Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum; Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA
A. Asal Usul Nama Sumedang Larang
Sumedang Larang berasal dari rangkaian kata Su berarti indah, megah, mewah, meriah, bagus, cantik, elok, permai, baik, terang, cerah, cemerlang dan gemilang. Medang artinya pedang yang digunakan untuk mengupas intisari makna kehidupan. Larang memiliki makna mahal, tinggi, luhur, agung, hebat, kuat, kokoh. Dengan demikian nama Sumedang Larang mengandung arti alat kehidupan yang berwujud keindahan demi tercapainya cita-cita kemasyarakatan menuju kesejahteraan lahir batin.
Makna Sumedang Larang dijabarkan oleh Pangeran Angkawijaya pada tanggal 22 April 1578. Pada saat itu Pangeran Angkawijaya dinobatkan menjadi raja Sumedang Larang, dengan gelar Kanjeng Sinuwun Prabu Geusan Ulun. Beliau memimpin kerajaan Sumedang Larang dengan bijaksana. Siang malam bekerja untuk kesejahteraan rakyat. Raja Sumedang Larang terkenal ramah tamah, rendah hati, berbudi luhur, berjiwa agung, tegas, tangkas, trampil, cerdas, pintar, cekatan, tampan, gagah berwibawa.
Prabu Geusan Ulum berasal dari keluarga terpandang. Ibunya bernama Ratna Dewati, putri Prabu Guru Aji Putih, raja kraton Galuh. Ayahnya Prabu Surya Dewata, yang memerintah kerajaan Pajajaran. Pangeran Angkawijaya atau Prabu Geusan Ulun nyata-nyata berdarah biru. Keturunan ningrat Pasundan ini terkenal berilmu tinggi dan sakti mandraguna. Beliau ahli pemerintahan, kuat dalam kebatinan dan memiliki pusaka aji kawijayan.
Begawan Bujangga Mansik menjadi guru spiritual Prabu Geusan Ulun. Lewat kitab Kropak beliau belajar tentang birokrasi, biologi, ekonomi, antropologi, psikologi, sosiatri, bahasa, sastra, sejarah, filsafat dan budaya. Kemahiran Prabu Geusan Ulun dalam memerintah juga berkat pendidikan yang diberikan oleh Prabu Tajimalela, raja kraton Tembong Agung atau Himbar Buana. Prabu Tajimalela adalah kakak kandung Ratna Dewati. Paman dan kemenakan ini sama-sama gemar ilmu tata praja.
Pada tanggal 17 April 1579 Prabu Geusan Ulun mendapat kunjungan kenegaraan dari kerajaan Pajang. Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, raja Pajang memang menjalin hubungan diplomasi dengan kerajaan Sumedang Larang. Dua orang raja hebat ini sempat melakukan meditasi di Gunung Tampomas. Proses semedi di gunung menjadi sarana para raja untuk memperoleh ketajaman spiritual.
Jalinan persahabatan antara kerajaan Pajang dengan Sumedang Larang berjalan cukup mengakar. Prabu Geusan Ulun diajak sowan ke Kadilangu Demak Bintara. Di sana beliau berguru kepada Sunan Kalijaga. Dalam perguruan Kadilangu ini Prabu Geusan Ulun mendapat dukungan dari Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Penjawi, Ki Ageng Juru Mertani, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Pringapus. Para pakar kejawen ini pernah diundang ke wilayah Pasundan untuk melakukan pelatihan budaya.
Penobatan Panembahan Senopati sebagai raja Mataram terjadi pada tahun 1582. Prabu Geusan Ulun diundang sebagai tamu kehormatan. Permaisuri Panembahan Senopati bernama Ratu Waskita Jawi, putri Bupati Pati. Atas kemurahan Ratu Waskita Jawi inilah kerajaan Sumedang Larang mendapat sumbangan kayu jati. Kantor pemerintahan kerajaan Sumedang Larang dibangun dari kayu jati pilihan. Ratu Waskita Jawi juga mengirim ahli ukir Jepara ke Sumedang Larang
Sebagai penerus kerajaan Pajajaran, Prabu Geusan Ulun mendapat warisan pusaka keris Panunggul Naga. Pusaka ini memang ampuh, tangguh, sepuh, berpengaruh. Dulu tiap tahun keris Panunggul Naga dikirab untuk menolak balak. Semua hama, wabah, penyakit bisa dilenyapkan oleh pusaka Panunggul Naga. Rakyat Sumedang Larang merasa mendapat pengayoman, perlindungan, pertahanan. Pada tahun 1586 dilakukan kirab untuk mencegah terjadinya pageblug. Prabu Geusan Ulun naik kereta kencana berkeliling kota.
