Minggu, 27 September 2020

SEJARAH KABUPATEN CIREBON

Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum.

Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA


A. Cirebon sebagai pusat Peradaban Besar

Kata Cirebon merupakan singkatan dari suci, reja, keprabon. Suci bermakna bersih, terang benderang, cerah ceria, jelas, bagus, baik, bajik, bijak, layak, pantas, patut. Reja bermakna ramai, makmur, sejahtera, terawat, lancar, gancar, mengalir, berjalan, senang, bahagia, gembira. Keprabon bermakna tempat kegiatan raja sebagai pengayoman untuk kehidupan.

Pendiri wilayah Cirebon bernama Ki Gedeng Tapa. Beliau menjadi cikal bakal cerita Purwaka Caruban Nagari sejak tanggal 12 Safar 887 H atau 2 April 1482 M. Putrinya bernama Prabamanik menikah dengan Raden Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi, raja Pajajaran. Pernikahan Dewi Prabamanik dengan Raden Walangsungsang berlangsung sangat meriah. Pesta besar diselenggarakan oleh Ki Gedeng Tapa. Masyarakat Cirebon turut berbahagia.

Ketua kerabat istana Pajajaran adalah Prabu Surawisesa. Dengan bermusyawarah dengan Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang, terjadi persetujuan penting. Raden Walangsungsang dimohon untuk memimpin kawasan Cirebon. Masyarakat lama sekali merindukan figur hebat seperti Walangsungsang. Putra putri Pajajaran ini menobatkan Raden Walangsungsang sebagai raja Cirebon dengan gelar Pangeran Cakra Buana. Pusat pemerintahannya yakni menempati Istana Dalem Agung Pakungwati.

Pangeran Cakra Buana beribadah haji pada tahun 1485. Beliau lantas mendapat gelar Haji Abdullah Isnan. Bersamaan dengan itu istrinya yang bernama Prabamanik sedang mengandung. Putri Prabamanik bergelar Ratu Syarifatul Andayah. Anak yang lahir itu lalu bernama Syarif Hidayatullah. Anak hebat ini kelak bergelar Sunan Gunung Jati.

Hubungan Cirebon dengan Kerajaan Demak sangat erat. Pangeran Hidayatullah menikah dengan Ratu Emas, putri Sultan Trenggana raja Demak. Selama Cirebon dipimpin Pangeran Syarif Hidayatullah, masyarakat hidup makmur ayem tentrem. Cirebon menjadi pusat budaya agung. Puncak-puncak budaya Jawa berkembang dengan berbaur bersama kebudayaan Sunda. Cirebon dipimpin oleh Pangeran Syarif Hidayatullah sejak tahun 1524.

Kasultanan Cirebon semakin jaya dan termasyur. Panembahan Ratu memimpin sejak tahun 1548. Negeri Cirebon mengembangkan kesusastraan, kesenian, kebudayaan yang bersumber dari nilai Sunda dan Jawa. panembahan Ratu berhubungan erat dengan Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, raja Pajang. Sultan Cirebon ini kerap mengundang Sunan Kalijaga untuk memberi wejangan tentang syariat tarikat hakikat makrifat.

Pangeran Karim yang bergelar Panembahan Girilaya menjadi Sultan Cirebon tahun 1639. Sultan Cirebon ini bersamaan dengan Sultan Agung. Selanjutnya Cirebon pada tahun 1666 dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta dengan gelar Panembahan Tohpati. Perjalanan dinasti Cirebon mengalami perkembangan.

Pada tahun 1677 Cirebn dikelola dengan cara baru. Pangeran Marbawijaya menjadi Sultan Sepuh dengan gelar Sultan Raja Syamsuddin. Sejak itulah muncul istilah Kraton Kasepuhan Cirebon.

Adapun Pangeran Kertawijaya dinobatkan menjadi Sultan Anom dengan gelar Sultan Muhammad Badriddin. Pembagian kerajaan Cirebon menjadi dua ini terjadi pada tahun 1677. Kraton Kasepuhan beristana di Kratong Pakungwati, sedangkan kraton Kanoman menempati kediaman Pangeran Cakra Buana.

Kasultanan Kacirebonan dipimpin oleh Pangeran Wangsakuta dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Wasaruddin sejak tahun 1679. Karaton Kacirebonan mengembangkan budaya adi luhung. Sedangkan Karaton Gebang Cirebon didirikan oleh Pangeran Wira Sutawijaya pada tahun 1679. Istana ini dibangun dengan bentuk yang sangat indah.

Sejarah Cirebon yang amat agung dan anggung tersebut merupakan kelanjutan dari kejayaan Kerajaan Pajajaran. Keberadaan Cirebon sangat penting dalam lintasan sejarah Nusantara.

