pratandha yen atine kalegan. Pelajar SLTA Nganjuk yang segar bugar ini tekun belajar. Sing tekun antuk teken wekasan tekan. Masa depan mereka jelas cerah ceria, bersinar terang benderang. 

Dokumentasi budaya ini lewat rekaman dan penulisan. Berguna untuk memahami owah gingsire jaman. Jroning urip ana urup, jroning urup ana urip kang sejati. Aran rasa jati atau sarira sejati. 

Wit nagasari tumbuh rindang selama 12 abad. Pohon ini ditanam oleh Resi Mayangkara di Pertapan Kendalisada. Pohon nagasari menjadi ramuan obat jaman Prabu Jayabaya di Kerajaan Kediri tahun 1136. Putri Wates, Pare, Mamenang, Ngadiluwih gemar ramuan obat alami. 

 Daun wit nagasari berguna untuk ramuan jamu. Bila diminum badan langsung sehat. Khusus pengantin baru, minum ramuan godhong nagasari akan cepat punya momongan. Ibu ibu yang mau ngunjuk jampi roning nagasari akan selalu awet ayu. Muka berseri seri menawan hati. Meskipun usia menginjak lima puluh tahun, wajahnya tampak cakep cukup seperti umur dua puluh tiga tahun. 

Pohon nagasari yang tumbuh di sekitar lingkungan candi Lor Nganjuk sangat berarti. Pengantin baru dan Ibu ibu sebaiknya ngunjuk jamu. Untuk membuktikan, mari datang ke candi Lor. Ramuan godhong nagasari siap sedia. Kediri tahu takwane, sing dadi rak nyatane.

SEJARAH CANDI NGETOS

SEJARAH CANDI NGETOS

Oleh Dr Purwadi M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara - LOKANTARA.

A. Warisan Kraton Majapahit.

Kerajaan Majapahit terkenal sebagai negara yang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Rakyat berkecukupan sandang pangan papan, makmur lahir batin.

Pembangunan di segala bidang gencar dilakukan. Kejayaan Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Kanjeng Sinuwun Prabu Hayamwuruk sejak tahun 1350. Perdana Menteri dijabat oleh mahapatih Gajah Mada. Demi persatuan dan kesatuan nusantara, Patih Gajah Mada melaksanakan ikrar suci sumoah palapa.

Pujangga Majapahit kenamaan yaitu Empu Prapanca dan Empu Tantular. Atas petunjuk kedua Empu minulya itu, pada tahun 1354 dibangun tempat pemujaan. Sanggar pamujan ini berbentuk sebuah candi. Terbuat dari batu bata berkualitas prima. Candi dibangun segi empat. Puncaknya berhias wajah arca balaupata. Wajah raksasa ini berseri seri, optimis, terang, cerah, indah. Mirip raksasa penjaga Sela matangkep alun Alun kayangan Junggring Salaka.

Candi sakral itu berada di bawah kaki gunung Wilis. Pada jaman awalnya bernama Petri  Pujastuti. Terletak di daerah Ngetos Nganjuk. Masyarakat lantas menyebut Petri Pujastuti sebagai Candi Ngetos. 


Kegiatan spiritual Majapahit kerap dilakukan di kawasan Petri Pujihastuti. Pada tahun 1361 Empu Tantular memimpin pujamantra. Terlebih dahulu Empu Tantular siram jamas di Grojogan Sedudo. Pembacaan kidung Kakawin Sutasoma bertujuan untuk memohon keselamatan bagi sekalian warga Kerajaan Majapahit. Acara doa ini atas dhawuh Sri Baginda Raja. 

Sosialisasi visi misi Kerajaan Majapahit berlangsung di Candi Ngetos pada tahun 1363. Empu Prapanca menjelaskan isi kitab Negara kertagama. Tata praja dan sistem hukum Majapahit diharapkan dapat dimengerti oleh segenap aparat. Birokrasi dianjurkan untuk menjadi pelayan masyarakat. Hadir menyertai Empu Prapanca segenap pembesar Kerajaan. 

Kanjeng Sinuwun Prabu Hayamwuruk manjing ing tepet suci, kondur ing kasedan jati. Pada tahun 1386 raja Majapahit ini mangkat. Rakyat merasa kehilangan pengayom agung. Para pengrawit Istana segera nabuh gangsa Kyai Tawang Rujit. Tanda berduka cita. Lamat Lamat suara gamelan bernada sedih menyayat hati. Di bawah rintik rintik hujan gerimis, rakyat antri layat. 

Atur puji pangastuti. Saat yang bersamaan, Kawula dalem yang berdomisili di desa Kuncir mengadakan ritual pujasastra. Mereka membaca kidung bhagawat gita bagian doa arwah pahlawan. Pembacaan doa ini berlangsung tujuh hari tujuh malam. Mereka berdoa dengan sukarela, demi ngalap berkah pada arwah Prabu Hayamwuruk. 

Kerajaan Majapahit adalah payung besar untuk berteduh. Bagi warga sekitar gunung Wilis, Prabu Hayamwuruk adalah narendra gung binathara, mbahu dhendha nyakrawati, ambeg adil para marta, ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana. 

Sekedar untuk pengetahuan sejarah. Pada tanggal 10 April 907 dibangun Candi Lor. Masuk dalam kecamatan loceret Nganjuk . Pembangunan candi Lor untuk menghormati jasa Empu Sendok. Beliau bangsawan dari kerajaan Mataram Hindu yang membangun candi Prambanan. Sebagai sarana pengajaran kama artha dharma moksa. 

B. Aura Magis Candi Ngetos. 

Perjalanan menuju Candi Ngetos dari Kota Nganjuk ditempuh sekitar 40 menit. Kendaraan melintasi terminal, stasiun, alun alun, stadion, pertigaan loceret, Berbek, Kuncir. Terus berjalan dengan pemandangan elok menawan. 

Hari besar nasional. Siang itu tepat dengan peringatan hari Sumpah Pemuda, hari Rabu tannggal 28 Oktober 2020. Rombongan PAKASA, Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat, cabang Nganjuk mengadakan penelitian budaya. Nguri nguri budaya Jawi murih basuki lestari. 

Pimpinan Pakasa Nganjuk yaitu KRT Sukoco Madunagoro. Beliau didampingi oleh staf yang handal, KMT Ida Madusari. Turut serta sebagai pelaku pupuk bawang, cah Grogol Mojorembun Rejoso Nganjuk. Namanya Purwadi. Tim peneliti Pakasa Nganjuk itu kerap terjun langsung di lapangan, untuk melakukan dokumentasi seni budaya bangsa. 

 Hari itu pula riset dimulai dengan konsultasi kepada ahli ilmu sosial dan sejarah. Beliau adalah Ibu Dra  Emmy Herwiati. Beliau memang lama mengajar tentang seluk beluk kehidupan masa silam. Konsultasi akademis berlangsung di perumnas candirejo blok M Nganjuk. Tempatnya asri teduh. Kanan kiri pepohonan rindang. Angin sumilir bertiup segar. Wejangan Ibu Dra Emmy Herwiati cukup untuk bekal riset di lokasi. 

Suasana konsultasi di perumnas candirejo ibarat sowan di pertapan saptaharga. Resi Abiyasa memberi wedharan ngelmu kasampurnan kepada para cantrik. Tim Pakasa Nganjuk merasa puas ngangsu kawruh pada Ibu Dra Emmy Herwiati Sigra bidhal dhateng perenging arga Wilis. 

Kutha cilik sangisore gunung Wilis, iku pantes dadi pacangkramaning pra turis. Yo kanca ing sedhudho, ing perenging arga. Lelumban lan byur byuran, weh bagase raga. Rampung njajan nginep ing Pesanggrahan 
Wis mesthi kepranan nyawang kaendahan. Ja lali ja keri kutha Nganjuk mranani. 

Begitulah pemandangan alam yang dilukiskan oleh Ki Panut Darmoko. Dalang terkenal ini tinggal di gang sikatan ploso tahun 1930 - 2010. Jasanya dalam pengembangan seni budak amat besar. 

 Kali kuncir gumrojok airnya. Berasal dari aliran grojogan Sedhudho. Banyu bening, sebening doa suci yang diucapkan Empu Tantular dan Empu Prapanca. Tak mengherankan bila banyak penghayat Kejawen kerap nenepi di kawasan Kuncir. 

Hutan jati di sekitar candi ngetos berjajar jajar. Buah jambu mente pating grandhul. Pala gumandhul jambu mete menyebar ke berbagai pelosok pasar. Buah kepel melengkapi kekayaan alam. Warga merasa beruntung tikel matikel. 

KRT Sukoco Madunagoro dan KMT Ida Madusari trampul rikat trengginas. Lokasi candi dipotret dan dicatat. Termasuk kuliner asem asem sempat pula dijelaskan. Untuk menambah stamina, juga mampir di warung imbuh dhewe. Tersedia menu sega thiwul, jangan kluwih, iwak pindhang. Rasanya mak nyus. Nyamleng tenan. Seperti kuliner di kayangan cakra kembang. 

Kabudayan kesenian pancen nyata. Iku dadi pikukuh kapribadening bangsa. Kerawitan pedalangan beksa olahraga. Candi ngetos wis nyata peninggalan kuna. Pembangunan kuncara liyan praja. Rerengganing kutha wis sarwa tumata. Ja lali ja keri kutha Nganjuk nggon seni. 

Promosi wisata candi ngetos cukup berhasil. Dengan ilmu hidup lebih mudah. Dengan agama hidup lebih terarah. Dengan seni hidup lebih indah. Itulah seni Edi peni, budaya adi luhung. 

Lebih lengkap lagi bila wisata kultural ini dengan siram jamas di talaga Roro Kuning. Tempatnya di Bajulan Loceret. Katanya bisa menambah keberuntungan nasib. Bakul jadi laris, perawan cepet temu jodho, janda segera mendapat pengganti. Cita cita gancar lancar. Jumbuh ingkang ginayuh, sembada ingkang sinedya.

Jumat, 09 Oktober 2020

UPACARA MENYAMBUT DATANGNYA BULAN SURA

UPACARA MENYAMBUT DATANGNYA BULAN SURA 


A. Tata Cara Kejawen Demi Keselamatan Lahir Batin. 

Masyarakat Jawa menjadikan bulan Sura sebagai moment yang sakral. Wilujengan mapag bulan Sura dalam rangka memperoleh keselamatan lahir batin. Tiap tahun upacara untuk menghormati bulan sakral ini dilakukan oleh Karaton Surakarta Hadiningrat. Abdi dalem sowan dari berbagai kota. 

Rangkaian kegiatan ritual budaya berlangsung rutin. Di sela sela pahargyan itu, dilaksanakan pula koordinasi organisasi PAKASA atau Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat, yang lahir sejak tahun 1931. Organisasi ini untuk wadah pelestarian budaya. 

Wadah kebudayaan menjadi sarana efektif untuk pembinaan mental spiritual. PAKASA didirikan oleh Kanjeng Sinuwun Paku Buwana X. Abdi dalem PAKASA selalu rajin ndherek tata cara adat. Mereka membuat kegiatan seni budaya di daerah secara mandiri. 

Kegiatan budaya harus didukung. Hari yang bersejarah terjadi pada tanggal 19 Agustus 2020. Wisuda abdi dalem Karaton Surakarta Hadiningrat diikuti oleh warga Jepara, Nganjuk, Kediri dan Ponorogo. Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat atau PAKASA cabang Jepara dipimpin oleh KRT Bambang Hadipuro. Kali ini abdi dalem dari Kabupaten Jepara sebanyak 15 jiwa. Alamatnya di Sukodono Tahunan Jepara, Jawa Tengah 

Semangat pelestarian adat Istiadat masih cukup kuat. Warga Ponorogo dan Kediri begitu semangat. Jumlahnya sekitar 60 jiwa. Adapun sebanyak 13 jiwa warga Nganjuk diwisuda sebagai abdi dalem karaton Surakarta Hadiningrat. Mereka dilantik secara resmi setelah mendapat Serat Kekancingan. 
Pimpinan rombongan warga Nganjuk yang mendapat ganjaran pangkat dan sesebatan yaitu Kanjeng Raden Tumenggung Sukoco Madunagoro. Berasal dari kelurahan Kedondong Bagor Nganjuk Jawa Timur. KRT Sukoco Madunagoro juga ditetapkan sebagai ketua Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat atau PAKASA cabang Nganjuk. Anggota lain yang turut dilantik pula Kanjeng Mas Tumenggung Ida Sri Murtini Madunagoro, KR Suwandi Nototonagoro.

Pembacaan serat Kekancingan dilakukan oleh pengageng Kartipraja, Kanjeng Pangeran Sangkoyo Mangkukusumo. Pengambilan sumpah dengan netepi gawa gawene Karaton ingkang badhe katindakaken. Semua peserta menirukan dengan ucapan nuwun kula dan sendika. Satu persatu wisudawan maju ke depan dengan sikap susila anuraga. 

Serat Kekancingan diserahkan langsung oleh Dra GKR Wandansari Koes Moertiyah M.Pd. Beliau pangageng Sasana Wilapa dan Ketua Lembaga Dewan Adat Karaton Surakarta Hadiningrat. Kedudukan ini setara dengan perdana menteri atau lembaga eksekutif. 

Bulan Sura kali ini sangat istimewa. Sejak pukul 17.00 peserta wisuda sudah berdanda kejawen jangkep. Wisudan kakung berbusana beskap iket blangkon, samir, radya laksana, bebedan jarik sidamukti, sabuk timang, setagen, beralas kaki slop, duwung ketis. Untuk wisudan putri mengenakan busana nyamping, kebaya hitam, sanggulan, nyampingan. Tampak anggun dan agung. Wajah mereka bersinar berseri seri. Sumringah kadi soroting rembulan wanci purnama sidi. 

