Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum.
Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA
A. Keutamaan Nama Kuningan
Nama Kuningan memiliki beberapa macam pengertian. Dari asal usulnya Pangeran Adipati Arya Kuningan dilantik menjadi kepala wilayah pada tanggal 1 September 1498. Beliau adalah putra Pangeran Syarif Hidayatullah. Ibunya bernama Kanjeng Ratu Rara Sumanding. Pangeran Syarif Hidayatullah berjasa atas berdirinya Kasultanan Banten dan Kasultanan Cirebon.
Sedangkan Ratu Rara Sumanding masih keturunan kerajaan Pajajaran. Pernikahannya dengan Syarif Hidayatullah melahirkan Pangeran Adipati Arya Kemuning. Kedua bangsawan ini memiliki budi pekerti luhur, berwibawa, cakap, pintar, cerdas, ramah, suka menolong, terampil, dermawan luas, berpandangan jauh ke depan. Masyarakat Kuningan sangat hormat.
Kuningan berasal dari kata kuning. Warna kuning tanda bersiap-siap. Orang hidup perlu perjuangan dalam menghadapi masa depan. Warna hijau tanda jalan terus. Warna merah tanda berhenti. Warna kuning tanda untuk lebih waspada. Adanya warna kuning memberi petunjuk agar manusia mau eling dan waspada, yaitu mau berhati-hati dalam berpikir, berkata dan bertindak.
Padi menguning tanda musim padi akan segera panen. Warna kuning bagi petani padi memberi harapan besar. Pada saat .... petani pesta pora. Panen pangan berlimpah ruah mengantarkan rasa tentram. Pangeran Arya Kemuning pada tanggal 5 Januari 1502 menjadi pelopor pertama diwilayah Kuningan. Petani diajak melakukan kegiatan ritual di Gunung Ciremai.
Kata Kuningan merujuk pada logam yang kerap digunakan untuk perhiasan. Gelang, kalung, cincin, banyak dibuat dari logam kuningan. Pangeran Panjunan adalah pengusaha perhiasan kuningan. Produksi milik Pangeran Panjuruhan banyak dipasarkan di wilayah kerajaan Demak, Ternate, Tidore, Goa, Bugis, Deli Serdang, Siak dan Samudra Pasai. Pangeran Panjunan merupakan pengusaha yang kaya raya.
Pada tahun 1512 Pangeran Panjunan menikah dengan Nyai Ratu Selawati. Beliau cucu Prabu Siliwangi, raja Kraton Pajajaran. Masyarakat Kuningan dipimpin oleh orang yang mempunyai kepribadian, keteladanan, keutamaan, keluhuran, keagungan, kejujuran, kepandaian, kekayaan, dan kemurahan. Rakyat Kuningan hidup makmur lahir batin.
Pangeran Sidapurna adalah pemimpin masyarakat Kuningan yang berhubungan erat dengan Sri Susuhunan Amangkurat Agung. Beliau kerap mengadakan pertemuan di Slawi Tegal. Sri Susuhunan Amangkurat Agung tokoh maritim Nusantara. Pada tahun 1654 Pangeran Sidapurna membuat cindera mata untuk kerajaan Mataram. Order cindera mata ini dalam jumlah besar. Keuntungan pengusaha Kuningan pun berlipat ganda.
Pengusaha Kuningan yang amat terkenal yakni Pangeran Rama Ireng. Pada tahun 1713 Kanjeng Ratu Mas Balitar, permaisuri Paku Buwana I bekerja sama dengan Pangeran Rama Ireng. Beliau mempunyai usaha batik tenun. Sebagai pengusaha terkenal Pangeran Rama Ireng mempunyai jaringan bisnis di Pekalongan dan Laweyan. Pemasaran industri tenun kuningan sampai ke kota Tamasek Singapura.
Saudagar kaya raya yang bergerak dalam bidang agrobisnis bernama Haji Hasan Maulani. Beliau ahli agama yang tekun berdagang hasil bumi. Pada tahun 1816 Haji Hasan Maulani menjadi tim penyusun serat Centhini. Kontribui beliau dalam bidang ekologi pegunungan untuk didaerah Pasundan. Nama gunung dan hasil kekayaan alam diuraikan dengan rapi urut patut.
