Minggu, 29 November 2020

SEJARAH KABUPATEN KENDAL

SEJARAH KABUPATEN KENDAL

Oleh Dr Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, hp. 087864404347. 

A. Pembentukan Kabupaten Kendal atas Usul Sinuwun Prabu Hadi Hanyokrowati

Kabupaten Kendal mendapat perhatian istimewa dari Raja Pajang dan Raja Mataram. Sejak tahun 1578 Pangeran Benowo, putra Joko Tingkir, Raja Pajang mendirikan perguruan Al Hamid di Kaliwungu Kendal. Murid-muridnya berasal dari seluruh kawasan Nusantara. Pondok Pesantren Al Hamid memadukan pengajaran agama, umum dan ketrampilan.

Pada tahun 1582 Panembahan Senapati menjadi Raja Mataram. Hubungan Pangeran Benowo dengan Panembahan Senapati begitu akrab, dekat, bersahabat dan bersaudara. Putri Pangeran Benowo bernama Dyah Banowati, dinikahkan dengan Raden Mas Jolang, putra Panembahan Senopati. Keduanya menjalin hubungan kekerabatan lewat perkawinan. Dari pernikahan Dyah Banowati dengan Raden Mas Jolang ini lahir Raden Mas Jatmiko atau Kanjeng Sultan Agung Hanyokro Kusumo.

Pada tahun 1601 Raden Mas Jolang dinobatkan menjadi raja Mataram dengan gelar Kanjeng Sinuwun Hadi Prabu Hanyokrowati. Selama menjabat sebagai eksekutif Mataram, beliau didampingi oelh Joko Bahu atau Pangeran Sosrobahu. Beliau adalah putra kedua Pangeran Benowo. Jadi kedudukannya di Mataram cukup kuat. Adik ipar raja ini cukup disegani.

 Pangeran Sosrobahu memiliki kecerdasan, keterampilan, kewibawaan, kemampuan, kejujuran, keutamaan, kemanusiaan, keadilan, kerohanian, kepandaian yang dapat diandalkan. Beliau merupakan satriya linuwih prajurit sinakti.

Kecapakan Joko Bahu diperoleh dari Kraton Pajang saat diasuh oleh Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijoyo. Sang kakek me-ngajari Joko Bahu dengan beragam ilmu kesaktian, olah gelaring prajurit, kawruh satataning panembah, tata cara sambang sambung, srawung, tulung- tinulung. Raja Pajang yang mengajari pengetahuan tata praja, ilmu hukum, diplomasi, birokrasi dan kepemimpinan. Ketajaman batin Joko Bahu diasah dengan cegah dhahar lawan guling.

Ilmu agama didapatkan dari Perguruan Al Hamid Kali-wungu Kendal. Joko Baku tampil sebagai generasi yang ideal. Kerajaan Mataram beruntung sekali. Tenaga dan pikiran Joko Baku siang malam dipersembahkan untuk rakyat banyak. Tugas yang diemban selalu dilaksanakan dengan sempurna. Joko Bahu tak mau kerja di Mataram hanya mengandalkan hubungan darah. Kenyataannya beliau adalah adik kandung Dyah Banowati, permaisuri Raja Mataram.

Loyalitas, dedikasi dan prestasi Joko Bahu mendapat apresiasi dari seluruh jajaran birokrasi Mataram. Namanya kondang kaonang- onang. Atas pertimbangan Patih Mandaraka, Sinu-wun Prabu Hadi Hanyakrawati mengadakan sidang kenegaraan. Kerajaan Mataram sudah tertata dengan baik. Rakyat hidup rukun aman damai. Murah sandang pangan. Kali ini rapat memabhas tentang pembinaan teritorial. Daerah pesisir harus semakin maju dan berkembang. Kegiatan rapat ini terjadi pada tanggal 25 Mei 1605.