Wisuda warga Nganjuk kali ini bersamaan dengan peserta dari Kabupaten Kediri, Jepara, Ponorogo. Dari Jepara, warga Ponorogo, Pakasa Kediri. Pertemuan dalam acara wisuda ini sekaligus jadi ajang sambang sambung srawung tulung tinulung. Pada masa depan dapat diselenggarakan program antar PAKASA cabang. Dengan demikian warga PAKASA antar daerah selalu cancut taliwanda, berpartisipasi dalam pelestarian budaya adi luhung. 

Acara wisuda dilakukan pada hari Rabu, 19 Agustus 2020 pukul 18.30 sampai 20.00.


B. Wilujengan Sasi Sura sebagai Sarana Tolak Balak. 

Aktivitas suran digelar di mana mana. Bagi masyarakat Jawa bulan Sura mendapat perlakuan khusus. Acara wisudan di atas berlangsung gancar lancar. Dilanjutkan dengan wilujengan di Masjid Keagungan Dalem Karaton Surakarta Hadiningrat.

 Pendherek Wilujengan sebanyak 700 orang. Mereka utusan dari PAKASA Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Klaten, Wonogiri. Utusan PAKASA Solo Raya ini kerap disebut dengan akronim SUBO SUKO WONO SRATEN. tiap Karaton Surakarta Hadiningrat punya hajad, abdi dalem PAKASA ini senantiasa siap untuk sowan. Siaga ing hati, sawega ing dhiri. 

Tata cara Wilujengan dipimpin oleh KGPH Mangkubumi, putra Sinuwun Paku Buwana XIII. KGPH Mangkubumi adalah Pangeran Pati atau putra Mahkota yang berhak menggantikan tahta. Beliau memberi dhawuh kepada abdi dalem Ngulama, KRT Pujonagoro. Tahlil, Tahmid, takbir, tasbeh berkumandang ngebaki ing ngawang awang. Perpaduan doa cara Jawa Islam menjadi begit harmoni. Jawa digawa, Ara digarap. Inilah bentuk akulturasi kebudayaan, dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. 

Kukusing dupa kumelun, ngeningken tyas sang apekik, kawengku sagung jajahan, nanging sanget angikibi, Sang Resi Kaneka Putra, kang anjok saking wiyati. 

Bau dupa harum semerbak wangi. Asap mengepul ke angkasa. Tanda panuwunan abdi dalem terkabul. Doa yang dipanjatkan terlihat khusuk. Kipas yang mengiringi lafal doa turut membangun suasana yang mistis magis, wingit, ngengreng, merbawani. 

Uba rambe, sesaji, perlengkapan tata cara wilujengan sura dipersiapkan oleh abdi dalem Purwo Kinanthi. Mereka ahli dalam bidang sesaji, sesekaran, pusaka,minyak wangi, dupa, ratus. Abdi dalem gandarasa bekerja di dapur istana. Mirip dengan koki Kraton. Tentu saja tugas mereka berkaitan dengan upacara adat. Nyi Menggung Gandarasa menyediakan suguhan yang edi mirasa. Masakan mereka terasa enak nyamleng. 

Makanan yang ditaruh di atas dampar wilujengan diberi doa. Dibagi rata untuk pendherek. Semua mendapat jatah satu takir. Dimakan dengan begitu lahap. Ada kepercayaan berkat yang didoakan membawa keberuntungan. Maka wadah sisa pun dibawa pulang,sebagai sarana tolak balak. Segala penyakit akan lenyap, semua hama akan sirna. Abdi dalem PAKASA percaya ritual ini sebagai penerapan ngelmu iku kelakone laku. 

Barikan atau dhawuh spiritual dari pengageng Karaton Surakarta Hadiningrat. Selama bulan Sura warga abdi dalem dan penghayat kejawen mendapat nasihat, agar keluarga dan lingkungan hidup ayem tentrem. Karaton Surakarta Hadiningrat menganjurkan untuk ngunjuk legen. Rumah dihiasi manggar janur kuning. Ini sarana agar jauh dari mara bahaya, widada nir ing sambikala. Harap diingat pesan GKR Wandansari kepada seluruh abdi dalem dan warga PAKASA agar, NGUNJUK LEGEN, GRIYA RINENGGA MANGGAR JANUR KUNING. 

tepat pukul 22 tata cara wisudan, wilujengan mahargya wulan Sura berjalan gancar lancar. Abdi dalem karaton Surakarta, Pangageng, sentana, Negari Kesatuan Republik Indonesia dan seisinya ginanjar suka basuki. 

Ditulis oleh Dr Purwadi M.Hum. 31 Agustus 2020. Hp 087864404347

SEJARAH SULTAN AGUNG HANYAKRA KUSUMA

SEJARAH SULTAN AGUNG HANYAKRA KUSUMA.


Dening Dr Purwadi M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara - LOKANTARA. 

A. Narendra Negari Mataram. 

Nlesih sejarah dalem para nata ing Negari Mataram. Sayektos negari Mataram punika sambetipun kraton Pajang, Demak, Majapahit. Trahing kusuma rembesing madu, wijining atapa, tedhaking andana warih.
Nata ingkang jumeneng ing negari Mataram kawiwitan saking Panembahan Senopati tahun 1582 – 1601. Kalajengaken Sinuwun Prabu Hadi Hanyakrawati tahun 1601 – 1613.

 Kraton Mataram salajengipun dipun pandhegani dening Sinuwun Sultan Agung Hanyakra Kusuma. Miyos dinten Jum’at Legi tahun Jimakir 1514 utawi 14 November 1593. Kanthi asma timur Gusti Raden Mas Jatmika utawi Raden Mas Jolang. 


Kanjeng Sultan Agung Hanyakra Kusuma saestu narendra gung binathara, mbahu dhendha nyakrawati, ambeg adil paramarta, ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana. Jumeneng nata wiwit tahun 1613 ngantos 1645.
Nalika ngasta bang-bang pangalum-aluming praja, negara Mataram ngalami jaman kencana rukmi. Kraton Mataram saged winastan negari ingkang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja.

 Kawula dasih ing gunung ngagunung, desa ing ngadesa, kutha ing ngakutha sami ayem tentrem, mirah sandhang pangan papan. Kanjeng Sultan Agung dados punjering pangayoman.
Ing babagan tata praja, Kanjeng Sultan Agung Hanyakra Kusuma kasebat narendra guna ing ngaguna, tan ngundhak gunaning jalma.

 Wiwit tahun 1614 panjenenganipun sang nata sesambetan memitran kaliyan bupati Bang Wetan, Kasultanan Cirebon, Kasultanan Banten, Kasultanan Palembang, Kasultanan Banjar  Kalimantan miwah Kasultanan Deli Serdang. Negari Mataram jeneng anempuh bebasan gedhe obore, padhang jagade dhuwur kukuse, adoh kuncarane, ampuh kawibawane sedaya sami kayungyun dening pepoyaning kautaman.

Pangawikan satataning panembah jati kababar dening Sinuwun Sultan Agung lumantar Serat Sastra Gendhing. Isinipun mratelakaken unggah ungguhing basa, kasar alusing rasa, jugar genturing tapa. Kitab Sastra Gendhing karumpaka tahun 1627, kinarya wulangan wejangan wedharan kangge putra wayah, sentana tuwin nara praja. Ing pangangkah gesang sangsaya terang trawaca miturut angger-anggering kautaman. 

Tembang sinom ing ngandhap punika petikan saking serat Sastra Gendhing.

Lumaraping puspa warsa, sumunar amartani, kababar arum kang ganda, kabengkas ing warsa sari, sakehing srana kengis, sinawung sarkara hayu, yeku ta sanepannya, wimbani sasmita murti, kang tinunggwing momong momor momot driya.

B. Pananggalan Tahun Jawi. 

Jumbuhing pananggalan surya sengkala miwah candra sengkala murih guyubing bebrayan. Kanjeng Sinuwun Sultan Agung netepaken tata cara titi mangsa enggal. Pananggalan surya sengkala adhedhasar tahun Saka. Dene pananggalan candra sengkala adhedhasar tahun Qomariah.

 Kalih-kalihipun lajeng dipun ripta kanthi laras liris. Liripun sedaya warga sami suka rena nyengkuyung kalender Sultan Agungan.

Santosaning negari menawi kasengkuyung dening gancaring wulu pametu. Amila Sinuwun  Sultan Agung ambangun bandaran megah, nami pelabuhan Tanjung Emas. Bandaran ageng winangun ing kutha Semarang. 

Menggah ingkang kajibah mandhegani pelabuhan Tanjung Emas kadhawuhan Tumenggung Bahureksa. Saben wulan Tumenggung Bahureksa atur pelapuran dhumateng Kanjeng Ratu Batang, prameswari dalem Sinuwun Sultan Agung. 

Pelabuhan Tanjung Emas ingkang kabangun tahun 1629 anjalari negari Mataram tambah gemah ripah. Dedagangan gancar lelayaran lancar. Rinten dalu anglur dumelur, awit tan ana sangsayaning margi.

Surud dalem Kanjeng Sinuwun Sultan Agung rikala dinten Jum’at Legi  Tahun Jimakir utawi tahun 1645 Masehi. Sumare ing Pajimatan Luhur para nata Imogiri.

Nata Mataram nomer tiga tahun 1613 – 1645, Sinuwun Sultan Agung sampun amarisi patuladhan tumrap sadhengah warga bangsa. Kasusastran, kabudayan, kasusilan lan kenegaraan jaman Sinuwun Sultan Agung tetep basuki lestari.

Kaserat dening Dr Purwadi M.Hum, 
Ahad Wage, 2 Sapar utawi 20 September 2020. Hp 087864404347

PUJANGGA AGUNG PAMETRI BUDAYA ADI LUHUNG

PUJANGGA AGUNG 
PAMETRI BUDAYA ADI LUHUNG

Dr. Purwadi, M.Hum.

Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara - LOKANTARA. Hp 087864404347

A. Wewarah Becik. 

Kabudayan Jawi sampun lumampah kanthi basuki lestari. Kathah peninggalan sejarah ingkang asung wewarah. Ing pangajab bebrayan Jawi tambah ayem tentrem. Wiwit saking kutha ing ngakutha, dhusun ing ngadhusun, gunung ing ngagunung, sami gadhah gegayuhan luhur. 

Desa mawa cara, negara mawa tata. Paugeran kala wau dipun rungkebi saestu dening tiyang Jawi. Wulangan, wejangan, wedharan, kababar saking tiyang sepuh kanthi nak tumanak, run tumurun. Sedaya warga kagungan pangajab gesang ingkang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja.

Karaton Kahuripan, Jenggala, Daha, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, Paku Alaman sayektos arum kuncara. Kasusastran, kesenian tata praja, panembah jati, saestu ngemu suraos budaya adi luhung. Liripun magepokan kaliyan udhu panemu ngantos dumugi telenging kalbu.

Wondene kagunan edi peni magepokan kaliyan suwasana kaendahan, karawitan, pedhalangan, beksan, kethoprak, wayang wong sumebar ngrembaka ngrenggani tanah Jawa. Amila nami jamak limrah, menawi kabudayan Jawi kasusra ing saindhenging jagad raya.

Rikala tahun 1112 Kanjeng Sinuwun Prabu Airlangga paring dhawuh dhumateng Empu Kanwa. Raja Kahuripan menika ngersakaken rumpakan kakawin Arjuna Wiwaha. Wosing gati yasan Empu Kanwa mratelakaken labuh labet pahlawan agung. Nami Raden Arjuna ingkang ngrampungi damel mbengkas dur angkara murka. Prabu Niwata Kawaca lebur saking lumahing bumi. Cariyos Arjuna Wiwaha kawentar dados lampahan Begawan Ciptowening utawi Mintaraga. 

B. Reriptan Luhur. 

Suluk Sunan Bonang medharaken piwucal luhur Wali Sanga. Rinumpaka tahun 1482 jaman Kasultanan Demak Bintara. Kanjeng Sunan Kalijaga yasa Kidung Rumeksa ing Wengi.


Dhandhanggula

Ana kidung rumeksa ing wengi
teguh ayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
miwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah mring mami
guna duduk pan sirna

Menggahing bebrayan Jawi serat kekidungan, warisan Sunan Kalijaga saged kinarya tulak balak. Suker sakit tartamtu sumingkir. Pangeran Karanggayam paring wejangan arupi Serat Nitisruti. Kagem para nayakaning praja pangembating negari, wulangan kaprajan cocok sanget. Kitab Nitisruti karumpa tahun 1553 nalika Sultan Hadiwijaya jumeneng nata ing negeri Pajang.

Kanjeng Sultan Agung medhar kawruh kebatosan lumantar serat Sastra Gendhing. Babaran satataning panembah jati, sambang sambung srawung tulung tinulung dados gegebenganing tugas Jawi. Kanjeng Sultan Agung ngasta pusaraning adil tahun 1613 – 1645.

Prameswari nata Mataram Kartasura Sinuwun Paku Buwana I, Kanjeng Ratu   Mas Balitar, ngrumpaka serat Ambiya. Kanjeng Ratu Mas Balitar winastan mustikaning putri, tetungguling widodari. Dhasar sulistya ing warna, karengga ing busana, wasis ing samukawis. Katelah Ratu pepundhening tanah Jawi. Hambok bilih lekas ingkang luhur kala wau saged kinarya patuladhan.

Karaton  Surakarta Hadiningrat kagungan pujangga misuwur. Yasadipura nyerat lampahan Dewaruci. Raden Ngabehi Ranggawarsito ngrumpaka serat Pustaka Raja Purwa tahun 1843. Serat Pustaka Raja Purwa dados wacan wigatos ingkang mratelakaken sejarah kabudayan Jawi. Kapustakan kala wau minangka landhesan ombaking kabudayan Jawi ing jaman kawuri.

