Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum.
Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA
A. Asal Usul Nama Subang
Subang merupakan singkatan dari Suka Bangkit, Suka Bangun, Suka Berkembang. Dalam sejarahnya warga masyarakat Subang selalu tahan uji dalam suasana apa saja dan bagaimana saja terus berjuangdemi kokohnya kehidupan. Roda selalu berjalan berputar. Ibarat siang malam, pagi sore, depan belakang, kiri kanan, atas bawah akan bergantian serta bergiliran.
Kebijaksanaan hidup itu sudah diajarkan oleh Prabu Siliwangi, raja Pajajaran pada tanggal 5 April 1497. Raja yang bijaksana ini kerap berkunjung ke daerah Subang. Meskipun beliau penguasa besar dan terkenal, Prabu Siliwangi merakyat. Tak segan-segan beliau membaur bersama masyarakat awam. Budi pekerti Prabu Siliwangi memang luhur. Pantas dijadikan sebagai suri teladan.
Kedatangan Prabu Siliwangi disambut dengan gembira ria. Upacara penyambutan dilakukan dengan persiapan yang rapi. Mereka berharap mendapat berkah dari raja Pajajaran yang terkenal sakti mandraguna. Urusan konsumsi ditangani oleh warga Binong, Blanakan, Ciasem, Ciater, Cibago, Cijambe. Bidang keamanan dipegang oleh warga Cikaum, Cipeundeuy, Cipunagara, Cisalak, Compreng, Dawuan. Untuk urusan kendaraan diserahkan warga jalan Cagak, Kalijati, Kasomalang, Legon Kulon. Mereka bekerja dengan sepenuh hati.
Adapun seksi acara dikerjakan oleh warga Pagaden, Pabuaran, Pamanukan, Patok Beusi, Purwadadi. Untuk bidang pentas seni dan hiburan dilaksanakan oleh warga Pusakajaya, Pusakanagara, Sagalaherang, Serangpanjang, Sukasari, Tambakdahan, Tanjung Siang. Prabu Siliwangi tiap tahun datang ke Subang. Penguasa Pajajaran melakukan meditasi di Gunung Pojoktiga.
Ketajaman spiritual Prabu Siliwangi diperoleh di daerah Subang. Menjelang peringatan penobatan selalu berendam di hulu Cisubang dan sungai Cilaja Kambang. Kegiatan ritual ini menjadi tradisi di lingkungan kerajaan Pajajaran. Pedoman hidup mereka sesuai dengan tuntunan, tontonan dan tatanan. Bermula dari konsep kama arta darma muksa. Itulah jalan menuju kesempurnaan.
Pelayan Prabu Siliwangi yang terkenal bernama Nyai Subanglarang. Pada tahun 1503 Nyai Subanglarang diangkat menjadi Kepala Istana Pajajaran. Prestasi, dedikasi, loyalitas Nyai Subanglarang boleh dikatakan sangat cemerlang. Dewan Pangkat dan Jabatan Negeri Pajajaran mengusulkan beliau dengan gelar Nyai Ageng Tumenggung Subanglarang. Keberadaan beliau di kerajaan Pajajaran sudah barang tentu memberi rasa bangga bagi masyarakat Subang. Tokoh wanita Subang menjadi sumber inspirasi.
Sebagai kepala rumah tangga istana Pajajaran, Nyai Ageng Tumenggung Subanglarang membawa tim protokol. Misalnya pada upacara kenegaraan Pajajaran tahun 1510, Prabu Siliwangi menggunakan busana kebesaran tedak loji. Busana kerajaan ini lengkap dengan selempang dan tanda-tanda kebesaran berupa bintang-bintang emas. Umumnya hadiah dari sesama raja sahabat. Tak ketinggalan Prabu Siliwangi nganggar pusaka warangka gayaman.
Nyai Ageng Tumenggung Subanglarang menata busana putri kerajaan Pajajaran. Saat pesta pada tahun 1512 di istana, putra-putri Prabu Siliwangi memakai busana dengan kelengkapan sabukwala. Wujudnya berupa sengkelat, janur slepe, ukel konde. Para putri raja ini mengenakan hiasan tusuk konde, sepasang subang, kalung, gelang tangan, bros kupu-kupu, cincin merah delima.