B. Para Bupati Cirebon

1. Kanjeng Raden Adipati Sinuk Muchamad 1800 – 1808
2. Kanjeng Raden Ngabei Suradiningrat 1808 – 1828
3. Kanjeng Raden Adipati Baudenda Suradiningrat 1828 – 1847
4. Kanjeng Raden Adipati Suryadirja 1847 – 1877
5. Raden Adipati Suraadiningrat 1877 -1902
6. Kanjeng Raden Adipati Salmon Salam Suryadiningrat 1902 – 1918
7. Raden Mas Panji Aryiodinoto 1920 – 1927
8. Kanjeng Raden Tumenggung Suriadi 1928 – 1942
9. Muhammad Sewaka 1942 – 1943
10. Muhammad Oemar Said 1943 – 1945
11. Mr. Raden Ma’mun Sumadipraja 1945 – 1947
12. Raden Sidik Baratadirdja 1947 – 1950
13. Raden Mochamad Michrad 1950 – 1951
14. Muhammad Radi Martadinata 1951 – 1954
15. Raden Moestofa Soerjadi 1954 – 1956
16. Raden Djoko Sa’id Prawiro Widjojo 1956 – 1957
17. Raden Sulaeman Tanudiradja 1957 – 1958
18. Raden Kamar Suriawidjaya 1958 – 1960
19. Raden Harum Zainal Abidin 1960 – 1965
20. Raden Soemitro 1965 – 1966
21. Kol. Inf. H. R. Anwar Soetisna 1966 – 1973
22. Kol. Inf. Hasan Soegandhi 1973 – 1978
23. Drs. H. Mr. Gunawan Bratasasmita 1978 – 1983
24. Kol. Caj. H. Memed Tohir 1983 – 1988
25. Kol. Art. H. Suwendho 1988 – 1993
26. Kol. Kav. H. Rachmat Djoehana 1993 – 1998
27. H. Sutisna S.H 1998 – 2003
28. Drs. H. Dedi Supardi M.M. 2003 – 2013
29. Drs. H. Dudung Mulyana M.Si 2013 – 2014
30. Dr. H. Sunjaya Purwadi Sastra M.M., M.Si. 2014 – 2018
31. Dr. Ir. H. Dicky Saromi, M.Sc. 2018 – 2019
32. Drs. H. Imron Rosyadi, M.Ag 2019 - 2024

C. Budaya Kraton Kacirebonan Sebagai Sarana Pengokoh Jatidiri Bangsa

Kearifan lokal yang bersumber dari Kraton di Nusantara merupakan warisan luhur nenek moyang. Kehidupan berbangsa dan bernegara semakin kokoh jatidirinya, manakala sejarah peradaban dijadikan sebagai pedoman. Nilai keagungan itu hendaknya disadari oleh segenap generasi muda.

Kraton Kacirebonan telah memberi kontribusi positif bagi pengembangan kebudayaan nasional. Aneka ragam upacara, busana, musik, pusaka, bangunan, kesusasteraan dan adat istiadat yang dimiliki Kraton sungguh mengandung nilai filosofis yang tinggi. Kajian yang mendalam atas budaya Kraton bisa dilakukan dalam berbagai perspektif. Dengan demikian akan diperoleh pemahaman yang sistematis, integral dan komprehensif.

Perspektif historis terhadap budaya Kraton terkait dengan aspek kesejarahan. Jasmerah atau jangan sekali kali meninggalkan sejarah merupakan bentuk kebijaksanaan. Bersama dengan Kraton senusantara, kajian historis akan mempertebal rasa kebangsaan. Butir-butir kearifan lokal yang bersumber dari Kraton menambah wawasan Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam perspektif etis filosofis, budaya Kraton sungguh menawarkan kesejukan, kedamaian, ketentraman, ketenangan, kebersamaan dan kerukunan. Teks teks sastra memantulkan tontonan, tuntunan dan tatanan. Kedalaman rohani salaras dengan kebutuhan jasmani. Itulah jalan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pembinaan mental spiritual generasi muda memerlukan keseimbangan dalam interaksi sosial. Budi pekerti luhur dan akhlakul karimah menjadi syarat mutlak untuk menjadi bangsa yang besar dan bermartabat.

Kemajuan ilmu dan teknologi memang menggembirakan. Fasilitas yang disajikan oleh dunia modern terus terang amat mengagumkan. Perubahan cepat sekali terjadi. Informasi sangat deras berlalu lalang. Di sinilah arti penting posisi Kraton untuk menjawab tantangan dunia global. Budaya Kraton mampu memberi keseimbangan antara jagat global dengan jagat lokal. Globalisasi dan tradisi berjalan secara selaras serasi dan seimbang. Keselamatan, kesejahteraan dan keberuntungan masa depan diwujudkan oleh sekalian warga bangsa.

Wilayah kepulauan nusantara yang terbentang dari Sabang sampai Merauke mempunyai kekayaan budaya yang berlimpah ruah. Pendekatan kultural sudah selayaknya digunakan untuk mengatasi problem kebangsaan. Kita yakin bahwa pendekatan budaya lebih mudah dimengerti oleh segala lapisan masyarakat. Bersama dengan budaya Kraton kita berharap Indonesia semakin makmur dan jaya.

Ditulis oleh Dr. Purwadi, M.Hum, 28 Agustus 2020
Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta, hp. 087864404743

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEJARAH PRABU SILIWANGI

SEJARAH PRABU SILIWANGI.  Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA Hp: 0878 6440 4347.  A. Berdirinya Istana ...