Sinuwun Paku Buwana IX ngripta serat Warni Warni tahun 1867. Kapitayan, kamanungsan, kasusilan dibabar kanthi gamblang trewaca. Jaman kencana rukmi kaasta dening Sinuwun Paku Buwana X ingkang ngripta Serat Panitibaya. Panjenenganipun sang nata kawentar sinebat narendra gung binathara, ambeg adil paramarta, ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana.  

Memetri Sejarah Kabudayan Jawi kanthi sesanti:
rum kuncaraning bangsa dumunung hing luhuring budaya

SERAT NITISRUTI YASAN PANGERAN KARANGGAYAM PUJANGGA KRATON PAJANG

SERAT NITISRUTI
YASAN PANGERAN KARANGGAYAM
PUJANGGA KRATON PAJANG


Dr. Purwadi, M.Hum; Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA

A. Peguron Tlatah Pengging

Kraton Pajang dipun pandhegani dening Kanjeng Sultan Hadiwijaya wiwit tahun 1546. Asma timur Mas Karebet utawi Jaka Tingkir. Ingkang rama peparab Ki Ageng Kebo Kenanga, murid Syekh Siti Jenar. Ki Ageng Kebo Kenanga ugi katelah Ki Ageng Pengging.

Dene ingkang ibu nama Ratu Raga Warih, putri Bathara Katong Bupati Ponorogo. Ki Ageng Pengging putra Adipati Handayaningrat patutan kaliyan Kanjeng Ratu Pembayun. Putri Sinuwun Prabu Brawijaya V punika saestu wasis ing samukawis. Saged winastan mustikaning putri, tetungguling widodari. Jaman kraton Majapahit manggih kencana rukmi, Kanjeng Ratu Pembayun dados sekar kedhaton ingkang misuwur.

Jaka Tingkir nglintir keprabon Kasultanan Demak Bintara. Prameswari dalem Sultan Pajang kapernah putri Sultan Trenggana, narendra Demak tahun 1523 - 1541. Kinasih Kanjeng Ratu Mas Cepaka. Jaka Tingkir  utawi Sultan Hadiwijaya kawawas saking alur rama lan ibu sayektos trahing kusuma, rembesing madu, wijining atapa, tedhaking andana warih.

Saksurudipun Ki Ageng Pengging, Mas Karebet dipun emong kaliyan Nyi Ageng Tingkir. Amila lajeng sinebat Jaka Tingkir. Mitra sapeguron Ki Ageng Pengging sami cancut taliwanda ndherek nggulawenthah Jaka Tingkir. Kadosta Ki Ageng Sela, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Pringapus, Ki Ageng Karanglo, Ki Ageng Banyubiru. Para murid Syekh Siti Jenar lan Kanjeng Sunan Kalijaga punika kasusra priyagung ingkang kebak  ngelmu sipating kawruh. 

Wejangan para dwija minulya dados sanguning gesang tumrap Jaka Tingkir.
 Rinten dalu Jaka Tingkir mahas ing ngasepi, manjing wana wasa, tumuruning jurang terbis. 

Lelana ing madyaning wana gung liwang liwung, kang gawat kaliwat-liwat, angker kepati-pati. Jaka Tingkir lara lapa tapa brata, megeng napas mbendung swara. Ana ganda tan ingambu, ana rupa tan den dulu.

Nanging cipta sasmita anjalari sedaya panuwun kabul. Apa kang sinedya teka, apa kang pinuji dadi. Jumbuh kang ginayuh. 

Jaka Tingkir kewahyon, kuwat drajat pangkat, semat. Para guru ingkang ndherek nggulawenthah suka ing galih. Jaka Tingkir tumuli anglenggahi dhampar kencana ing Pajang. Dipun sengkuyung dening Kanjeng Ratu Kalinyamat, ambawani Tanah Jawi. 

Perlu kawuningan bilih Kanjeng Ratu Kalinyamat menika putri Sultan Trenggana narendra gung ing kraton Demak Bintara. Rikala tahun 1536 - 1569    mandhegani kadipaten Jepara. 

Rehning ratu 
Kalinyamat punika pangarsa kadipaten ing sugih brewu, mila dados papan pangaupan. Pangeran Karanggayam ingkang ngripta Serat Nitisruti ugi kaparingan redana murih gancaring pakaryan.

Dhandhanggula

Memanising wasita kaesthi. Nitisruti kang sinudarsana.
tinulad ing sapantese.
pinetan kang pikantuk. lan jamaking jaman samangkin. tujuning kemajengan asedya arjayu. yuwananing nuswa jawa. ywa kongsi kalantur lantur kawuri. 
kewraning pangawikan.

Nguri-uri para parameng kawi. 
kawileting ring pangawikan. 
kang mikane  ing kajaten. temah katrem katungkul. 
kanikmatan kawruh ing pati. dadya kadunyanira. kawuri kalantur. awit datan anggrahita. marma mangkya karsaning sarjanadi. binudi mrih widagda.

Widada kadunyan ingupadi. bangkit dadya luhuring darajat. mring kapraptan sakajate. 
nanging aywa kalimput. tilar talu tataning nguni. 
nitisruti tinilar. 
talesing sedyayu. 
supadya tancep ing cipta. aywa oncat careming carita Jawi. mangkono kang wasita.

B. Ambawani Tanah Jawi

Murih jejeging pranatan negari, Pangeran Karanggayam kawisuda minangka pujangga kraton Pajang tahun 1547. Kairing mawi gendhing ketawang Gandamastuti laras pelog pathet nem. Wisudan kapujanggan katingal regeng ngengreng. 

 Pangeran Karanggayam tumuli kapatah ngripta serat Nitisruti. Isinipun babagan pituduh satataning panembah, raos pangraos, kapribaden, bebener, panggautan, pangaupan, tata praja, salaki rabi, bebrayan, sambang, sambung, srawung, tulung tinulung. Tiyang satlatah Pajang sami mangestu amituhu.

Nlesih sejarah pujangga jawi. Pangeran Karanggayam taksih turun darah Kapujanggan Kraton Majapahit. Kang eyang peparab Empu Tantular, pangripta Kitab Sutasoma tahun 1354. Dipun tlesih manginggil lajeng tedhak turun Empu Panuluh pujangga kraton Daha Kediri tahun 1238. Urut jaman kina dugi Empu Kanwa pujangga kraton Kahuripan tahun 1060. Darah kapujanggan nak tumanak run tumurun dumugi Pangeran Karanggayam pujangga kraton Pajang.

Serat Nitisruti ingkang dados kaca benggala sedaya nayaka sentana lan kawula Pajang tahun 1552 dipun tedhak. Saben kadipaten kaparingan gangsal cithakan. Serat Nitisruti minangka sumbering kapustakan Jawi. Para bupati pesisir, bupati Bang Wetan lan bupati Bang Kilen, maos kanthi  titi permati.

 Waosan Serat Nitisruti ing sisih kilen mapan ing tepining bengawan Serayu. Lajeng pindhah ing tlatah Panjer Kebumen. Sakmenika dados kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen. 

Megatruh

Milanipun caraning jaman rumuhun. 
kathah ingkang para mantri. mangsah prang pejah kadulu. 
dene kang mangkono yekti. 
tinulat pakewoh.

Wit wadyanya pindha kuthuk ting caranguk.
tinilaring rena anis.
apuwara tanpa tuju.
lir kali damaring nagri.
muhung tumindak sapakon.

Tanpa budi amardi dayane kalbu.
ing wekasan nguciwani. keh wewulang duk ing dalu. kang samya kawrating tulis. 
amamarah kang kinaot.

Bab ing nistha madya myang katamanipun. 
para mantri lir ing ngarsi. kang manuratan anggayuh. 
apa wandan tau udani. mring kweh ing kintaka kaot.

Mangkya lamun samya kapanudyeng kayun. kaparenga nguningani. 
mitha utamaning idhup. myang wrin purwaning dumadi. 
mrih widada praptaning don.

Kumandhanging Sekar megatruh mawi genderan laras pelog. Lajebg pambiwaraning Serat Nitisruti tebih lan wiyar sanget.

 Saben Slasa Kliwon ing astana Sastrawulan utawi Trowulan Mojokerto wiwit tahun 1562 dipun adani sarasehan. Para pendherek Siti Jenar gadheng renteng kaliyan warga trah Empu Prapanca maos sastra piwulang kagem ngenggar-enggaring penggalih.

Rikala dinten Jumat Legi ing puncaking gunung Tidar ugi dipun sengkuyung oncek-oncek kawruh kina. Tahun 1563 pendherek Syekh Subakir ngaturi rawuh Pangeran Karanggayam saperlu ndhudhah ajaran agami Budha, ingkang wonten sambetipun kaliyan candi Borobudur.

Pepanggihan ing ereng-ereng gunung Lawu kalajengaken ing kali Ketangga dumados tahun 1564. Pangeran Karanggayam ngendika ngelmu pangawikan, sangkan paraning dumadi lan manunggaling kawula Gusti. Babaran ngelmu kasampurnan kalawau, sairip kaliyan wedharan Syekh Siti Jenar ingkang kabesut alus. 

Rembag kasepuhan ugi dipun adani ing puncaking Saptaharga, inggih gunung Murya. Kepareng rawuh guru suci ing tanah Jawi, Kanjeng Sunan Kalijaga, Waliyullah menika mbabar wosing panembah jati. Pangeran Karanggayam pancen siswa kinasih Kanjeng Sunan Kalijaga. Saben tanggal 27 Sura ing puncak Saptaharga utawi Wukiratawu katindakna wulang-wulang kejawen. Kawiwitan tahun 1565.     

Pucung

Mring wong luput den agung aksamanipun. 
manungsa sapraja. 
pancen tyase supadya sih. 
pan mangkana wosing tapa kang sanyata.

Yen amuwus ywa umrus rame kemruwuk.
brabah kabrabeyan. 
lir menco ngoceh ngecuwis. 
menek lali kalimput kehing wicara.

Nora weruh wosing rasa kang winuwus. 
tyase ketambetan. 
tan uninga ulat liring. 
lena weya pamawase ciptamaya. 

Dene lamun tan miraos yen amuwus. 
luwung amendela. 
nanging ingkang semu wingit. 
myang den sumeh ing pasemon kang jatmika.

Yen nengipun alegog legog lir tugu. 
basengut kang ulat. 
pasemon semu anginggit. 
yen winulat nyenyengit tan mulat driya.

Kang kadyeku saenggon enggon kadulu. 
ngregedi paningal. 
norangresepate ati. 
nora patut winor aneng pasamuwan.

Ulat iku nampani rasaning kalbu. 
wahyaning wacana. 
 pareng lan netya kaeksi. 
kang waspada wruh pamoring pasang cipta.

Wit wosipun ngagesang raosing kalbu. 
kumedah sinihan. 
ing sesamaning dumadi. 
mung purwanya sinihan samaning janma.

Nadyan ratu tetep jalma kang satuhu. 
nanging Sri Narendra. 
iku pangiloning bumi. 
enggonira ngimpuni siking manungsa.

Mapan sampun panjenenganipun kang Sinuwun.
sinebut narendra.
ratuning kang tata krami. 
awit dennya amenaki tyasing janma

Kang kawengku sajagad sru kapiluyu. 
kelu angawula. 
labet piniluta ing sih. 
ing wusana penuh aneng pasewakan.

C. Gegulang Dhiri Mesu Budi

Isinipun serat Nitisruti ugi kababar ing Kayangan Dlepih Tirtomoyo Wonogiri tahun 1566. Papan menika wingit sanget. Pangeran Karanggayam kagungan jangka bilih wonten titah pinunjul ingkang pikantuk wahyu keprabon saking tlatah Dlepih Kayangan. Saestu Panembahan Senapati nampi nugraha ing Kayangan Dlepih. Panembahan Senapati jumeneng nata ing Mataram tahun 1582 – 1601. 

Para nata ing Mataram salajengipun nyerat lan nedhak Serat Nitisruti. Ing pangangkah murih rahayu sagung dumadi. Para pujangga agung nedhak lan mulat lekasipun Pangeran Karanggayam. Pujangga Yasadipura tahun 1746 mencaraken kasusastran Jawi adhedhasar warisan Pajang.

Mijil

Ulah budi udaling lelungit. 
sira den waspaos. 
kudu awas waskitha ing tyase. 
wruh semuning panuksma kang remit. 
marmanta rasandi
saduning rumuhun.

Pra linangkung miwah among tani. 
ingkang andhap asor. 
ingesoran sasolah bawane. 
anoraga dening anuruti. 
saosiking janmi. 
sabda wacana rum.

Solah tingkah karem tyas tan yekti. 
satemah salah don. 
tilar tata kramane rinemeh. 
yen mangkono wekasaning wuri. 
tan wus sira keni. 
kinambung ambek dur.

Rerepan tembabg mijil Serat Nitisruti menika kerep ngumandhang ing awang-awang. Umbul Pengging ingkang bening kinclong-kinclong mimbuhi swasana asri anglam-lami. Tanah ingkang subur anjalari para warga gesang makmur. Sedaya rumaos muju, para pangarsa tlatah Pengging pikantuk kanugrahan ageng luhur. Wondene pujangga asung sembur uwur tutur.

Pangeran Karanggayam sampun paring piwulang ingkang wijang terang padhang. Sejarah tanah Jawi kajen keringan ing salumahing bumi. Perlu lestari kanthi nggegulang dhiri mesu budi.

Dr. Purwadi, M.Hum; 01 Oktober 2020
Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta,hp 087864404347

MAS KAESANG PENGAREP BERCITA SEJAUH ALIRAN BENGAWAN SOLO

MAS KAESANG PENGAREP
BERCITA SEJAUH ALIRAN BENGAWAN SOLO


Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum; Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, hp. 087864404347


A. Kemandirian Seorang Anak Bangsa

Mas Kaesang Pengarep lahir di kota Solo pada tanggal 25 Desember 1994. Sehari-hari kehadirannya ibarat satriya piningit yang siap mengabdi kepada nusa bangsa. saiyek saeka kapti, mrantasi karyane negari. Siyang ratri tansah nggegulang dhiri, dengan konsep gemi nastiti ngati-ati.