Hasil rapat pleno kerajaan Mataram memutuskan bahwa status daerah Kendal dinaikkan menjadi kabupaten otonom. Perlu segera ditunjuk pejabat bupati yang memimpin kabupaten Kendal. Rapat istimewa itu dihadiri oleh perwakilan keluarga keturunan Demak, Pajang, Jepara, Pengging, Tegal dan Pati. Sua-sana sidang di Mataram berjalan lancar. Semua peserta sidang sepakat menunjuk Joko Bahu atau Pangeran Sosrobahu sebagai bupati Kendal.

Upacara pelantikan pun segera dipersiapkan. Sinuwun Prabu Hadi Hanyakrawati adalah narendra gung binathara, mbahu dhendha nyakrawati, ambeg adil paramarta, memayu ha-yuning bawana, keputusan menetapkan Kendal sebagai Kabu-paten otonom membuat gembira semua kalangan. Sedangkan Joko Bahu atau Pangeran Sosrobahu segera menata diri. Mikul dhuwur mendhem jero adalah ajaran keutamaan untuk menghormati leluhur. Beliau terlebih dulu sowan ke pasareyan Sri Makurung Handoyoningrat, Bupati Pengging yang menurunkan dirinya. Di sana Joko Bahu juga minta doa kepada Eyang Ratu Pembayun, putri Sinuwun Prabu Brawijaya raja Majapahit.

Perjalanan sejarah lantas dilanjutkan ke Butuh Sragen. Joko Bahu minta doa restu kepada leluhur yang sangat berjasa. Di sinilah dimakamkan Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, Kebo Kenongo, Lembu Amiluhur, Ki Ageng Butuh dan para pembesar kerajaan Pajang. Dari Butuh Sragen lantas pergi ziarah ke makam Ki Ageng Tarub dan Ki Ageng Sela. Beliau berdua adalah leluhur raja Mataram. Dari grobogan dilanjutkan nyekar di pasareyan Ki Ageng Penjawi, Ki Ageng Ngerang dan Sunan Prawoto di Sukolilo Pati. Begitulah tata cara Joko Bahu sebelum upacara pelantikan Bupati Kendal. .

Tepat pada hari Jum’at Pahing 12 Rabiul Awal 1014 H atau 28 Juli 1605 Joko Bahu atau Pangeran Sosrobahu dilantik menjadi Bupati Kendal. Upacara pelantikan langsung dipimpin oleh kanjeng Sinuwun Prabu Hadi Hanyokrowati raja Mataram. Beliau didampingi Kanjeng Ratu Dyah Banowati. Hadir pula Patih Mandaraka, undangan dari Trah Pengging, Madiun, Pati, Demak, Jepara, Semarang, Tegal. Mereka turut ngestreni dan mangayu bagya atas dilantiknya Joko Bahu sebagai Bupati Kendal dengan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Bahurekso. Kawula Kendal yang tinggal di kutha ing ngakutha, desa ing ngadesa, gunung ing ngagunung padha suka parisuka. 

B. Kabupaten Kendal Membangun Peradaban Agung

Tepa palupi kang utama. Segenap pikiran, tenaga dan waktu dicurahkan KRT Bahurekso buat kemajuan dan kesejahteraan rakyat Kendal. KRT Bahurekso sangat sakti mandraguna. Beliau suka menjalankan lara lapa tapa brata. Tapa ngidang, tapa ngalong, tapa ngiwak dilakukan secara periodik. Tapa ngrame, tapa kungkum, tapa ngeli, tapa pendhem, tapa gantung dilaksanakan demi kasantosan pribadi. Tak lupa tapa nggenora mba-nyuara. Wajar sekali bila KRT Bahurekso dibedhil nyisil tinombak mendat jinara menter.

Makhluk halus di alas Roban tunduk kepada KRT Bahurekso. Beliau memiliki sifat kandel dan pusaka yang diperoleh dari kerajaan Pajang dan Mataram. Pusaka itu disimpan di pendopo kabupaten Kendal. Dulu yang menjaga kamar pusaka ini adalah Nyai Gadhung Melathi, abdi dalem Karaton Mataram. Sejak tahun 1607 Kanjeng Ratu Banowati mengangkat Nyai Gadhung Melathi untuk menjaga pusaka di Kabupaten Kendal.