Untuk para pangeran Pajajaran Nyai Ageng Tumenggung menata dengan busana khusus. Putra raja menggunakan busana cotan, baju sikepan, sabuk epek, kampuh, cinde, timang. Para pangeran yang masih remaja menggunakan busana kain tenun limaran, beskap, kalung ulur. Tata rambut kadal menek, dengan sisir plengkung dari kulit penyu. Sedangkan Pangeran Sepuh menggunakan busana kebesaran keprajuritan, songkok, sikepan ageng, sabuk cinde, epek bludru, nganggar keris.
Begitulah karir cemerlang tokoh wanita Subang yang dicatat dengan tinta emas. Nyai Ageng Tumenggung Subanglarang adalah pejabat teras negeri Pajajaran. Beliau membangun karir birokrasi lewat sistem meritokrasi. Unsur kemampuan, pendidikan, kepribadian amat menonjol. Wanita Subang ini menjadi orang kepercayaan penguasa kerajaan Pajajaran.
Murid-murid Nyai Ageng Tumenggung Subanglarang tersebar di daerah Binong, Bojongkeding, Pagaden, Kalijati, Dayeuhkolot, Segalaherang. Mereka diberi pelajaran tentang tata busana, tata bahasa, tata praja. Lembaga pendidikan militer Nyai Ageng Tumenggung Subanglarang berdiri tahun 1516. Prabu Siliwangi berkenan meresmikan lembaga pendidikan. Beliau memberi nama lembaga pendidikan. Beliau memberi nama Lembaga Pendidikan Widyagiri.
B. Kejayaan Masyarakat Subang dalam Lintasan Sejarah Agung
Masyarakat Subang mendapat perhatian yang istimewa dari kerajaan Mataram. Misalnya Sultan Agung berkunjung di Subang tahun 1621. Raja Mataram ini berkenan untuk memberi pelatihan tentang ilmu sosial humaniora. Beliau mengajari aparat Subang tentang nilai kebajikan dalam kitab Sastra Gending. Peserta pelatihan dikenalkan logika Ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan. Lima prinsip kehidupan hendaknya dihayati dan diamalkan oleh warga masyarakat Subang.
Pada tanggal 30 Maret 1657 Sri Susuhunan Amangkurat beserta Ratu Wiratsari datang ke Subang. Beliau membawa tim ukir-ukiran dari Jepara. Kebetulan para bisnisman Mataram banyak punya usaha properti di Subang. Pemborong dari Mataram mengerjakan proyek perumahan. Untuk tim tukang Jepara membangun beragam jenis perumahan.
Ahli bangunan yang dibawa raja Mataram ke Subang membagi jenis-jenis tanah.
1. Tanah Manikmaya
Pemiliknya akan mulia, kaya raya, harta berlimpah ruah. Keluarga akan merasa bahagia.
2. Tanah Indraprasta
Pemiliknya akan tercapai segala cita-cita. Gagasan yang diidam-idamkan segera terlaksana. Sampai tua keluarga ini bahagia sejahtera.
3. Tanah Kawula Buwana
Pemiliknya akan dicintai oleh sesama. Tetangga kanan kiri belas kasih. Teman saudara banyak berdatangan.
4. Tanah Langen Bumi
Pemiliknya akan murah hati, penyayang, berbudi luhur dan dermawan. Mereka berprinsip yang penting banyak saudara.
5. Tanah Darmalungit
Pemiliknya akan selalu banjir rejeki. Hidupnya serba beruntung. Usaha apa saja berhasil.
6. Tanah Sri Nugraha
Tanah ini membuat pemilik gampang naik pangkat. Karir sebagai birokrat amat cocok.
7. Tanah Wisnu Manitis
Pemiliknya menjadi hartawan yang terpandang sampai anak cucu buyut.
8. Tanah Endragana
Pemiliknya selalu mendapat suasana ayem tentrem, lahir batin.
9. Tanah Danarasa
Pemiliknya amat mudah dikasihi sesama hidup cocok untuk menjadi pimpinan masyarakat.