Kota Solo atau Surakarta Hadiningrat merupakan punjering kabudayan Jawi. Karya cipta wong Solo umumnya mengandung unsur budaya adi luhung, seni edi peni. Budaya adi luhung berhubungan dengan nilai etis filosofis. Seni edi peni berhubungan dengan keindahan estetis. Cocok dengan pandangan Mas Kaesang Pengarep yang mengutamakan tontonan, tuntunan, tatanan.

Cita-cita Mas Kaesang ditempuh dengan mersudi kawruh, ngudi pangawikan. Ilmu iku kelakone kanthi laku. Dengan segenap tekad, Mas Kaesang bersekolah di SD Negeri 16 Mangkubumen Kidul Laweyan Solo. Dari kecil sudah terbentuk lingkungan kerja mandiri. Laweyan dalam sejarah peradaban merupakan sentra industri batik.

Putra pasangan Ir H Joko Widodo dan Hj Iriana ini menghayati nilai kearifan lokal. Taman Sri Wedari, Taman Jurug, Taman Balekambang menawarkan estetika historis. Musium Radya Pustaka memberi pencerahan. Kitab-kitab klasik tersimpan dengan rapi, ilmu pengetahuan digali tiap hari tiada henti. Peneliti, pengajar sibuk belajar. Renungan filosofis pujangga Ranggawarsita bersinar terang.

Wawasan lokal berselaras dengan wawasan global. Untuk itu Mas Kaesang Pengarep melakukan perjalanan intelektual. Midering rat angelangut, lelana njajah negari, mubeng tepining samudra, sumengka angganing wukir, anelasak wana wasa, tumuruning jurang terbis. Mas Kaesang Pengarep belajar di Anglo Chinese School International.

Ibarat kawah candradimuka masa muda digunakan sebagai sarana penggemblengan pribadi. Njembarake kawruh, ngungkal ketrampilan, ngandelake pengalaman. Mas Kaesang Pengarep lantas melanjutkan pendidikan di Singapore University of Social Sciences. Mumpung pandhang rembulane, mumpung jembar kalangane. 

Pendidikan sangat diutamakan oleh keluarga Pak Jokowi. Beliau sendiri kuliah di Fakultas Kehutanan UGM. Sampai mendapat gelar Ir Joko Widodo. Bu Iriana juga belajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Basa ngelmu mupakate lan panemu, pasahe lan tapa, yen satriya tanah Jawi, kuna-kuna kang ginelung tri prakara. Bekal pendidikan inilah yang digunakan sebagai piranti untuk membina bahtera rumah tangga sejak 24 Desember 1986. 

Kacang mangsa ninggala lanjaran. Tabiat Mas Kaesang sudah barang tentu meniru senior. Keteladanan kedua kakaknya cukup memberi makna. Mas Gibran Rakabuming Raka yang lahir tanggal 1 Oktober 1987 memang gemar belajar. Mas Gibran kuliah di negeri seberang, yaitu Management Development Institut of Singapore. Lalu meneruskan di University of Technology Insearch Sydney Australia. 

Sang kakak putri, yaitu Mbak Kahiyang Ayu yang lahir di Solo pada tanggal 20 April 1991. Dia selalu tekun belajar. Menempuh kuliah di Universitas Negeri Sebelas Maret UNS, kemudian mengikuti sekolah bisnis di IPB lulus pada tanggal 25 September 2019. Gelar Master pun disandangnya.  Tentu saja kedua kakaknya memberi suri tauladan buat mas Kaesang Pengarep.

Nama Kaesang Pengarep berarti kemuliaan seorang pemimpin. Kaesang bermakna seorang yang mulia. Pengarep bermakna pemuka, pemimpin atau tokoh. Asma kinarya japa, bahwa Kaesang Pengarep diharapkan akan menjadi pemimpin yang selalu mulia dan bahagia.

Pemuda pemudi di kota Solo mendapat pesan lewat lelagon. Mereka hendaknya berhati-hati saat berkendaraan. Lalu lintas kota Solo pada malam minggu selalu ramai. Mas Kaesang Pengarep terbiasa mendengarkan lelagon yang disiarkan oleh RRI Surakarta. 

Waspada ing Marga

Malem Minggu kutha Sala pancen rame
Abang biru mobil montor sawernane
Pating sliwer kaya padha rebut banter
Ora bener tanpa tandha waton minger

Dha elinga bebaya ing tengah marga
Yen nemahi banjur lara lan sungkawa
Tumrap para pengemudi apa wae
Dha nindakna lalulintas aturane

Gambar gambar rambu rambu wigatekna
Mlebu kutha prayogane den alona
Peraturan lalu lintas saktemene
Mamrihake  keslametan sapa wae

Bersama dengan kawan-kawannya yang sebaya, mas Kaesang Pengarep saling mengingatkan agar selalu mematuhi tata tertib di jalan raya. Peraturan lalulintas wajib dipatuhi. Gambar dan rambu di jalan raya hendaknya diperhatikan oleh setiap pengemudi.

 Tujuannya semua pengendara mendapatkan keselamatan. Kecelakaan di jalan raya banyak disebabkan oleh sikap ceroboh dan sembrono. Padahal itu akan membahayakan orang lain. Perlu hati-hati. Kita perlu memberi contoh tertib lalu lintas. Keselamatan menjadi tanggung jawab kita semua. Caranya dengan lalu lintas yang tertib.

B. Kejernihan Mata Air Umbul  Cokro Pengging

Leluhur mas Kaesang Pengarep berasal dari Gumuk Rejo Giriroto Ngemplak  Boyolali. Di kawasan ini terdapat mata air jernih yang disebut Umbul Pengging. Airnya mengalir teratur untuk pengairan pertanian. Aliran ke arah timur sebagai salah satu mata air bengawan Solo. Gumrojog banyu bening. Tuking gunung Umbul Cokro Pengging. Mili ngetan tumuju Kali Larangan. Kartasura Surakarta. Sakbanjure mili neng Bengawan Gedhe.

Mas Kaesang Pengarep akrab dengan kehidupan leluhurnya. Pak Jokowi mendapat cerita dari orangtuanya tentang kehebatan Umbul Cokro Pengging yang mengalir ke bengawan Solo.

Kalangan orang tua Mas Kaesang Pengarep gemar bercerita tentang sejarah kerajaan Pengging. Wilayah ini dipercaya sebagai asal usul Joko Tingkir yang kelak menjadi raja Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya Kamidil Syah Alam Akbar.  Pada tahun 1547 Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya raja Pajang membangun Umbul Cokro dan Umbul Pengging. Kawasan ini merupakan mata air yang sangat baik. Airnya jernih mengalir sepanjang masa. Berguna untuk pengairan sawah yang subur. Daerah Klaten, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo ini mendapat limpahan air dari Cokro Pengging. Maka sejak dulu daerah ini menjadi lumbung padi.

Air umbul Cokro Pengging mengalir ke arah timur. Bertemu di Kartasura. Aliran disambung di Kali Larangan menuju kota Solo. Dulu aliran sepanjang 20 KM ini dijaga ketat oleh petugas. Kordinatornya KRT Tirtonagoro, pejabat Karaton Surakarta Hadiningrat yang mengurus irigasi. 
Kebersihan kali Larangan terjaga betul. Orang bisa langsung minum di kali. Malah minum di kali larangan dipercaya sebagai obat. Mencari jodoh dan ingin punya anak pun, orang mau minum langsung di Kali Larangan.

Kali Larangan yang legendaris ini airnya bertumpah di bengawan Solo. Dikatakan kali Larangan berarti kemewahan. Larang dalam bahasa Jawa berarti mahal, mewah, elit, lux, bagus, hebat, istimewa. Betapa tidak. Mewahnya kali larangan, terbukti dipelihara, dirawat, dan digunakan untuk keperluan Karaton Surakarta Hadiningrat dan pura Mangkunegaran. Maka tiap 500 M dijaga dan diawasi. Mirip dengan merawat tirta perwita sari dalam lakon Dewaruci.

Penghayat Kejawen suka cerita sejarah. Ayah Pak Jokowi bernama Widjiatno Notomiharjo. Beliau memberi wejangan tentang lingkungan di sekitar Solo raya. Beliau mendengarkan kisah kerajaan Mataram sebagai sumber teladan yang utama. Panembahan Senapati raja Mataram tapa kungkum di Umbul Pasiraman Pengging tahun 1586. Hulu bengawan Solo sungguh mengagumkan.

 Di sekitar umbul cokro Pengging ini hidup tokoh besar dalam sejarah Jawa. Sebut saja Sri Makurung Handayaningrat, Ki Ageng Pengging, Joko Tingkir, Syekh Siti Jenar, Ratu Pembayun, Kyai Yasadipura, Tumenggung Padmanagara dan Ranggawarsita. Semua raja Mataram menjalankan laku ritual siram jamas di Umbul Cokro Pengging. Tempat ini pusat sarjana dan bangsawan utama.
Sumber mata air yang tak kalah pentingnya adalah Kaliworo Kemalang Klaten di kaki Gunung Merapi.

 Airnya menampung dari daerah Kemalang, Manisrenggo, Karangnongko, Prambanan, Gantiwarno. Berubah aliran menjadi sungai Dengkeng. Mengalir sepanjang kaki bukit gunung ijo, ke arah timur. Meliputi daerah Wedhi, Bayat, cawas, Juwiring, Karangdowo dan bergabung di Sukoharjo dengan bengawan Solo. Kanan kiri aliran ini banyak insan yang suwita kepada Karaton Surakarta Hadiningrat sebagai abdi dalem.
Pendidikan cipta rasa karsa dikembangkan oleh Sinuwun Amangkurat Tegal Arum tahun 1652.

 Cerita sejarah banyak diperagakan melalui kethoprak. Keluarga Mas Kaesang gemar seni kethoprak yang pakem. Sejak dulu sampai sekarang peradaban tumbuh subur di daerah ini. Kuliner, batik, gerabah, gamelan, industri, kerajinan bisa tampil di tingkat dunia. Bangsa manca banyak yang belajar beragam ketrampilan. Kesenian pedalangan, kerawitan, kesusasteraan, gendhing, tari berkembang pesat. Gambaran tentang kebajikan dan keindahan mudah ditemukan. Jagad gumelar dan jagad gumulung berjalan dengan baik.

Mereka bisa menunjukkan keagungan dan keanggunan. Inilah konsep seni edi peni budaya adi luhung. 
Ibu Pak Jokowi yang bernama Bu Sudjiatmi Notomiharjo turut serta memberi wejangan kepada mas Gibran Rakabuming Raka, mbak Kahiyang Ayu dan mas Kaesang Pengarep. Bersama cucu-cucunya beliau menerangkan tentang kebersihan lingkungan hidup. Kebersihan alian sungai perlu dijaga bersama. 

Pitutur orang tua diperhatikan benar oleh Mas Kaesang Pengarep. Tirta perwira sari merupakan banyu panguripan kang ngemu surasa kawruh sejati. 

Kitab Dewauci yang diciptakan Pujangga Kyai Yasadipura tahun 1743 ini memuat ngelmu kasampurnan. Sebagaimana jernihnya Umbul Cakra Pengging. Sumber mata air lainnya juga memuat nilai sakral Kejawen. Perjalanan sejarah menyertai aliran Bengawan Solo dari hulu hingga hilir. 
Kini sumber air sakral berasal Gunung Sewu. 

Mata air yang mengalir ke bengawan Solo berasal dari sumber kahyangan Dlepih Tirtomoyo Wonogiri. Tempat ini menjadi pesanggrahan Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul. Maka kerap dijadikan untuk lelaku. Orang percaya bahwa doa di sini akan terkabul. Calon Lurah, Bupati, Gubernur dan Presiden melakukan ritual di kahyangan Dlepih. Orang Jawa merasa lebih mantab menggunakan cara nenuwun.
Air di pegunungan sewu punya khasiat prima. Semua wanita yang terkena percikan banyu gunung sewu, pasti mukanya berseri dan bersinar. 

Keluarga leluhur Mas Kaesang yang berasal dari Karanganyar mengenal asal usul sumber. Mata air bengawan Solo ini terlebih dulu melewati kali Keduwang. Sinuwun Paku Buwono lX raja Surakarta tahun 1861 sampai 1893 sering tapa ngeli di kali keduwang. Kali keduwang menjadi sarana angkutan kayu jati dari Alas Donoloyo. Kayu jati Donoloyo ini bahan utama bangunan Karaton Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran.

 Pangeran Sambernyawa atau Sri Mangkunegara I tahun 1758 melekukan tapa kungkum di Kali Keduwang Wonogiri. 
Kayu hayu hayat lambang urip urup. Cara menebang kayu jati Alas Donoloyo menggunakan sesaji dan ritual khusus.

 Sesaji dari Kraton Surakarta Hadiningrat dipersiapkan oleh abdi dalem Purwo kinanthi. Lantas diselenggarakan wilujengan yang dipimpin ulama Kraton. Semua peserta harus berbusana kejawen jangkep. Nyamping, beskap, blangkon, samir, keris, sabuk wala, sabuk timang untuk pria. Sanggulan, kebaya hitam dan nyampingan untuk putri. Khusus abdi dalem Purwo kinanthi berbusana kemben. Wilujengan selesai lalu kayu jati boleh ditebang. Dilakukan dengan hati hati. Jangan sampai sembrono. Bisa kuwalat. Ini pekerjaan yang diawasi oleh para leluhur.
Penebangan kayu jati selesai. 