Haji Hasan Maulani merupakan tokoh yang penuh dengan suri teladan. Beliau selalu ingat dengan suri teladan. Beliau selalu ingat dengan ajaran luhur pemimpin Kuningan. Misalnya Syekh Maulana Akbar, Syekh Datuk Kahfi, Syekh Maulana Arifin. Mereka merupakan seorang yang mempunyai integritas, kapasitas, kapabilitas. Generasi muda perlu mengetahui biografi para leluhur yang telah berjuang demi masyarakat.
B. Perkembangan Kabupaten Kuningan
Masyarakat Kuningan mengenang jasa Pangeran Aom Adali Surya Nataatmaja. Beliau menjabat Bupati Kuningan pada tahun 1910 – 1921. Perjuangan Pangeran Aom Adali Surya Nataatmaja berdasarkan amanat luhur para tokoh Kuningan yang populer di mata rakyat. Beliau seorang pemimpin yang sadar tentang sejarah.
Pada tahun 1920 Bupati Kuningan mengadakan diskusi tentang kehidupan Kuningan jaman Neolitikum dan Megalitikum. Beliau tertarik dengan peninggalan sejarah yang terdapat di Kampung Cipari Cigugur. Hadir tokoh-tokoh dari Ciawi Gebang, Cibeureum, Cibingben, Cidaku, Cigandamekar, Cilebak.
Kepanitiaan diskusi yang mengurusi soal acara diserahkan pada warga Cilimus, Cimahi, Ciniru, Cipicung, Ciwaru. Adapun konsumsi diserahkan pada warga Darma, Garawangi, Hantara, Jalaksana, Japara, Kadugede, Kalimanggis, Karang Kancana. Bidang hubungan masyarakat dilakukan oleh warga Kramatmulya, Lebakwangi, Luragung, Maleber, Mandiracan, Nusaherang. Pancalang, Pasawahan. Adapun Selajambe, Sendangagung, Subang. Mereka sadar terhadap arti penting kejayaan nenek moyang pada masa lampau.
Mulai tanggal 1921 Kuningan dipimpin oleh Raden Mohammad Ahmad. Bupati Kuningan ini berwawasan luar, gemar, membaca dan memberi apresiasi tinggi pada pekerja seni. Pada tahun 1922 beliau mengadakan lomba membaca Roman Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Generasi muda diharap bisa mengambil pesan dalam kesusasteraan.
Dari acara perlombaan ini lantas timbul gagasan untuk mengadakan lomba baca sastra tiap tahun. Beberapa buku yang pernah dibahas untuk acara perlombaan misalnya Roman Salah Asuhan karya Abdul Muis. Pada tahun 1923 lomba baca Roman Salah Asuhan ini semakin semarak. Bupati Kuningan ini kerap datang dan menyapa peserta lomba.
Tokoh Balai Pustaka, yaitu Merari Siregar pernah diundang ke kabupaten Kuningan pada tahun 1925. Beliau memberi ceramah tentang manajemen percetakan, penerbitan dan penulisan. Penerbit Balai Pustaka memberi kesempatan pada pemuda pemudi yang berbakat untuk menulis ilmu pengetahuan. Bupati Kuningan mendorong kegiatan kreatif.
Penyelenggaraan acara budaya berlangsung besar-besaran pada tahun 1932. Bupati Kuningan mengundang tokoh kebudayaan seperti Sutan Takdir Alisyahbana yang mengarang roman Layar Terkembang. Pembicara lain yaitu Sanusi Pane, Armyn Pane, Purba Caraka, Mohammad Yamin, Ki Hajar Dewantara. Acara ini berlangsung tujuh hari. Pekan budaya Kuningan ini melahirkan kesadaran peradaban.