1. Tombak Kyai Tanggul Manik. 

Pusaka Kabupaten Kendal yang berwujud Tombak. Gunanya untuk menjaga keamanan, kenyamanan dan ketentraman rakyat dari tindakan jahat musuh. Pelaku kejahatan akan jatuh, tersingkir dan tergeletak saat tombak Kyai Tanggul Manik digunakan. Barisan musuh akan lari kocar-kacir.

2. Keris Kyai Gambir Anom. 

Kemampuan keris ini bisa membuat tanah Kendal menjadi subur. Tanaman tumbuh menghijau. Palawija berbuah me-limpah. Padi panen dengan menggembirakan. Bahkan keris Kyai Gambir Anom mampu mengusir segala hama. Sejenis hama wereng, ulat, tikus, kala sundep akan menyingkir. Petani Kendal merasa mendapat pengayoman.

3. Bendera Kyai Bang Sumirat.

Pusaka bumi Kendal yang berwujud bendera ini berguna untuk menghalau aneka ragam pageblug mayangkara. Pe-nyakit menular, wabah berbahaya bisa diatasi. Dengan kirab bendera Kyai Bang Sumirat. Kirab ini dilakukan bupati Kendal dengan diiringi barisa prajurit Kraton Mataram. Betul juga wabah penyakit menular seger sirna, rakyat hidup aman damai.

4. Payung Kyai Tanjung Wiring. 

Pusaka Kendal ini hadiah dari Kanjeng Ratu Waskitha Jawi. Beliau adalah putri Bupati Penjawi Pati yang menjadi permaisuri Panembahan Senapati. Diberikan kepada KRT Bahurekso, agar rakyat Kendal selalu mendapat kawibawan, kawidadan, kabagyan, kamulyan lan karaharjan. Payung Kyai Tanjung Wiring melindungi Kabupaten Kendal dari kepanasan dan kehujanan, biar rakyat selalu ayom dan ayem, agung dan anggun.

5. Bokor Gadhing Wiring. 

Pusaka Nyai Gadhing Wiring berupa bokor yang digunakan untuk upacara besar. Bila tamu agung datang, maka bokor ini akan membuat peserta upacara akan tampil cerah, ceria, gemerlapan, senang, bahagia, berseri -seri. Bokor Nyai Gadhing Wiring bahkan dapat membuat tampan dan cantik seseorang. Suasana upacara bertambah luwes, dhemes, pantes merak ati. Nyai Bokor Gadhing Wiring perpaduan daya linuwih sri taman dan sri gunung, yang mencerminkan keindahan dari jarak jauh dekat. Kabupaten Kendal katon asri anglam -lami.

Kabupaten Kendal selalu aktif dalam pembangunan segala bidang. Pada tahun 1650 Bupati Kendal, Tumenggung Wongso wiroprojo dilibatkan dalam pembangunan maritim di Kabu-paten Tegal. Beliau dipercaya oleh Sinuwun Amangkurat Tegal Arum untuk mengurusi logistik pelabuhan, pelayaran dan perikanan. Banayk rakyat Kendal yang membantu pembangunan pelabuhan Tegal. Mereka mendapat imbalan yang tinggi, sehingga cukup untuk menghidupi anak istri.

Pada tahun 1745 Bupati Kendal Tumenggung Singo wijoyo II mendapat kepercayaan dari Sinuwun Paku Buwono II. Perpindahan ibukota dari Kartasura ke Surakarta tak lepas dari bantuan rakyat Kendal.

Pembangunan istana Karaton Surakarta selanjutnya juga atas partisipasi rakyat Kendal, terutama yang tinggal di sekitar Alas Roban. Oleh karena itu sampai sekarang rakyat kabupate Kendal memiliki hubungan yang amat erat dengan Karaton Surakarta Hadiningrat. Mereka turun- temurun bersedia menjadi abdi dalem.