Ada ritual baku. Sebelum diangkut lewat kali keduwang, harus tayuban. Tayub, ditata supaya guyub. Ledhek terpilih diundang untuk unjuk kebolehan. Mereka ledhek terpilih yang terampil nembang dan njoged. Hadirin mendapat kesempatan ngibing. Lagunya diawali dengan gendhing talu. Ayak srepeg sampak laras slendro pathet manyura berkumandang. Dilanjutkan dengan lagu ganda mastuti. Ketua panitia membawa sapu dan obor. 

Pengiring membawa sesaji makanan sambil berjoged. Diiringi gendhing kalaganjur. Satu per satu hadirin mendapat sampur kehormatan. Suasana regeng seneng nggayeng.
Kayu kentir atau hanyut di kali keduwang. Terus bersambung ke bengawan Solo. Tiba di Langenharjo Sukoharjo. Abdi dalem siap menjemput. Kayu diambil dan ditumpuk di Pelataran pesanggrahan Langenharjo yang megah indah dan mewah.

Kota Solo kaya dengan ragam seni. Diselenggarakan riual kesenian dengan nanggap wayang. Lakonnya Babad Wonomarto. Dalang, wiyaga dan waranggana diberi atribut mastis, yakni sumping gajah oling. Atribut ini berfungsi untuk menolak balak dan gangguan makhluk halus yang tidak kasat mripat. Pagelaran wayang kulit semalam suntuk ini berlangsung meriah. Baru kayu diangkut dengan gerobak. Kusir gerobak didampingi tukang gerong yang pintar ura ura dan rengeng rengeng.

Kakek pak Jokowi bernama Wirorejo, neneknya bernama Sani. Warga Gumukrejo Giriroto Ngemplak Boyolali ini menempati kawasan yang subur. Di samping itu juga kaya tentang benda purbakala serta peninggalan sejarah. Dari pengalaman inilah lantas terdapat tradisi tutur tentang keutamaan masa lampau yang terserap oleh mas Kaesang Pengarep. 

Bengawan Solo memiliki ritual yang menarik. Pada tahun 1839 Adipati Yudodiningrat, bupati Ngawi melakukan ritual tapa Ngeli di aliran Bengawan Solo. Beliau ndherek Sinuwun Surakarta. Karena berkaitan dengan eksistensi pusat kekuasaan Jawa. Raja Paku Buwono, berarti penguat dan pengikat jagad raya.

 Keberadaan air bengawan Solo juga dipasok dari Grojogan sewu bawah gunung Lawu. Air ini selalu digunakan untuk sesuci oleh Sinuwun Prabu Brawijaya, raja Majapahit kang sekti mandraguna,wicaksana alus ing budi. Mas Kaesang Pengarep mendapat keteladanan sejarah. 

Bengawan Solo, riwayatmu kini. Sedari dulu jadi perhatian insani. Musim kemarau tak seberapa airmu. Di musim hujan air meluap sampai jauh. Mata airmu dari Solo. Terkurung gunung seribu. Air meluap sampai jauh. Dan akhirnya ke laut. Itu perahu riwayatnya dulu. Kaum pedagang selalu. Naik itu perahu.

Penghargaan pada seni tergolong tinggi. Mas Kaesang sendiri aktif dalam kesenian. Maka seniman senior dihargai sekali. Komponis Gesang dengan tepat menggambarkan keadaan bengawan Solo. Lagu langgam keroncong ini telah mendunia. Di negeri Jepang, Korea, taiwan lagu ciptaan Gesang amat populer sejak pertengahan abad 20. Liriknya sederhana, tapi maknanya mengena. Karya asli anak bangsa yang menghadirkan rasa hormat dan bangga. Bisa digunakan sebagai kaca benggala buat generasi muda. Agar mau berusaha, bekerja dan berkarya.

Jasa para pendahulu harus dihormati, sebaimana ajaran leluhur Mas Kaesang. Misalnya Adipati Puwodiprojo Bupati Ngawi tahun 1887 sampai 1902 selalu menjalankan tapa kungkum. Tepi Bengawan Solo dijaga kebersihan. Jumlah air yang ditampung bengawan Solo berasal dari berbagai Kabupaten. Sukoharjo, Boyolali, Surakarta, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten atau SUBOSUKO WONOSRATEN.

 Mas Kaesang akrab dengan lingkungan alam. LDi luar Solo raya menampung air dari Kabupaten Grobogan dan Blora. Lantas sebagian karesidenan Madiun, Ngawi, Ponorogo, Magetan. Masuk wilayah Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik dan Surabaya. Terakhir bengawan Solo bermuara ke selat Madura.

Sebelah kiri aliran bengawan Solo terdapat jajaran pegunungan Kendheng. Gunung ini kaya dengan tambang semen, kayu jati, minyak tanah, padi gogo dan burung perkutut. Serat Centhini karya Sinuwun Paku Buwono V raja Surakarta tahun 1820 sampai 1823. Kitab Jawa klasik membahas dengan rinci kekayaan gunung Kendheng. Sebelah kanan aliran bengawan Solo adalah jajaran pegunungan Renteng.

Lelagon gendhing menjadi sarana pembelajaran. Ada lagu anak anak yang bersuasana gembira terkenal pada tahun 1950. Cepu Bojonegoro, lor Rembang kidul Blora. Mengetan Tuban. Babad lan Lamongan, Gresik Surabaya. Lagu ini menggambarkan geografi lokal. Cocok sebagai bahan ajar untuk siswa SD. Cocok untuk pengenalan lingkungan dan geografi. Sewaktu menempuh pendidikan dasar, Mas Kaesang belajar tembang. 

Penyajian bahan ajar cocok dengan jiwa anak yang memerlukan nuansa estetis. Learning by playing, belajar sambil bermain. Konsep makarya sinambi ura ura. Ternyata bengawan Solo menjadi penyangga kehidupan, kekayaan, kebudayaan dan kebajikan. Inilah ganjaran dari Tuhan. Semoga membuahkan kebahagian bagi sekalian umat manusia. Tanah Jawa mulya ngejayeng jagad raya. 

Mikul dhuwur mendhem jero, berarti memuliakan nenek moyang. Dari jalur kakek yang lain, yakni pak Lamidi Notomiharjo dulu pernah menjabat sebagai Lurah Kragan Karanganyar. Sebagai tokoh masyarakat tentulah kakek pak Jokowi ini mengenal dekat lingkungan gunung Lawu, gunung Sewu, gunung Merapi, gunung Merbabu, gunung Kendheng. Cerita tentang geografi alam ini dipehatikan oleh mas Kesang Pengarep sebagai renungan untuk memahami butir-butir kearifan lokal, yang mengandung pitutur kautaman.

Kamis, 08 Oktober 2020

MBAK KAHIYANG AYU BOBBY NASUTION DALAM SEJARAH WANITA JAWA

MBAK KAHIYANG AYU BOBBY NASUTION 
DALAM SEJARAH WANITA JAWA

Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum; Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, hp. 087864404347

A. Keteladanan Wanita sebagai Pendukung Karir Suami 

Keberhasilan suami ditentukan oleh dukungan penuh dari istri. Wanita dalam akronim jarwa dosok berarti wani mranata wani ditata. Tata tapak telapak, bahwasanya surga itu berada di bawah telapak kaki seorang wanita. Maka ada istilah ngestu pada yang bermakna sungkem atau berbakti pada guru laki. Sebagai pendamping Mas Bobby Nasution, tentulah Mbak Kahiyang Ayu memiliki referensi tokoh historis wanita yang begitu cemerlang.

Kesadaran sejarah diajarkan oleh bapak Ir H Joko Widodo dan Ibu Iriana kepada mbak Kahiyang Ayu sedangkan bapak Erwin Nasution dan ibu Ade Hanifah Siregar mengajari mas Bobby Nasution tentang nilai luhur adat istiadat warisan nenek moyang. Jasmerah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Wasiat penting ini diresapi benar oleh mbak Kahiyang Ayu dan mas Bobby Nasution, sebagai bekal untuk menyongsong masa depan yang gemilang.

Dalam sejarah peradaban Jawa sesungguhnya wanita selalu bermain dalam tempat yang manis dan strategis. Ambil contoh Ratu Sima Jayawisnu Murti yang menjadi raja di kraton Kalingga tahun 756 – 783. Kanjeng Ratu Sima memerintah Kerajaan Kalingga dengan adil adalah seorang wanita yaitu Dewi Sima. Ratu Sima merupakan raja kraton Kalingga yang selalu menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keadilan. Ratu Sima memang hambeg adil paramarta. 

Kanjeng Ratu Sima Jayawisnu Murti menikah dengan Pangeran keturunan Wangsa Sanjaya. Yakni Sri Maha Prabu Rakai Panangkaran yang menjadi raja Mataram Kedu tahun 760 – 780. Selama memegang pemerintahan kedua beliau  dapat berlaku adil kepada siapa saja, tanpa pandang bulu. Kerajaan Kalingga terletak di daerah Keling Jepara. Secara geografis daerah ini termasuk kawasan pesisir. Keling adalah keluarga sing eling. 

Keutamaan, keteladanan Kanjeng Ratu Sima Jayawisnu Murti sebagai pendamping Sri Maha Prabu Rakai Panangkaran cukup menjadi inspirasi bagi Mbak Kahiyang Ayu Bobby Nasution. Putri dalam bahasa Jawa mengandung makna mruput katri, yaitu gemi nastiti ngati-ati. 

Raja Kalingga menjadi teladan bagi sekalian perjuangan gerakan kaum wanita. Peranan wanita sangat penting kedu-dukannya dalam masyarakat. Sejarah telah membuktikan arti penting kedudukan wanita baik dalam keluarga, masyarakat, maupun negara. Di bawah ini disebutkan tokoh-tokoh wanita yang mendukung adanya eksistensi dan legitimasi kekuasaan. Di dalam negara wanita mempunyai kedudukan sederajat dengan pria. Pada hakekatnya kaum wanita mempunyai hak yang sama dengan kaum pria dalam ikut serta melaksanakan tugas-tugas negara.

Kerajaan Kalingga memang dipimpin oleh raja wanita yang mendapat julukan sebagai narendra gung binathara, mbau denda nyakrawati, ambeg adil paramarta, memayu hayuning bawana. Di dalam masa pemerintahannya negara mengalami kemakmuran dan kebesaran atau dengan kata lain mengalami jaman keemasan. Pencuri dan penjahat dihukum mati atau dihukum berat, karena itu masyarakat merasa tenteram tidak ada gangguan suatu apapun. Rakyat dan aparat benar-benar manunggal. 

Tokoh legendaris dalam peradaban sejarah wanita Jawa ditunjukkan oleh Dewi Sekartaji Galuh Condrokirono. Kraton Jenggala pernah diperintah oleh dewi Sekartaji Galuh Condrokirono pada tahun 1234 – 1261. Kerajaan yang beribukota di tepi Kalimas Sidoarjo ini mengalami masa keemasan. Boleh dikatakan keraton Jenggala sebagai negeri kang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem, karta raharja. 

Kecakapan Sri Maharatni Sekartaji Galuh Condrokirono ini membuat kasmaran Panji Asmara Bangun. Raja dari Daha ini lantas menikah yang menyatukan kerajaan Kahuripan warisan Prabu Airlangga. Dengan pernikahan Dewi Sekartaji  Galuh Condrokirono dengan Panji Asmara Bangun dapat diibaratkan sebagai kumpule balung pisah. Barangkali pernikahan Mbak Kahiyang Ayu dengan Mas Bobby Nasution juga memperkuat nilai kebangsaan yang menambah persatuan dan kesatuan bumi nusantara.

Kerajaan nasional yang tampil di nusantara pernah diperankan oleh Majapahit. Di dalam pemerintahan Majapahit tercatat adanya beberapa wanita yang menduduki jabatan tertinggi yaitu raja Tribuwana Tungga Dewi Jayawisnuwardhani sebagai raja puteri yang sangat terkenal karena memerintah dengan baik dan merintis kebesaran kerajaan Majapahit. Raja Tribuwana Tungga Dewi Jayawisnuwardhani memerintah kerajaan Majapahit tahun 1308 – 1350.

Pak Jokowi gemar mempelajari keberhasilan peradaban silam. Kepada putra putrinya Pak Jokowi memberi wejangan kepada mbak Kahiyang  Ayu untuk mengambil suri teladan pada tokoh-tokoh sejarah. Misalnya Prabu Hayamwuruk dan Patih Gadjah Mada yang sukses dengan Sumpah Palapa. 

Masa keemasan Majapahit terus berlanjut dengan cukup mengagumkan. Di samping itu ada lagi raja puteri yaitu Dewi Suhita. Beliau memerintah Majapahit tahun 1386 – 1402. Sri Maharatu Dewi Suhita menjalin hubungan diplomasi dengan para penguasa di kawasan Asia Timur, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Barat, Timur Tengah dan benua Afrika. Selama menjalankan hubungan diplmasi Ratu Suhita berpegang teguh pada ajaran Empu Prapanca yang menulis undang-undang Majapahit dalam kitab Negarakertagama. 

Ratu Kencono Wungu memerintah kerajaan Majapahit tahun 1402 – 1404. Selama menjabat pimpinan Majapahit ratu Kencana Wungu didampingi oleh Raden Damarwulan, putra Patih Maudara. Ratu Kencono Wungu banyak mempelajari wejangan Empu Tantular yang menulis kitab Sutasoma. Hak dan kewajiban warga negara diterapkan dalam struktur birokrasi pemerintahan. Keberagaman Majapahit dijunjung tinggi, sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. 

Pesan Pak Jokowi pada mbak  Kahiyang Ayu agar selalu toleransi atas keberagaman. Keakraban warga bangsa di nusantara semakin selaras serasi dan seimbang setelah pernikahan Mbak Kahiyang Ayu dengan Mas Bobby Nasution. Kedua insan ini benar-benar menerapkan semboyan bhinneka Tungal Ika, sebagaimana dianjurkan oleh pujangga Empu tantular. 