Pusaka Pajajaran yang diwarisi oleh kerajaan Sumedang Larang adalah Mahkota Binokasih. Rakyat Sumedang meyakini pusaka Mahkota Binokasih dapat mendatangkan kemakmuran, kejayaan, keselamatan, keluhuran, kewibawaan. Setiap bulan purnama pusaka Mahkota Binokasih diberi sesaji berupa minyak srimpi, dupa, kemenyan, ratus, garu, rasamala, kembang telon, kembang piton, jajanan pasar, rokok klobot serta ubi jalar.
Pangeran Kusumadinata meneruskan kejayaan leluhur. Sumedang Larang menjalin kekerabatan dengan kerajaan Cirebon, Banten, Mataram. Mereka hidup rukun damai. Malah di antara mereka, lantas menjalin kekeluargaan dengan pernikahan. Pangeran Kusuma Dinata menikah dengan Ratu Maduretna, putri Sinuwun Prabu Hadi Hanyakrawati, raja Mataram yang memerintah tahun 1601 – 1613. Persahabatan antar kerajaan berlangsung semakin kokoh.
B. Perkembangan Wilayah Sumedang yang Semakin Agung Wibawa
Kepemimpinan Sumedang mencapai prestasi yang amat mengagumkan terjadi pada tahun 1683. Pangeran Kusuma Adilaga mengirim pemuda Sumedang belajar kerajinan perak di Kotagedhe. Sebagian pemuda dikirim ke Tanggulangin untuk belajar penyamakan kulit. Pengiriman tenaga trampil ini bertujuan untuk membentuk sikap mandiri ekonomi. Program ini berjalan atas kerjasama dengan Sri Susuhunan Amangkurat Mataram Kartasura.
Pemerintahan Pangeran Kusuma Adijaya giat belajar tentang konsep maritim. Pada tahun 1723 atas undangan Sinuwun Amangkurat Jawi, pemuda Sumedang belajar manajemen pelabuhan di daerah Tegal. Dari pelatihan ini lahir tenaga trampil dari Sumedang yang siap bekerja di pelabuhan Tanjung Priok. Lebih dari itu mereka membuat usaha perikanan dengan kualitas ekspor. Sebagian meniti karier dalam bidang pelayaran.
Pengembangan ekonomi Sumedang dilakukan oleh Pangeran Kusuma Hadiatmaja pada tahun 1802. Beliau mengirim para pemuda berbakat untuk belajar pembuatan garam di Kalianget Madura. Usaha pelatihan ini atas kerjasama dengan Raden Ajeng Sukaptinah. Beliau adalah putri Bupati Pamekasan Adipati Cakraningrat, yang menjadi permaisuri Sinuwun Paku Buwana IV, raja Surakarta Hadiningrat. Kelak banyak warga Sumedang rantau yang sukses menjadi pengusaha kuliner. Misal tahu Sumedang.
Pengiriman budayawan Sumedang dilakukan oleh Pangeran Kusuma Hadisurya pada tahun 1849. Mereka disuruh belajar membuat metrum macapat kepada pujangga kraton Surakarta Hadiningrat, Raden Ngabehi Ranggawarsita. Para sastrawan Sumedang mempelajari epos Mahabarat Ramayana. Cerita ini dikembangkan di daerah Sumedang, dengan ditulis ulang. Bahasa dan aksara Sunda digunakan untuk menulis lakon wayang yang bernilai sastra.
Perkebunan teh mendapat perhatian dari Pangeran Aria Suriatmaja pada tahun 1871. Beliau mengirim pemuda untuk belajar manajementeh di desa Candi, Ampel, Boyolali. Hasil dari studi banding ini digunakan sebagai bahan untuk menyusun kebijakan agrobis. Bersama dengan warga pegunungan Tangkuban Perahu, Tampomas dan Salak beliau mendukung budidaya tanaman teh. Pangeran Aria Suriatmaja termasuk pemimpin yang kaya raya. Beliau mengajak pemuka agama pergi haji ke Mekkah. Tentu dengan biaya yang ditanggung Pangeran Aria Suriatmaja. Inilah keteladanan seorang pemimpin sejati.
Adipati Arya Martanagara pernah belajar ketrampilan pahat batu di Muntilan Magelang. Pada tanggal 22 Juli 1922 beliau membuat peresmian karya seni tinggi. Yakni tugu lingga. Tugu Lingga ini menjadi kebanggaan bagi sebagian warga Sumedang. Generasi sekarang perlu tahu semangat dan arti filosofis Tugu Lingga.