Pembangunan jalan kereta api yang melintasi wilayah Kendal atas jasa Sinuwun Paku Buwono IX yang memerintah tahun 1861-1893. Bahkan Sinuwun Paku Buwono pada tahun 1883 sempat diskusi dengan Bupati Tegal Tumenggung Aryo Notohamiprojo. Dalam pertemuan itu disinggung pula pemba-ngunan stasiun yang berada di wilayah Kaliwungu. Bagi Karaton Surakarta Hadiningrat, Kaliwungu memiliki sejarah yang penting. Karena itu Kaliwungu harus dihormati, supaya tetap sami wibawa widada rahayu lestari.

C. Para Bupati Kendal dalam menganyam Peradaban Agung.

1. Tumenggung Bahurekso, 1605-1629. Dilantik pada jaman pemerintahan Prabu Hadi Hanyokro-wati, Raja Mataram.

2. Tumenggung Wiroseco, 1629-1641. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Sultan Agung, Raja Mataram. 

3. Tumenggung Merotyudo, 1641-1649. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Sultan Agung, Raja Mataram.

4. Tumenggung Wongsodiprojo, 1649-1650.. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat Tegal Arum, Raja Mataram.

5. Tumenggung Wongsowiroprojo, 1650-1661. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat Tegal Arum, Raja Mataram.

6. Tumenggung Wongsowirosyoyo, 1661-1663. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat Tegal Arum, Raja Mataram.

7. Tumenggung Singowijoyo, 1663-1668. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat Tegal Arum, Raja Mataram.

8. Tumenggung Mertowijoyo I, 1668-1700. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat Amral, Raja Mataram. 

9. Tumenggung Mertowijoyo II, 1700-1725. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat Amral, Raja Mataram.

10. Tumenggung Mertowijoyo III, 1725-1739. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat Jawi, Raja Mataram.

11. Tumenggung Singowijoyo III, 1739-1755. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono II, Raja Mataram.

12. Tumenggung Sumonegoro I, 1755-1780. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono III, Raja Surakarta Hadiningrat.
13. Tumenggung Sumonegoro II, 1780-1785. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono III, Raja Surakarta Hadiningrat.

14. Tumenggung Surohadinegoro II, 1785-1796.. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono III, Raja Surakarta Hadiningrat. 

15. Adipati Aryo Prawirodiningrat I, 1896-1813. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IV, Raja Surakarta Hadiningrat.
16. Adipati Aryo Prawirodiningrat II, 1813-1830. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono III, Raja Surakarta Hadiningrat. 

17. Adipati Purbodiningrat I, 1832-1850. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, Raja Surakarta Hadiningrat. 

18. Adipati Purbodiningrat II, 1850-1855. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, Raja Surakarta Hadiningrat.

19. Adipati Aryo Notohamiprojo, 1857-1891. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, Raja Surakarta Hadiningrat. 

20. Adipati Kamal Notonagoro, 1891-1911. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, Raja Surakarta Hadiningrat.

21. Adipati Cokrohadisastro, 1911-1914. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, Raja Surakarta Hadiningrat.

22. Adipati Aryo Notohamijoyo, 1914-1938. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, Raja Surakarta Hadiningrat.
23. Adipati Noto Mudigdo, 1938-1939. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, Raja Surakarta Hadiningrat.

24. Adipati Sadin Purbonegoro, 1939-1942. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, Raja Surakarta Hadiningrat. 