Pada jaman kerajaan Demak Bintara tampil seorang putri yang berbakat hebat namanya Kanjeng Ratu Kalinyamat. Beliau putri Sultan Trenggana Raja Demak Bintara. Kecakapannya teruji selama menjadi bupati Jepara tahun 1536 – 1559. Bupati pertama Kadipaten Jepara adalah Retna Kencana atau Nimas Ratu Kalinyamat. 

Ratu Kalinyamat menikah dengan Datuk Thoyib atau Datuk Pangeran Tengku Thoyib. Sultan Trenggana memberi gelar Tengku Thoyib dengan sebutan Pangeran Hadlirin. Pernikahan putri Jepara dengan bangsawan Samudra Pasai ini, secara hakiki sama dengan pernikahan Mbak Kahiyang Ayu dengan Mas Bobby Nasution. Sebuah tali pernikahan yang berbuah kejayaan kolektif, yaitu suasana gotong royong, guyub rukun, ayem tentrem.

Keluarga Pak Jokowi dan Bu Iriana sudah terbiasa berdiskusi tentang adat istiadat yang berkembang dalam masyarakat Jawa. Bersama dengan mas Gibran Rakabuming Raka, mbak Kahiyang Ayu dan mas Kaesang Pengarep berusaha untuk mengambil suri teladan dari para leluhur. Tujuannya untuk memperoleh pemahaman atas kearifan sejarah masa lampau. 


B. Pengabdian Permaisuri Raja Mataram

Kerajaan Mataram didirikan oleh Panembahan Senapati pada tahun 1582. Beliau memiliki permaisuri yang tanggung, wutuh, sepuh, ampuh. Namanya Kanjeng Ratu Waskita Jawi, putri Bupati Pati Ki Ageng Penjawi. Kotagedhe sebagai pusat pemerintahan Mataram dibangun oleh Kanjeng Ratu Waskita Jawi. Beliau istri raja yang kaya raya karena memiliki bisnis kayu jati, semen, mebel, beras pari gogo, burung perkutut dan minyak tanah.

Kanjeng Ratu Banuwati permaisuri Sinuwun Prabu Hadi Hanyakrawati, raja Mataram tahun 1601 – 1613. Beliau putri Pangeran Benawa, cucu raja Pajang Sultan Hadiwijaya Kamidil  Syah Alam Akbar. Ketika memimpin darmawanita kraton Mataram Kanjeng Ratu Banuwati menggunakan referensi serat Nitisruti  karya Pangeran Karanggayam. Pujangga Pajang ini terkenal sebagai pemikir bidang kefilsafatan. 

Kraton Mataram selanjutnya dipimpin oleh Sultan Agung tahun 1613 – 1645. Pendampingnya yaitu Kanjeng Ratu Batang. Keunggulannya yakni membina masyarakat dengan kearifan lokal Sastragendhing. Atas gagasan Ratu Batang melakukan reformasi kalender, yang memadukan sistem penanggalan tahun samsiah dan tahun komariyah. Kanjeng Ratu  Batang menjadi tokoh tegaknya akulturasi kebudayaan. 

Kanjeng Ratu Wetan dan Kanjeng Ratu Kulon  adalah permaisuri Sri Susuhunan Amangkurat Agung yang memerintah Mataram tahun 1645 – 1677. Kanjeng Ratu Wetan mendapat tugas untuk mengelola pelabuhan Tanjung Emas Semarang, kawasan bisnis Pantura dan area wisata wilayah Banyumas. Sedangkan Kanjeng Ratu Kulon bertugas mengelola pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, koordinator Kadipaten Bang Wetan, dan pabrik garam Kalianget Madura. Selama mendampingi Sri Susuhunan Amangkurat Agung, peran wanita Mataram sungguh terhormat dan bermartabat.

Ketika ibukota Mataram beralih ke Kartasura, kerajaan Mataram mengalami kejayaan yang berkilauan. Sinuwun Paku Buwana I yang memerintah Mataram tahun 1708 – 1719 bekerja dengan melibatkan segala elemen masyarakat. Keunggulan sang raja ini diperkuat oleh peran sang permaisuri, Kanjeng Ratu Mas Balitar. Beliau putri Pangeran Rangga Juminah bupati Madiun. 

Kanjeng Ratu Mas Balitar pernah belajar kesusasteraan kepada pujangga Samudra Pasai yang bernama Nuruddin Arraniri. Kitab Bustanu Salatin disadur dalam bahasa Jawa. pada masa pemerintahan di Kartasura ini terbitlah serat Ambiya, serat Menak dan serat Iskandar Zulkarnaen. Kerajaan Mataram menerapkan sistem wajib belajar bagi sekalian warga. Permaisuri raja Mataram mengirimkan pemuda pemudi untuk belajar sastra budaya di negeri Turki dan Mesir.

Kegiatan Istri Raja Mataram selalu menonjol dalam berbagai lapangan sosial. Kanjeng ratu Kencono adalah permaisuri Sinuwun Paku Buwana II. Beliau adalah putri Pangeran Purbaya bupati Lamongan. Istri raja ini memiliki bisnis perkapalan, pelayaran, dan perikanan di Tuban. Sukses bisnis ratu Kencono digunakan untuk membiaya kegiatan sosial kerajaan sampai relung-relung pedesaan.

Konsep kewanitaan banyak ditulis dalam kitab Jawa klasik. Misalnya serat Condrorini, serat Centhini, dan serat Piwulang Estri. Sebagai wanita kelahiran kota Surakarta tentulah mbak Kahiyang Ayu sangat akrab dengan butir-butir luhur warisan para pujangga agung. Kandungan nilai spiritual yang berkaitan dengan ajaran agama Islam tersebut dalam tembang kinanthi Serat Centhini.

Kinanthi

Yen sira winengku kakung, 
ywa tilar lanjaran nguni, 
tetuladan kuna-kuna, 
kadising Rasullulahi, 
kang amrih utamaning dyah, 
antuka sawarga adi.

Kang kekal salaminipun, 
langgeng boya owah gingsir, 
budinen nganti sampurna, 
Anyingkirana saliring, 
kang wus ingaranan cacad, 
tanduk tindaking pawestri. 

Terjemahan:
Jika kamu telah bersuami, 
janganlah kamu tinggalkan 
alur ajaran-ajaran lama. 
Teladan yang terdapat dalam Hadis 
hanya demi keutamaan wanita, 
agar dapatlah mencapai surga yang abadi, 

Tak berbeda selama-lamanya, 
abadi tanpa berganti-ganti. 
Usahakanlah itu hingga tercapai. 
Jauhkanlah dirimu dari segalanya 
yang dipandang tercela 
bagi tingkah laku kaum wanita.

Mbak Kahiyang Ayu terlalu akrab dengan lantunan tembang-tembang Jawa yang mengandung pembinaan tentang budi pekerti luhur. Ajaran tersebut menghendaki agar para wanita senantiasa menjunjung tinggi teladan sebagaimana yang telah dianjurkan oleh agama melalui hadis Nabi Muhammad. Khasanah sastra Jawa yang akan diangkat dalam pembahasan ini adalah sastra piwulang yaitu Serat Centhini yang ditinjau dari aspek moralnya. Berkaitan dengan nilai kemasyarakatan, Serat Centhini dalam tembang kinanthi menguraikan sebagai berikut:

Kinanthi 
Tan kurang tuladan luhung, 
anggon-anggoning pawestri. 
Janji temen linampahan, 
ingkang wus kasebut tulis, 
tanggung kang padha iyasa, 
yen nganti tumekeng nisthip.

Nanging kudu wruh panuju, 
watek kabeneran Nini, 
ywa nganggo bener kewala. 
Iku angeling dumadi, 
empan papan duga-duga, 
tangi turu away lali.

Terjemahan:

Beragam suri teladan yang utama, 
yang pantas menjadi pedoman para wanita. 
Asal benar-benar dipatuhi, 
segala yang tertulis 
dalam ajaran para penciptanya, 
tidaklah mungkin akan menemui cela.

Akan tetapi harus mengerti tujuanmu, 
Pantaslah berpegang pada kebenaran, 
tetapi jangan ingin benar sendiri. 
Memang sulit hidup ini. 
Harus tahu keadaan masyarakat, 
harus ingat akan waktu,  
itulah yang harus diperhatikan.

Wanita memang dianjurkan untuk berpartisipasi dalam mewujudkan tertib sosial sehingga perjalanan masyarakat tanpa gangguan dan hambatan. Para pujangga Jawa menyelipkan ajaran kemasyarakatan ini dalam karya-karyanya. Tembang kinanthi kerap dipelajari oleh Mbak Kahiyang Ayu saat belajar di bangku SD, SMP, SMA sebagai muatan lokal.

Mbak Kahiyang Ayu lahir di Surakarta pada tanggal 20 April 1991. Dari pasangan Ir H Joko Widodo dan Hj Iriana. Sedangkan Mas Bobby Nasution lahir di Tapanuli Selatan tanggal 5 Juli 1991 dari pasangan Erwin Nasution dan Ade Hanifah Siregar. Keduanya telah menjalankan biduk rumah tangga. 

Perpaduan dari latar dua sub kultur kebangsaan ini, telah lahir pada tanggal 1 Agustus 2018 seorang putri cantik bernama Sedah Mirah Nasution. Sebetulnya nama Sedah Mirah pada jaman kerajaan Mataram amat terkenal. Departemen sosial kerajaan Mataram selalu dijabat oleh seorang wanita yang bernama Sedah Mirah. Dengan demikian Sedah Mirah merupakan figur historis yang amat mulia. 

Kelengkapan biduk rumah tangga bertambah membahagiakan setelah kelahiran Panembahan Al Nahyan Nasution pada tanggal 11 Agustus 2020. Nama Panembahan merujuk pada pendiri kerajaan Mataram. Dengan kehadiran anak laki-laki dan perempuan ini berarti generasi penerus tetap berlanjut. Cita-cita mengabdi kepada rakyat merupakan tekad kuat. Oleh karena itu perjuangan demi masyarakat selalu dilakukan dengan penuh semangat.

Rabu, 07 Oktober 2020

SEJARAH MAKAM RAJA MATARAM DI PAJIMATAN IMOGIRI

Oleh Dr Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara - LOKANTARA.

A. Kaswargan Para Nata ing Tanah Jawi. 

Pajimatan Imogiri merupakan tanda kebesaran adat istiadat peradaban. Pelestarian tata cara adat demi kehidupan yang ayem tentrem. Hari Senin Wage, 5 Oktober 2020 diselenggarakan pisowanan di makam Pajimatan Imogiri. Sebagai pimpinan yaitu KGPH Mangkubumi, Putra Sinuwun Paku Buwana XIII. 

Putra Mahkota Karaton Surakarta Hadiningrat ini berdiri di depan untuk memuliakan para raja Mataram, yang sudah cinandi ing angkasa, manjing ing kaswargan jati. Dengan harapan bumi pertiwi kokoh jatidiri, berkilauan dalam kepribadian. 

Makam Imogiri dibangun oleh Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Pada tahun 1621 beliau naik haji ke Makkah. Saat melempar jumrah, tiba tiba batu terbang melayang. Batu jumrah itu jatuh di atas Gunung Merak. Atas wangsit Kanjeng Ratu Waskitha Jawi, Permaisuri Panembahan Senapati ada dhawuh khusus. Tempat di atas Gunung Merak itu, supaya digunakan untuk memule Trah Mataram.

Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma, surut ing kasedan jati tahun 1645. Tempat pemakaman di puncak Gunung Merak yang diberi nama Pajimatan Imogiri. Enam tahun kemudian, tahun 1651 Kanjeng Ratu Batang ndherek sumare. Beliau adalah garwa prameswari Kanjeng Sultan Agung. Abdi dalem dalang kinasih yang diperkenankan ikut dalam satu kompleks pemakaman yakni Dalang Panjang Mas.

Tahlil tahmid tasbih takbir berkumandang di kaswargan Sultan Agungan. Sayup Sayup seperti bremara reh mbrengengeng. Lir swaraning madu brangta. Manungsum sarining kembang. Abdi dalem ulama Pajimatan membaca doa dengan khusuk.

Kukusing dupa kumelun, ngeningken tyas sang apekik, kawengku sagung jajahan, nanging sanget angikibi, sang Resi Kanekaputra, kang anjog saking wiyati.

Bau dupa sumerbak wangi. Sekar ganda arum diuntai di pusaka Makam Sultan Agung. Melati, kenanga, mawar menjadi piranti tata cara. Doa puji pangastuti bersama dengan sekar sumawur. 


Abdi dalem Bedaya berbusana Jawa dengan pakaian kemben. Nyampingan, sanggulan, samiran duduk timpuh. Lenggah andheku amarikelu, nenuwun murih raharjaning jagad raya. 


Sementara abdi dalem kakung mengenakan busana padintenan. Kali ini warna agak beragam. Menandakan tata cara termasuk acara isindentil. Kalau ada hajad penting, Karaton Surakarta Hadiningrat senantiasa mohon lilah pada leluhur. 

Berurutan yang seba yaitu KGPH Mangkubumi, GKR Retno Dumilah, GKR Wandansari, KPH Wirrobhumi. Diikuti sentana, wayah dalem dan abdi Bedaya. Pagi hari sebelumnya hujan deras mengguyur. Tapi sore itu waktu menunjukkan pukul 17 sore. Angin sumilir sepoi  sejuk. Angkasa rasa tampak biru cerah. Tanda doa terkabul. Sembada kang sinedya, jumbuh kang ginayuh. 

Segera turun melewati gapura Sri Manganti. Rindang pepohonan, terutama wit maja. Kanan kiri petamanan yang dirawat rapi. Pantulan cahaya matahari dari arah barat, asri terang benderang. Seberang arah selatan berdeburan ombak samudera Kidul. 