Ilmu pengetahuan harus dipelajari dengan sungguh-sungguh. Adipati Arya Martanagara menganjurkan masyarakat Sumedang untuk membaca kitab Waruga Jagat. Pemimpin Sumedang begitu sadar akan arti penting literasi. Pemuda yang berhasil membaca dengan lancar isi kitab Waruga Jagad diberi hadiah pada tahun 1923.
Nilai keteladanan, kejujuran, keterbukaan, kebajikan, kepahlawanan terdapat dalam kitab Darmaraja. Di sini diajarkan konsep kepemimpinan yang utama. Pemimpin yang baik sebaiknya selalu memperhatikan kesejahteraan rakyat. Misalnya konsep asta brata yang merujuk kepemimpinan dengan basis kesadaran lingkungan. Bagi masyarakat Sumedang pemimpin harus dekat dengan aspek ekologis. Itulah keselarasan antara manusia dan alam yang saling menguntungkan. Alam sekitar harus dijaga, dirawat dan dilestarikan.
Tokoh ekologi yang perlu mendapat penghormatan yaitu Ratu Ratnasia. Beliau juga populer dengan nama Nyi Mas Rajamantri, permaisuri Prabu Sri Baduga Maharaja. Beliau terkenal sebagai bangsawan yang kerap melakukan reboisasi di kawasan Sumedang Larang. Bersama dengan kerabatnya, yaitu Pangeran Martalaya dalam menjaga kebersihan sungai Citarum dan sungai Ciliwung. Irigasi perlu dijaga agar pertanian dapat berjalan lancar. Pengairan merupakan sarana penting dalam usaha mewujudkan ketahanan pangan.
Pelopor kebudayaan Sumedang telah ditunjukkan oleh Sunan Guling yang rajin melakukan pengajaran. Pangeran Tirtakusumah memberi contoh pengajaran irigasi. Maka beliau mendapat gelar Sunan Patnakan. Perjuangan ini diteruskan Ratu Sintawati. Masyarakat Sumedang perlu mengenang jasa besar para tokoh masa lampau. Terlebih-lebih para generasi sekarang yang akan menjadi pemimpin masa depan. Harus mau belajar sejarah leluhur.
C. Para Bupati Sumedang yang Menjunjung Keluhuran Budi.
1. Aria Suria Kusumah Adinata 1945 – 1946
2. Hasan Suria Sacakusumah 1946 – 1947
3. Tumenggung Singer 1947 – 1949
4. Hasan Suria Sacakusumah 1949 – 1950
5. Abdurachman Kartadipura 1950 – 1951
6. Sulaeman Suwita Kusumah 1951 – 1958
7. Enoh Suriadi Kusumah 1958 – 1960
8. Muhammad Hafil 1960 – 1966
9. Adang Kartaman 1966 – 1970
10. Drs. Supian Iskandar 1970 – 1977
11. Drs. Soejoed 1977 – 1978
12. Drs. Kustandi Abdurachman 1978 – 1983
13. Drs. Sutarja 1983 – 1993
14. Drs. Moch Husein Jacjasaputra 1993 – 1998
15. Drs. Misbach 1998 – 2003
16. Dr. Don Murdono, M.Si 2003 – 2013
17. Endang Sukandar 2013
18. Ade Irawan 2013 – 2016
19. Eka Setiawan 2016 – 2018
20. Dony Ahmad Munir 2018 – 2023
Pengembangan wilayah Sumedang sudah dilakukan pada masa silam, masa kini dan akan berlanjut pada masa mendatang. Pemimpin Sumedang sudah berusaha dengan sekuat tenaga. Masyarakat mendukung penuh, sebagaimana ungkapan ing ngarsasung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Konsep kepemimpinan itu sudah dilaksanakan oleh pemimpin dan rakyat Sumedang.
Pelaksanaan pembangunan wilayah Sumedang berlandaskan konsep cipta rasa karsa atau aspek logika etika estetika. Dalam bahasa sehari-hari warga Sumedang selalu membuat keselarasan dalam bidang kebenaran, kebaikan dan keindahan. Masyarakat kabupaten Sumedang selalu berjiwa besar berbudi luhur. Bisa dijamin masa depan Sumedang semakin arum kuncara berjaya di jagad raya.
Ditulis oleh Dr. Purwadi, M.Hum
Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta, Hp. 087864404347
Tidak ada komentar:
Posting Komentar