25. Adipati Kusumohudoyo, 1942-1945. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, Raja Surakarta Hadiningrat.

26. Sukarmo Joyonagoro, 1945-1949. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Seokarno.

27. R. Ruslan, 1949-1950. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Seokarno.

28. Prayitno Partodijoyo, 1950-1956
Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Seokarno.

29. Sujono, 1957-1960. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Seokarno.

30. Salatoen, 1960-1966. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Seokarno. 

31. Mayor Sunardi, 1966-1967. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Seokarno.

32. Letkol. Suryo Suseno, 1967-1972. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Seokarno.

33. Abdussaleh Ronowijoyo, 1972-1979. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto

34. Drs. Herman Sumarmo, 1979-1984. Dilantik pada jaman pe-merintahan Presiden Soeharto.

35. Sudono Yusuf, BA, 1984-1989. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto.

36. Sumoyo Hadiwinoto, SH, 1989-1999. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto.

37. Drs. Jumadi, 1999-2000. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden BJ. Habibie.

38. Hendy Boedoro, SH, 2000-2008. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.

39. Dra. Siti Nur Markesi, 2008-2010. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.

40. Dr. Widya Kandhi Susanti, 2010-2015. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.

41. Kunto Nugroho, 2015-2016. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Joko Widodo.

42. Dr. Mirna Anisa, M.Si, 2016-2021. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Joko Widodo.

D. Jaringan Makhluk Halus yang Pernah diperintah oleh bupati Tumenggung Bahurekso

Sinom

Apuranen sun angetang, lelembut ing nusa Jawi, 
kang rumeksa ing nagara, para ratuning dhedhemit, agung sawabe ugi, yen eling sadayanipun, 
pedah kinaya tulak, 
ginawe tunggu wong sakit, kayu neng lemah sangar dadi tawa.

Kang rumiyin ing bang wetan, Durganeluh Maospahit lawan, Raja Bahureksa
iku, ratuning dhedhemit
Blambangan, kang winarni awasta, Sang Balabatu, aran Butalocaya, kang rumeksa ing Kadhiri, 
Prabuyeksa kang rumeksa Giripura.

Sidagori ing Pacitan
Kaduwang, si Klenthing mungil 
Endrayaksa ing Magetan, Jenggala si Tunjungputih, 
Prangmuka Surabanggi, 
Pananggulan Abur- abur, Sapujagat ing Jipang, Madiyun si Kalasekti, pan si Koreb lelembut ing Pranaraga.

Singa barong Jagaraga, Majenang Trenggiling wesi, 
Macan guguh Garobogan, 
Kalajangga Singasari, Sarengat Barukuping, Balitar si Kalakatung, 
Batukurda ing Rawa, 
Kalangbret si Sekargambir, 
Carub- awor kang rumaksa ing Lamongan.

Gurnita ing Puspalaya, si Lempur ing Pilangputih, 
si Lancuk aneng Balora, Pagambira Kalasekti, Kedhunggene 
Ni Jenggi, Ki Bajang klewer puniku, 
Langsem Kala brahala, Sidayu si Cicingmurti, 
Ki Jalangkah ing candi Kahyanganira.

Semarang Baratkatiga, 
Pakalongan Gunturgeni, Pecalang si Sambangyuda, 
Sarwaka ing Sukawati, ing padhas Nyai Ragil, Jaya lelana ing Suruh, 
Buta trenggiling Tegal, ing Tegal si Gunting -geni, Kaliwungu Gutuk api kang rumeksa.

Magelang ki Samaita, Dhadhung awuk Geseng nenggih, Buta salewah ing Pajang, Manda- manda ing Matawis, Paleret Rajekwesi, Kuta gedhe Nyai Panggung, Pragota Kartasura, Cirebon Setan Koberi, Jurutaman ingkang aneng Tegal layang.

Genawati ing Seluman, Ki Kemandhang Wringin putih, Si Karetek Pajajaran, 
Sapuregel ing Batawi, ki Drusul ing Banawi, ingkang aneng gunung Agung, Ki Tlekah ngawang- awang, ki Tlapa ardi Marapi, 
Ni Taruki ingkang ana ing Tunjungbang.

Setan Kareteg ing Kendal, Pamasuhan Sapu angin, 
Kresnapada ing Rangkudan, Ni Pandansari ing srisig, kang aneng Wanapeti, Palang karsa wastanipun, 
Ki Candhung ing Sawahan, Plabuhan Ki Dudukwarih, 
Batutukang kang aneng ing palayangan. 

Ni Rara Aris ing Bawang, ing Tidar Ki Kalasekti, ki Padareksa Sundara, Ki Jalela ardi sumbing, 
Ngungrungan Kesbumurti, Ki Krama ardi Rebabu, 
Nirbangsan ardi Kombang, Prabu Jaka ardi Kelir, 
Ajidipa gunung Kendeng kang den reksa.