Kompleks makam raja Mataram untuk sebelah timur disediakan keluarga Karaton Yogyakarta. Sebelah barat untuk keluarga Karaton Surakarta Hadiningrat. Pengelola makam terdiri dari para abdi dalem. 

Tangga makam berundak undak. Terhitung dari tangga terbawah sampai paling atas berjumlah 582. Untuk melewati diperlukan tenaga ekstra. Keringat gemrobyos tanda olahraga. Sowan di Pajimatan Imogiri berarti menyehatkan badan.

Hari mulai gelap. Tata cara dilanjutkan di kaswargan kaping sedasan. Penerangan berupa anglo padupan. Perapian menyala di makam Sinuwun Paku Buwana X, Sinuwun Paku Buwana XI, Sinuwun Paku Buwana XII.

Kewibawaan spiritual muncul dengan kesungguhan. Para pendherek tradisi berbakti sebagai wujud dedikasi. 

B. Memegang Paugeran Turun Tumurun. 

Paugeran dipegang kuat oleh sentana, pengageng dan abdi dalem. Urusan pemakaman Trah Karaton Mataram diatur sangat rinci. Drajad seseorang menurut protokol paugeran. Nak tumanak run tumurun berlaku menjadi tradisi yang dipegang teguh. 

Pendherek di makam  Imogiri terbatas raja, istri dan putra. Untuk wayah cucu disediakan makam di Pasareyan Ki Ageng Henis Laweyan. Untuk generasi wayah buyut cicit mendapat jatah makam Ngendhen. Itu tradisi yang berlangsung berabad abad.

Generasi pendahulu Sultan Agung bersemayam di Puroloyo Kotagedhe. Di sana terdapat makam Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya Kamidil Syah Alam Akbar Panetep Panatagama. Beliau memerintah kerajaan Pajang tahun 1546-1682. Disusul makam Panembahan Senapati raja Mataram tahun 1682-1601. Diteruskan makam Sinuwun Prabu Hadi Hanyakrawati,raja Mataram tahun 1601-1613.

Kanjeng Panembahan Senapati beserta dua garwa prameswari, GKR Waskitha Jawi, putri Ki Penjawi bupati Pati. Juga GKR Retno Dumilah putri Pangeran Timur, Bupati Madiun yang masih keturunan Kasultanan Demak Bintara. Beliau berdua amat berpengaruh terhadap gerak peradaban sejarah Kraton Mataram. 

Tokoh tokoh Pajang dan awal Mataram dimakamkan di Puroloyo Kotagede. Seperti Ki Ageng Pamanahan, Ki Ageng Juru Martani.
Sesepuh Mataram ini sungguh bijak bestari, Waskitha ngerti sakdurunge winarah.

Keistimewaan terjadi pada diri Kanjeng Sinuwun Amangkurat Agung. Beliau raja Mataram yang beribukota di Plered. Tanggal 10 Juli 1677 wafat di Lesmana, Ajibarang, Banyumas. Lantas dimakamkan di Pakuncen Adiwerna Tegal. 

Kompleks makam raja Surakarta Hadiningrat di Imogiri siang malam ramai peziarah. Para penghayat Kejawen percaya bahwa ingkang sumare adalah jalma limpat seprapat tamat. Kemuliaan mereka bisa merembes pada putra wayah yang mau ngalap berkah. 


Para putra raja Surakarta Hadiningrat menjelang tahun 1945 aktif dalam BPUPKI, Badan Penyelidik usaha Usaha Kemerdekaan Indonesia. Misalnya KGPH Suryahamijaya, KRMA Wuryaningrat, KRMA Sosrodiningrat. Beliau dimakamkan di kompleks kaping sedasan. Juga Prof Dr Notonagoro, guru besar dan ahli filsafat Pancasila UGM. Jasa mereka pada Negara Indonesia amat besar.

Negara Kesatuan Republik Indonesia banyak dibantu oleh keluarga kerajaan Nusantara. Mereka aktif dalam pergerakan dan perjuangan. Pikiran dan jasanya layak dikenang sepanjang masa. 

Nilai kejuangan berlangsung pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwana XII. Beliau memerintah Karaton Surakarta Hadiningrat tahun 13 Juli 1945- 11 Juni 2004. Pemerintah Indonesia memberi banyak piagam penghargaan kepada Sinuwun Hamardika.

Perjalanan spiritual diteruskan di Pantai Parangkusumo. Untuk menghormati penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul atau Kanjeng Ratu Kencono Sari. Beliau tingal di istana Soko Domas Bale Kencono. Istana Kanjeng Ratu Kidul terbuat dari emas yang berkilauan.

Saat itu jatuh pada malam Selasa Kliwon. Gisik samudra Kidul menjadi sarana meditasi bagi penghayat Kejawen. Ilmu iku kelakone kanthi laku.

Pajimatan Imogiri memberi pelajaran sejarah. Kejayaan masa lampau harus tetap berlanjut. Medang, Kahuripan, Jenggala, Daha, Kediri, Majapahit, Demak, Mataram, Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, Paku Alaman mewariskan peninggalan luhur. Sebuah kaca benggala untuk generasi muda.

Selasa, 06 Oktober 2020

SEJARAH LAKU MEDITASI DI CUNGKUP PARANGKUSUMO SAMUDRA SELATAN

Oleh Dr Purwadi M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara - LOKANTARA. 

A. Lelaku di Tepi Samudra Selatan. 

Pertemuan Kanjeng Ratu Kencono Sari dengan Panembahan Senapati terjadi pada tahun 1582. Seminggu setelah dinobatkan menjadi raja Mataram. Harinya tepat pada malem Selasa Kliwon. 

Kanjeng Ratu Kencono Sari atau Kanjeng Ratu Kidul tinggal di istana Soko Domas Bale Kencono. Kraton ini berada di dasar samudra. Peralatan Kraton Soko Domas Bale Kencono terbuat dari emas intan berlian yang serba berkilauan. Istana sangat asri rupawan. 

Perdana Menteri kerajaan Soko Domas Bale Kencono bernama Kanjeng Roro Kidul. Bala tentara penjaga istana disebut Nyi Roro Kidul. Mereka mengadakan tuguran di Pantai Parangkusumo tiap malem Selasa Kliwon. Tugas rutin ini dilakukan secara bergiliran. 

Sinuwun Prabu Hadi Hanyakrawati memerintah tahun 1601-1613, meneruskan Pemerintahan Panembahan Senapati. Kanjeng Ratu Banuwati adalah garwa prameswari, putri Pangeran Benawa, yang masih cucu Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya raja Pajang. Pasangan suami istri ini merupakan trahing Kusuma rembesing madu. 

Pernikahan Sinuwun Prabu Hadi Hanyakrawati dengan Kanjeng Ratu Banuwati melahirkan Sultan Agung Prabu Hanyakra Kusuma. Beliau bertahta di Karaton Mataram tahun 1613-1645.

Atas saran Kanjeng Ratu Banuwati, tiap malem Selasa Kliwon diadakan lek lekan di cungkup Parangkusumo. Juru nujum dan abdi dalem ulama berdoa dengan ngobong dupa. Kukusing dupa kumelun sumundhul ing ngawiyat. Pertanda permohonan doa mengarah ke atas. 

Lisah wida jebat kasturi, percikan minyak srimpi berbau wangi. Kembang kenanga, mawar, melati ditata rapi. Sekar rinonce aganda arum pisungsung buat Kanjeng Ratu Kidul dan prajurit Soko Domas Bale Kencono. 

Tradisi mesu budi nut satataning panembah dihayati benar oleh Kanjeng Ratu Banuwati. Kang Eyang putri bernama Kanjeng Ratu Mas Cepaka. Beliau garwa prameswari Sultan Hadiwijaya Kamidil Syah Alam Akbar. Putri Sultan Trenggana raja Demak ini ahli lelaku. Anak cucunya diajari cara semedi, agar tetap berkuasa dan berwibawa. Nak tumanak run tumurun mukti angawibawa dadi pakuningrat ing nuswantara. 

Sri Susuhunan Amangkurat Agung  berkuasa di Kraton Plered tahun 1645 - 1677. Beliau mengusahakan tirakatan di Parangkusumo. Waktunya selalu malem selasa Kliwon, setelah jam 21. Atas nasihat Kanjeng Ratu Batang, garwa Permaisuri Sultan Agung, Sinuwun Amangkurat memberi caos dhahar ketan biru. Sesuai wangsit bahwa para petugas tuguran diharap berbusana Kejawen jangkep. Tidak boleh mengenakan kain warna ijo lembayung. 

Barisan prajurit Roro Kidul berpakaian hijau. Jika seseorang sama berpakaian warna ijo lembayung, berarti siap siap untuk dijadikan bregada bala tentara Roro Kidul. Orang itu akan diajak masuk ke dasar samudera. 

Garwa prameswari Sinuwun Amangkurat Agung ada dua. Kanjeng Ratu Kulon dan Kanjeng Ratu Wetan. Berkat kedisiplinan caos sesaji di pantai selatan tiap malem Selasa Kliwon, anak yang dilahirkan lantas menjadi raja besar. 

Kanjeng Ratu Kulon melahirkan Sinuwun Amangkurat Amral. Beliau menjadi raja Mataram tahun 1677 - 1703. Sedangkan Kanjeng Ratu Wetan melahirkan Sinuwun Paku Buwana I yang menjadi raja Mataram tahun 1708 - 1719. Beliau didampingi oleh garwa prameswari, Kanjeng Ratu Mas Balitar yang mahir olah cipta kesusteraan. 

B. Bimbingan Meditasi Putra Mahkota Mataram. 

Para Pangeran Pati atau putra mahkota Mataram selalu menjalankan meditasi. Ilnu iku kelakone kanthi laku. Dengan bimbingan dwija sesepuh terpilih. Mahas ing ngasepi, manjing ing wana gung liwang liwung. 

Gusti Raden Suryaputra adalah anak Sinuwun Paku Buwana I. Ibunya adalah Kanjeng Ratu Mas Balitar. Putra mahkota ini dibimbing oleh ingkang eyang, Pangeran Juminah bupati Madiun. Lara lapa tapa brata di sepanjang pantai selatan. Saben mendra saking wisma lelana laladan sepi. 

Pada tahun 1719 GRM Suryaputra dinobatkan menjadi raja Mataram. Dengan gelar Sri Susuhunan Amangkurat Jawi. Beliau berkuasa hingga tahun 1726. Selama memerintah Mataram, Sinuwun Amangkurat Jawi kerap lelana brata di Samudra kidul. Ngingsep sepuhing supana, mrih pana pranaweng kapti.

Ritualitas berjalan dengan bobot kualitas. Sinuwun Amangkurat Jawi menggunakan media wayang sebagai sarana meditasi. Dalang keturunan Kyai Panjang Mas kaparingan dhawuh untuk nggelar wayang purwa. Lakonnya dipilih yang berkaitan dengan tata cara panembahan jati. Contohnya cerita Sudamala, Ngruna Ngruni, Dewaruci, Bimasuci, Pandu Swarga, Semar Mbangun Kayangan, Candi saptaharga, begawan Mintaraga, jamus Kalimasada, Gada Lukitasari, aji wungkal bener.

Dalang Panjang Mas dan keturunan mendapat tugas untuk melakukan upacara ritual. Mereka dianggap titisan dalang Kandha Buwana yang melakukan ruwatan murwakala. Bathara Kala tunduk pada japa mantra dalang Kandha Buwana. Anak sukerta sebaiknya diruwat, demi keselamatan dan kedamaian.

Upacara ruwatan yang diselenggarakan Sinuwun Amangkurat Jawi tetap lestari. Para pendherek ajaran Syekh Siti Jenar setia mengikuti. Pendukung wejangan sunan Kalijaga mendukung penuh. Mereka masuk dalam kategori penghayat Kejawen. 

Ketaatan pada budaya berbuah mulia. Tiga anak Amangkurat Jawi menjadi raja terkenal. Gusti Prabasuyasa menjadi raja Surakarta Hadiningrat, dengan gelar Sri Susuhunan Paku Buwana Ii. Gusti Mangkubumi menjadi Sri Sultan Hamengku Buwana I, raja Yogyakarta. Pangeran Mangkunegara menjadi penguasa di Pura Mangkunegaran. Ketiga dunasti berlangsung hingga kini.

Kegiatan kultural mistis  dilakukan penghayat Kejawen di cungkup Parangkusumo. Ombak bedebur, gelombang bergemulung menambah tata cara panembah yang tuwajuh. Mereka merenung tentang sangkan paraning dumadi.

Ditulis oleh Dr Purwadi M.Hum. Jl Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta. Hp, 087864404347

MAS BOBBY NASUTION PEWARIS BUDAYA NUSANTARA

Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, hp. 087864404347

A. Kuat Mendapat Drajat Pangkat Semat

Wejangan nenek moyang patut jadi renungan. Kuat drajat pangkat semat berhubungan dengan kelancaran, kejayaan, kekuasaan, kekayaan. Faktor keberuntungan seseorang selalu dikaitkan dengan kiblat papat lima pancer. 

Segala tindak tanduk rancangan hidup lantas didasarkan pada pakem petungan naga dina. Tradisi memang parlu mendapat apresiasi. Semata-mata demi mendapatkan keselamatan dan ketentraman.

Begitu pula perjodohan Muhammad Bobby Afif Nasution dengan Kahiyang Ayu yang berlangsung pada tanggal 7 Nopember 2017. Bertempat di Gedung Graha Saba Buana Sumber Banjarsari Surakarta, tata cara pawiwahan agung diselenggarakan dengan adat kejawen. Sluman slumun slamet, Ir. H. Joko Widodo dan Hj Iriana mantu mbubak. Sanak kadang pawong mitra siaga ing gati, sawega ing dhiri, mendukung upacara pahargyan manten.