10. Tanah Sri Manganti
Pemiliknya selalu dipuja oleh sesama. Kehadirannya sangat dinanti-nanti. Masyarakat menaruh rasa hormat.
Pemukiman penduduk Subang terkenal indah asri permai. Perumahan ini memang dikerjakan oleh tukang profesional. Kayu jati yang digunakan untuk membangun perumahan masyarakat Subang berasal dari daerah Randu Blatung Blora. Sebagian juga diambil dari Cepu, Ngawi, Pati dan Bojonegoro. Kualitas jati dari daerah ini sudah terkenal di seluruh pelosok nusantara.
Partisipasi masyarakat Subang dalam bidang organisasi boleh dikatakan sangat membanggakan. Pada tahun 1916 berdiri organisasi Sarekat Islam cabang Subang. Tempatnya di Pringkasap Pabuaran. Anggotanya sangat aktif. Lantas Sarikat Islam yang berdiri di Sukamandi Ciasem kerap bertemu dengan HOS Cokroaminoto. Budaya tradisional dipelopori oleh Darmodiharjo pada tahun 1928. Beliau mendirikan organisasi Paguyuban Pasundan.
C. Para Bupati Subang Berkarya demi Bangsa dan Negara
1. R.H. Atju Syamsudin 1967 – 1978
2. Ir. Sukanda Kartasasmita 1978 – 1988
3. Drs. H. Oman Sachroni 1988 – 1993
4. Drs. H. Abdul Wachyan 1993 – 1998
5. H. Rohimat 1998 – 2003
6. Drs. H. Eep Hidayat, M.Si 2003 – 2012
7. H. Ojang Sohandi, S.STP., M.Si 2012 – 2016
8. Hj. Imas Aryumningsih, S.E. 2016 - 2018
9. H. Ruhimat, S.Pd., M.Si. 2018 - sekarang
Para pemimpin kabupaten selalu tampil sejuk, ramah tamah, sopan santun, ayem ayom. Mereka bercermin pada teladan kepemimpinan sejarah. Kesadaran historis yang diwariskan oleh Prabu Siliwangi menjadi pemacu untuk mengabdi kepada rakyat. Kesejahteraan rakyat menjadi tujuan utama.
Kepribadian luhur dan jiwa besar yang sudah merasuk di hati nurani rakyat merupakan modal untuk pembangunan. Pemimpin dan rakyat bersatu padu demi kemajuan kabupaten Subang. Semangat, kerja keras, usaha tekun mengantar tiap warga untuk mendapatkan kebahagiaan sejati. Penduduk Subang merantau ke seluruh penjuru dunia. Mereka tetap ingat kampung halaman. Berarti mereka selalu menjunjung tinggi nilai budaya tradisional.
Pada masa globalisasi ini masyarakat Subang selalu menggunakan kearifan lokal. Mereka percaya bahwa nilai tradisi, adat istiadat, budaya dan seni tradisional dapat memperkaya khazanah kehidupan. Nilai global lokal dapat mengisi kekayaan budaya nasional. Masyarakat Subang menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
Potensi alami sekitar amat berlimpah ruah. Masyarakat Subang dapat menggunakan kekayaan alam dengan tepat dan cepat. Theologi Ketuhanan terjaga. Sosiologi kemasyarakatan selalu harmonis. Ekologi lingkungan lestari. Inilah manajemen yang benar. Warga Subang sudah menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Perkebunan teh, karet, membawa kemakmuran. Persawahan dengan tanaman padi, jagung membawa untung. Ternak sapi, kerbau, kambing, itik, ayam membuat hidup damai tentram. Kesenian menjadi hiburan. Segala potensi itu dipelihara, dirawat dan dikembangkan. Bupati dan rakyat selalu sepakat. Kabupaten Subang memang suka bangkit, suak bangun, suka berkembang. Kemakmuran lahir batin menjadi harapan semua warga.
Ditulis oleh Dr. Purwadi, M.Hum, 28 Agustus 2020
Jl. Kakap Raya 36 Minomartani, Yogyakarta, 087864404743
Tidak ada komentar:
Posting Komentar