Ing pasisir Butakala ing Tlacap, 
si Kalasekti Kalanadhah, ing Banyumas, 
Sigaluh aran si Pentul, Banjaran Ki Wewasi, Kyai Korog ing Lowanu, gunung Duk Geniyara, Nyai Bureng Parangtritis 
Drembamoha, ingkang aneng Prabalingga. 

Ki Kerta Sangkal bolongan, Kedhung gandong 
Winongsari, ing Jenu Ki Karungkala, 
ing Pengging Banjaransari, 
ing Kedhu kang nenggani, anama Ki Candralatu, gunung Kendhalisada 
Ketek putih kang anenggani, 
Bataglemboh ing Ayah kahyanganira.

Ni Roro Dhenok ing Demak, ing Tuban Nyai Bathinthing, 
ing Kuwu Kajual payal si Jungkit, ing Guyang nenggih, 
Trenggalek Ni Daruni, Tunjungseta Cemarasewu, 
Kalawadhung, Kenthongan Jepara Ki Wanengtaji, 
Bagus Anom ing Kudus kahyanganira.

Magiri Ki Manglar monga, ing Gading Ki Puspasari, Ketanggung ki Klanthung welah, 
Brengkelan si Banaspati, 
Ni Kopek ing Manolih, ing Tengah si Sabuk-ala, 
Nglandak Ki Mayangkara, 
si Gori Kedhung cuwiri, Baru klinthing ingkang ana ing Bahrawa.

Sunan Lawu ing Argapura, ing Bayat si Puspakati, Cucuk dhandang ing Kartikan, kulawarga Tasik Wedhi, kali opak winarni, Singga bawana ranipun, 
si Kecek Pajarakan, 
Cingcing goling Kaliwening, 
ing Dhahrama Ulawelang kang rumeksa.

Kang aneng Kayu landheyan, Ki Daruna Ni Daruni, 
Bagus Karang aneng Roban Sangujaya, Udan riris
Sidarangga Delepih, si Gadhung Kedhung garunggung, 
kang neng Bojanagara, Citranaya kang nenggani, 
Genapura kang aneng ing Majapura.

Kabupaten Kendal memiliki hubungan erat dengan kerajaan Mataram dan Kraton Surakarta Hadiningrat. Kabupaten Pesisir lor ini punya masa lampau yang gemilang. Sejarah ini telah memberikan nuansa yang agung dan anggun bagi sekalian warganya.

Kawruh kautaman memang perlu. Nilai historis dan filosofis warisan para raja dan pujangga Kraton lmenjadi acuan bagi rakyat Kabupaten Kendal. Dengan harapan Kabupatenl Kendal benar -benar ageng agung ayem ayom lahir batin.

SEJARAH KABUPATEN BANJARNEGARA

SEJARAH KABUPATEN BANJARNEGARA

Oleh Dr Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, hp. 087864404347. 

A. Berdirinya Kabupaten Banjarnegara pada Masa Kraton Pajang. 

Kerajaan Pajang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir. Dalam sejarahnya selalu dekat dengan rakyat dan sarjana winasis. Beliau merupakan pewaris Trah Pengging, Demak dan Majapahit. Joko Tingkir atau Mas Karebet adalah raja gung binathara yang sakti mondroguno. 

Kabupaten Banjarnegara berdiri atas dukungan tokoh kenamaan. Perguruan Girilangan didirikan oleh Ki Ageng Giring. Tokoh besar yang pantas dijadikan suri tauladan bagi sekalian penghayat kejawen adalah Ki Ageng Giring. Makam Ki Ageng Giring terdapat di desa Gumelem Wetan, kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. 

Padepokan Girilangan misuwur sekali. Sebelah utara adalah Desa Kedawung, sebelah selatannya yaitu kabupaten Banyumas dan Kebumen. Beliau adalah ulama yang menyebarkan agama Islam. Terdapat Masjid Agung yang dibangun atas restu Sunan Kalijaga pada tahun 1587.