C. Para Bupati Kuningan yang Selalu Bekerja demi Nusa dan Bangsa
1. R. Aom Adali Soejanataatmadja 1919 – 1921
2. R. Mohamad Ahmad 1921 – 1940
3. R. Umar Said 1940 – 1942
4. Rifai 1942 – 1945
5. R. Noer Armadibrata 1945 – 1947
6. R. Asikin Joedadibrata 1947 – 1948
7. R. Hollan Soekmadiningrat 1948 – 1949
8. R. Abdoel Rifai 1949 – 1950
9. R. Moch. Hafil 1950 – 1951
10. R. Tikok Moch. Ichlas Abdurrahman 1951 – 1952
11. R. Soemitra 1952 – 1954
12. Tb. Amin Abdulah 1954 – 1957
13. Yusuf 1957 – 1958
14. Saleh Alibasah 1958 – 1961
15. Usman Djatikusumah 1961 – 1966
16. S. Soemintaatmadja 1966 – 1967
17. R. Aruman Wirananggapathi 1967 – 1973
18. Karli Akbar 1973 – 1978
19. R.H. Unang Sunardjo, S.H. 1978 – 1983
20. Drs. H. M. Djufri Pringadi 1983 – 1988
21. Drs. H. Subandi 1988 - 1993
22. H. Yeng D.S. Partawinata, S.H. 1993 – 1998
23. Drs. H. Arifin Setiamihardja, M.M. 1998 – 2003
24. H. Aang Hamid Suganda, S.Sos 2003 – 2013
25. Hj. Utje Hamid Suganda, S.Sos. M.AP. 2013 – 2016
26. H. Acep Purnama, S.H, M.H 2016 - 2023
Warga Kuningan menyebar ke seluruh kawasan nusantara. Mereka terkenal sebagai insan yang ulet, tangguh dan gigih dalam usaha. Semangat juang mereka perlu ditiru oleh generasi muda. Kegiatan ekonomi mandiri telah menghidupkan semangat para perantau. Bupati Kuningan selalu memberi dukungan.
Pada masa depan kabupaten Kuningan selalu bertambah makmur. Warganya hidup guyub rukun, bersatu, manunggal. Pemimpin dan rakyat bersepakat untuk mewujudkan kabupaten Kuningan menjadi maju. Oleh karena itu mereka bersama-sama bekerja keras. Demi tujuan mulia.
Kesadaran historis rakyat Kuningan sangat tinggi. Mereka menghayati keteladanan yang diberikan oleh para leluhur. Misalnya cerita tutur tentang berdirinya kerajaan Kuningan, dengan rajanya bernama Rahiyang Tangkuku atau Sang Kuku. Cerita sejarah ini amat dihormati oleh warga Kuningan yang tinggal di daerah pedesaan. Raja Seuweukarma bertahta di Saunggalah. Beliau memberi ajaran tentang Sang Dyang Dharma, yang mengajarkan kebajikan hidup.
Dalam Carita Parahyangan terdapat tiga pengayoman yang memerintah masyarakat Kuningan. Ketiganya yakni Rama, Resi, Ratu. Mereka memiliki tugas berlainan. Rama memimpin upacara adat. Resi memimpin upacara keagamaan. Ratu memimpin tata pemerintahan. Kepemimpinan tradisional itu membuat masyarakat Kuningan berjalan selaras serasi seimbang.
Keteladanan Maharesi Demunawan menjadi inspirasi pemimpin Kuningan. Beliau mengajarkan konsep Danghyang Kuning, yang berisi tenang etika bernegara dan bermasyarakat. Maharesi Demunawan bersahabat dengan Maharesi Manikmaya, Maharesi Niskala Wastu Kencana. Beliau ini tokoh Pasundan yang amat terhormat.
Rakyan Darmariksa pada tahun 1175 memimpin Kuningan dengan penuh keutamaan. Konsep kepemimpinan pemimpin Kuningan ini berlanjut hingga sekarang. Tokoh Kuningan berikutnya seperti Haji Doel Iman, Ki Gedeng Kasmaya, Ki Gedeng Luragung terus melestarikan kebajikan para leluhur Kuningan.
Sejarah panjang masyarakat Kuningan banyak memberi pelajaran. Generasi muda Kuningan sekarang siap untuk melanjutkan cita-cita para pendahulu. Masyarakat Kuningan berjaya sentosa dalam menyongsong masa depan yang gemilang.
Ditulis oleh Dr. Purwad, M.Hum; 31 Agustus 2020
Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta, 087864404743
Tidak ada komentar:
Posting Komentar