Bobby Nasution dari namanya jelas bermarga suku Batak. Nama Nasution terkenal arum kuncara, semerbak wangi menghiasi ibu pertiwi. Ambil contoh Jendral Abdul Haris Nasution seorang tokoh militer yang berjasa mengembangkan pemikiran perang gerilya. Harun Nasution tampil sebagai intelektual yang menganjurkan keberagaman dan toleransi. Adnan Buyung Nasution pendekar hukum yang berjuang demi tegaknya Hak Asasi Manusia.

Dari marga Nasution Batak, sekarang Bobby Nasution masuk ke relung-relung budaya Jawa. Jawa jiwa kang kajawi, artinya aspek kultural spiritual yang dikedepankan. Murih padhanging sasmita, artinya simbol simbol kehidupan yang perlu diungkapkan maknanya. Manjing kahanan, Bobby Nasution nyawiji dengan sentral budaya Jawa yang bermarkas di Surakarta.

Punjering kabudayan Jawi adalah Karaton Surakarta Hadiningrat. Perhelatan pernikahan Bobby Nasution Kahiyang Ayu dipandu oleh GKR Wandansari, putri Sinuwun Paku Buwana XII. Upacara midodareni sesungguhnya mengandung makna luhur. Tradisi ini merupakan tinggalan Ki Ageng Tarub. Kahiyang Ayu seperti Dewi Nawangsih yang senantiasa menaburkan belas kasih pada sesama. Paginya Nawangsih menikah dengan Raden Bondan Kejawan, putra Prabu Brawijaya raja Majapahit. Diharapkan suami Kahiyang, yakni Bobby Nasution bernasib mujur seperti Raden Bondan Kejawan, yang menurunkan penguasa Tanah Jawa.

Bibit kawit drajat luhur diwariskan secara trah tumerah turun tumurun. Sebagai bekal untuk berbakti pada nusa dan bangsa. Bobby Nasution yang didampingi Kahiyang Ayu bertekad kuat untuk meneruskan perjuangan. Sabaya pati sabaya mukti, seia sekata sehina semalu, senasib sepenanggungan. Tumuju marang kamulyan, ora alus dalane, akeh sandhungane, gedhe godha rencanane. Nanging sapa temen bakal tinemu, waton gedhe tekade, nyawiji pambudi dayane, linambaran sabar tawakkal.

Duta mitayani utusan mrantasi. Pak Jokowi menyerahkan urusan adat pada ahlinya. GKR Wandansari selaku pengageng Sasana Wilapa Karaton Surakarta Hadiningrat memberi ulasan tentang adat istiadat pengantin Jawa. Beliau menerangkan dengan cukup mengagumkan berdasarkan sejarah karaton Mataram, Pajang, Demak dan Majapahit. Keluarga besar Ir. H. Joko Widodo mendapat anugerah besar. Kejayaan yang diterima merupakan buah kerja keras yang mengutamakan keagungan budaya. Perusahaan dan kebudayaan berjalan secara beriringan.

Pandangan atas pangkat demi kesejahteraan rakyat. Kedudukan yang dijabat demi melayani masyarakat. Hakikat kekuasaan memang untuk pengabdian. Rame ing gawe, sepi ing pamrih. Keluarga Ir. H. Joko  Widodo terbiasa meresapi ajaran pujangga Yasadipura, pujangga Ranggawarsita, yang betul-betul wicaksana waskitho ngerti sakdurunge winarah.

Sugih tanpa bandha, menang tanpa ngasorake. Pitutur luhur ini dihayati benar oleh keluarga Ir. H. Joko Widodo. Ber bandha ber bandhu. Bahwasanya teman dan saudara itu menjadi modal yang berharga. Persaudaraan adalah kekayaan. Semat dianggap sebagai modal kemitraan yang memudahkan segala usaha.

Kehadiran Bobby Nasution ke dalam jaringan keluarga Pak Jokowi dipercaya punya nilai tuah. Perkawinan Jawa Batak diyakini memiliki daya magis yang tinggi. Kedua pasangan Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu kuat drajat, pangkat, semat. Keyakinan berkembang dengan banyak contoh. Pernikahan Jawa Batak mendatangkan keuntungan. Sekaligus menjadi sarana untuk mewujudkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Masyarakat sangat percaya bahwa perkawinan Batak dengan Jawa memperkuat drajat pangkat semat. Kedudukan mereka menjadi lebih terhormat, status mereka meningkat berlipat-lipat. Derajat sosial menjadi lebih terpandang. Pangkat formal membawa guna manfaat. Harta benda mereka menjadi semat yang nikmat. Semua warga merasa terlibat dan melihat dengan hati yang dekat.

Wanita Jawa mendapat doktrin ajaran keputren. Sebagai pembina generasi penerus, hendaknya meniru Wara Sembadra. Sebagai menejer rumah tangga, tirulah Wara Srikandhi. Sebagai kawan penghias keindahan, tengoklah Wara Larasati. Tepatlah Ki Nartosabdo menyusun gendhing sumbangsih laras pelog pathet lima. 

Sumbangsih. 

Adhuh lae kakang karepmu piye, 
Dak jaluk sumbangsihmu wae, 
Wujude apa prasajakna, 
Ja ketungkul rina wengi wedhak pupur, 
Kewajibab apa kang kudu dak sangkul, 
Amomong putra nata bale wisma, e tobil kakang iku dadi kewajibanku. 

Kerukunan sepasang suami istri dalam lagu sumbangsih itu kerap berkumandang di kota Surakarta. Mbak Kahiyang Ayu kerap mendengar lewat siaran radio. Bahkan Wong Solo bisa menyaksikan lagu ini dalam pentas kerawitan langsung. 

Sinar keberuntungan Bobby Nasution dengan pendamping utama Kahiyang Ayu. Nama Kahiyang berarti wanita yang diluhurkan, dianggap tinggi dan selalu mendapat prestasi yang terpuji. Ayu, hayu, rahayu berarti keselamatan untuk jagad sakalir. Kahiyang Ayu merupakan putri berderajat tinggi, sehingga memancarkan aura ketentraman lahir batin. Kharisma pasangan Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu semerbak wangi ke kanan dan ke kiri. Ibarat Kamajaya Ratih yang turun ke madyapada.

Dalam jagad pakeliran Muhammad Bobby Afif Nasution ibarat Batara Kamajaya yang memberi masa kejayaan. Sedang Kahiyang Ayu ibarat Batari  Ratih yang memberi rasa ayu hayu rahayu. Harapan yang agung dan anggun ini menjadi kenyataan. Inilah konsep asmarandana dan dana asmara yang berbuah kebahagiaan bagi sekalian warga.

B. Pembawa Kejayaan Nusantara

Orang Jawa memperhatikan faktor bibit bebet bobot. Keturunan, kemampuan serta kepribadian seseorang amat penting. Dari silsilahnya Muhammad Bobby Nasution sesungguhnya keturunan Raja Gunung Baringin. Darah kejuangan dan keutamaan demi cerahnya nilai kebangsaan. 

Nilai kearifan lokal perlu dilestarikan. Ada pepatah bijak yang mengatakan, Biarlah Sunda dengan kesundaannya, Bali dengan kebaliannya, Jawa dengan kejawaannya, Batak dengan kebatakannya, Melayu dengan kemelayuannya, Bugis dengan kebugisannya, Banjar dengan kebanjarannya. Asalkan bermuara ke lautan Indonesia.

Pada tanggal 24 – 26 November 2017 diselenggarakan upacara adat Batak. Bertempat di perumahan Bukit Hijau Regency, Taman Setia Budi, Medan Sumatera Utara. 

 Acara adat Batak untuk menyambut pernikahan Bobby Nasution dengan Kahiyang Ayu dimulai dengan manolpokkan lahan, menyembelih kerbau, gondang sembilan dan manortor. Kemudian diteruskan dengan sidang adat. Pagi harinya acara pemberian gelar dan mangupa dibagas namartua.

“Horas”. Beginilah  tulisan salam Batak yang terpampang dalam souvenir pernikahan. Souvenir ini berupa tempat balpoin yang dihias manik-manik berwarna hitam putih. Oleh-oleh dari Bobby Nasution yang lahir di Tapanuli Selatan tanggal 5 Juli 1991 sungguh indah asri anglam-lami.

Kahiyang Ayu yang lahir di Surakarta pada tanggal 20 April 1991 ini mendapat gelar Siregar. Ayah Bobby bernama Erwin Nasution. Ibunya bernama Ade Hanifah Siregar. Trahing kusuma rembesing madu. Sesungguhnya Bobby Nasution merupakan keturunan ketujuh Raja Gunung Baringin Nasution Mandailing Natal Penyabungan Timur.

Warga Jawa rantau yang bermukim sejak tahun 1870 di kabupaten Serdang Bedagai merasa turut berbahagia. Mereka keturunan warga transmigrasi awal yang mangayu bagya atas pernikahan Bobby Kahiyang. Joglo Sukobudoyo yang bertempat di Jl. Coklat 1 Batangterap Perbaungan Sergai membuat sarasehan budaya. Selaku narasumber GKRAy Dra. Koes Moertiyah, M.Pd dan Dr. KPH Edy Wirabhumi, SH.

 Acara silaturahmi budaya ini dipimpin oleh Ir. H. Soekirman, tokoh Pujakesuma Putra Jawa Kelahiran Sumatra. Hadir pula pimpinan Kerabat, Kerukunan Rakyat Batak, dengan tokohnya Drs. Joni Walker Manik, MM. Acara ini dilakukan pada tanggal 25 November 2017. Peserta sama regeng nggayeng seneng. 

Sejarah kerajaan Jawa yang disampaikan oleh GKRAy Dra. Koes Moertiyah, M.Pd ditujukan untuk memberi kesadaran historis. Bobby Nasution dapat mengambil kearifan lokal, demi menyongsong masa depan. Dr. KPH Edi Wirabhumi, SH selaku pangarsa punjer paguyuban kawula Karaton Surakarta Hadiningrat turut memberi doa restu kepada kedua mempelai.

Forum Komunikasi dan Informasi Kraton Nusantara pada tanggal 26 November 2017 berkumpul di Istana Maimun Medan. Para raja Nusantara ini turut pula memberi salam bahagia buat Muhammad Afif Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu. Istana Maimun dibangun oleh Sultan Deli, Sultan Maimoen Al Rasyid pada tanggal 26 Agustus 1888. Wibawa dan kharisma Sultan Deli merembes di sanubari pengantin baru. Doa restu dari leluhur ini diharapkan akan  melahirkan generasi unggulan. Yakni yang siap mengabdi pada rakyat.

Kegiatan formal yang bernilai kultural terjadi pada tanggal 27 November 2017. Ir. H. Joko Widodo datang ke daerah Dolog Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai. Lagi-lagi kegiatan ini dipimpin oleh Ir. H. Soekirman yang didampingi oleh Drs. Joni Walker Manik, MM. Tokoh Jawa dari Batak ini menyambut Jokowi yang akan menanam bibit kelapa sawit.

Peremajaan pohon kelapa sawit menempati wilayah Dolog Masihul. Dolog berarti bukit. Masihul berarti percintaan. Seolah warga Dolog Masihul menyambut Bobby – Kahiyang yang sedang menempuh hidup baru. Bukit percintaan yang bersemi akan melahirkan buah hati. 

Betul juga Tuhan memberi buah hati kepada pasangan Bobby Kahiyang. Lahir anak pertama, Sedah Mirah Nasution tanggal 1 Agustus 2018 dan Panembahan Al Nahyan Nasution pada tanggal 11 Agustus 2020. Rasa bahagia Pak Jokowi dan Bu Iriana bertambah lengkap.

Sedah Mirah Nasution dan Panembahan Al Nahyan Nasution kado buat Pakdhe Gibran Rakabuming Raka dan Paklik Kaesang Pengarep. Wilayah Solo Medan semakin dekat saja. Kejayaan Solo sama saja dengan kejayaan Medan. Kebahagiaan kota Surakarta sama saja dengan kebahagiaan Sumatra Utara.

 Kesejukan area wisata di Brastagi seakan-akan berasa area wisata di Tawangmangu. Segarnya air Danau Toba, berasa pula dengan segarnya air Umbul  Cokro Pengging. Derasnya sungai Asahan, tampak pula aliran Bengawan Solo. Berkah kesuburan kawasan gunung Sinabung, terasa pula kesuburan kawasan gunung Merapi. Luasnya lapangan Merdeka Medan, juga tampak luas pula stadion Sri Wedari Solo.

Insan dan alam mendukung pasangan Medan Solo. Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution memang berjaya di Surakarta dan berjaya di Medan. Kejayaan itu selalu dipersembahkan buat bumi nusantara, dari Sabang sampai Merauke.

Aja lamis

Aja sok gampang janji wong manis, Yen ta amung lamis
Becik aluwung prasaja nimas, Ora agawe gela. 
Tansah ngugemi tresnamu wingi, Jebul amung lamis
Kaya ngenteni thukuling jamur ing mangsa ketiga. 
Aku iki prasasat lara tan antuk jampi
Mbok aja amung lamis, Kang uwis dadine banjur titis. 
Akeh tuladha kang dhemen cidra uripe rekasa, Milih sawiji endi kang suci tanggung bisa mukti

Rakyat bersatu padu untuk mewujudkan pengayoman. Masyarakat manyatunya jiwa raga untuk memberi dorongan. Kejayaan nusantara dihadirkan dengan riang gembira, kerja keras dan usaha sungguh-sungguh.

Muhammad Afif Bobby Nasution yang didampingi Kahiyang Ayu menangkap suara hati yang tulus. Suara hati adalah kehendak ibu pertiwi. Manunggalnya dua jiwa mengantar kejayaan Nusantara.

SEJARAH PRABU SILIWANGI

SEJARAH PRABU SILIWANGI.  Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA Hp: 0878 6440 4347.  A. Berdirinya Istana ...