Nama kecil Ki Ageng Giring yaitu Raden Mas Abdul Manan. Dilahirkan di Kabupaten Batang. Ayahnya menjabat sebagai Ketib Anom atau penghulu di Kabupaten Batang. Saat itu masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang. Beliau merupakan abdi kinasih Pangeran Benowo. Dalam bidang keagamaan Ki Ageng Giring pernah berguru kepada Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak Bintara.

Sepanjang hidupnya Ki Ageng Giring pernah mengabdi kepada Sultan Hadiwijaya dari Kraton Pajang. Kemudian ikut Pangeran Benowo untuk mendalami ilmu agama. Lantas berdarma bakti kepada raja Mataram. Terutama pada masa pemerintahan Sinuwun Amangkurat Agung yang memerintah sejak tahun 1645. Amangkurat Agung menikah dengan Kanjeng Ratu Wetan, putri Pangeran Benowo. 

Hampir semua raja dan ulama di tanah Jawa adalah murid Kanjeng Sunan Kalijaga. Beliau juga menjadi guru sekalian para spiritualis kejawen, yang pernah datang di Kademangan Gumelem. Sunan Kalijaga adalah putra Adipati Wilwatikta, Bupati Tuban yang masih keturunan Adipati Ronggolawe. Dalam panggung sejarah nasional, Ronggolawe merupakan orang kepercayaan Raden Wijaya, pendiri dan raja pertama Kraton Majapahit. Dari segi genelaogi, Sunan Kalijaga masih trahing kusuma rembesing madu, darah biru bangsawan besar. 

Pada masa mudanya, ia bernama Joko Sahid. Karena terlibat dalam dunia gelap, Joko Sahid memakai nama samaran Brandal Lokajaya. Sehari- hari dia suka mencuri dan merampok. Pengalaman ini membentuk kepribadian yang tangguh. 

Berkat didikan Kanjeng Sunan Bonang, Brandal Lokajaya bertaubat. Habis gelap terbitlah terang, maka ia menjadi murid yang saleh, zuhud, qana’ah, sabar dan tawakal. Beliau mencapai maqam makrifat tingkat tinggi, sehingga Sunan Bonang memberi gelar Syekh Malaya. 

Kepribadian sang mursyid ini lantas mengantarkannya menjadi orang yang berjiwa agung. Kasultan-an Demak Bintara mengangkatnya sebagai salah satu anggota Dewan Wali Sanga yang amat dihormati. Dengan upacara yang hikmat, Syekh Malaya diwisuda dengan sebutan istimewa, Kanjeng Sunan Kalijaga. Masyarakat dari perkotaan, pedesaan dan pegunungan hingga kini menganggap beliau sebagai Guru Suci ing Tanah Jawi.

Secara historis dan sosiologis, Kanjeng Sunan Kalijaga adalah ulama besar yang aktif melakukan dakwah Islamiyah dengan pendekatan kultural, yaitu memadukan antara nilai keagamaan dengan kearifan kebudayaan. 

B. Pertapan Girilangan Pewaris Peradaban Agung

Pewaris peradaban agung selalu menaburkan kebajikan. Keturunan Ki Ageng Giring menjadi pewaris ajaran luhur yang berada di sekitar kademangan Gumelem Susukan Banjarnegara. Terkait dengan hal tersebut Ki Ageng Giring wasiyat dengan pengageng Martadiwangsa benar -benar telah diikat dengan tali ikatan batin yang kuat. Keduanya merupakan ‘dwi tunggal yang selalu menjadi panutan rakyat Sembada ing karya.

Begitu besar kepercayaan petinggi Martadiwangsa kepada Ki Ageng Giring, akhrinya sang pangeran diberi kehormatan memimpin padepok-an dan mendirikan pondok pesantren. Mereka mengembangkan kawruh sangkan paraning dumadi.

Masyarakat Girilangan melestarikan ajaran luhur itu sampai sekarang. Dikisahkan Nyai Sekati palakrama dengan Kyai Karangkobar yang kemudian menurunkan penduduk Karangkobar. Ki Ageng Giring Wasiyat setelah menjadi pemimpin pondok pesantren dikenal dengan nama Ki Ageng Giring Wasiyat. Beliau berputra 14 orang. Mereka adalah Kyai Jagawedana Wirabangsa, Kyai Jagawedana Pudakwasa, Kyai Jagawedana Salingsingan, Kyai Jagawedana Dampitan, Kyai Jagawedana Pucang, Nyai Wirangin, Nyai Mantri, Nyai Wiragati, Nyai Patragati, Nyai Kalurahan, Nyai Adipati Kumitir, Nyai Andaka, Nyai Arsagati, Nyai Anggakesuma. Mereka selalu melanjutkan cita-cita luhur Ki Ageng Giring.

Generasi muda perlu memperhatikan dan mempelajari silsilah para sesepuh yang sumare di Kademangan Gumelem. Putra kedua, yaitu Kyai Jagawedana Pudakwasa berputra Nyai Sutakerta yang dinikahkan dengan putra Ki Ageng Giring Banjar dari perkawinannya dengan putri Kyai Lindungan Wanasraya. Putra Kyai Sutakerta, Nyai Sutajaya, dinikahkan dengan putra Kyai Pawelutan. Lantas menurunkan Nyai Ageng Putri Mertoyudo Banjarmetakanda.

Keluhuran budi serta kecantikan Nyai Ageng Putri menarik hati priyagung Banyumas sehingga diangkat menjadi garwa padmi Raden Tumenggung Mertoyudo. Kelak menjadi bupati Banyumas kelima bergelar Kyai Raden Adipati Yudonegoro I, dan Raden Ngabei Banyakwide yang kemudian diangkat menjadi pengageng Banyumas, bermukim di Banjar. Para leluhur tersebut suka menjalankan ilmu laku dan jangka jangkah. 

Para sesepuh Girilangan menjadi konsultan spiritual bagi para penguaa Banjarnegara dan Banyumas. Kemampuan mistik mereka memang tinggi. Sampai sekarang para sesepuh Girilangan kerap melakukan tapa brata, mahas ing asepi.

Sinom Ada-ada Pelog Lima

Saben mendra saking wisma, 
Lelana laladan sepi,
Ngingsep sepuhing supana, Mrih pana pranaweng kapti,
Tis tising tyas marsudi, Mardawaning budya tulus, Mesu reh kasudarman,
Neng tepining jala nidhi, Sruning brata kataman wahyu dyatmika.

Tembang sinom Ada- ada Pelog Lima iku uga kapethik saking serat Wedhatama. Tembang iki cocok kanggo ngrenggani kahanan kang nyritakake papan sepi. Priyagung kang nembe nglakoni lara lapa tapa brata perlu nulad Panembahan Senapati kang lagi laku semedi ing samodra kidul. Megeng napas bendung swara jroning nindakake tapa brata temah pikantuk kanugrahan agung, kang sinebut wahyu jatmika. Nyatane tedhak turune Panembahan Senapati kuat drajad mengkoni tanah Jawa.

C. Bupati Banjar Patambakan

1. KRT Wiroyudo (1569-1594)

Sinom Wana Wasa

Anelasak wana wasa. Tumurun ing jurang terbis. Kang ri bandhil bebondhotan. 
Ginubet penjalin cacing. Wau ta sang apekik. Gumregut sangsaya sengkut. Sayekti datan nyipta. 
Pringga bayaning marga. Apan nyata satriya trah witaradya. 

Kabupaten Banjar Patambakan berdiri pada jaman Kra-ton Pajang. Rajanya bernama Joko Tingkir atau Mas Karebet. Nanti bergelar Kanjeng Sultan Hadiwijaya. Perpindahan kekuasaan dari Kraton Demak ke tangan Kraton Pajang disertai dengan pindahnya pusaka penting.

Konsolidasi kekuasaan Pajang didukung oleh Sunan Prawoto, Pangeran Timur dan Ratu Kalinyamat. Mereka adalah putra putri Sultan Trenggana yang terancam oleh pengaruh Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan. Koalisi kekuatan politik ini cukup berhasil.

Kraton Pajang mengirim beberapa pejabat pusat untuk ditempatkan sebagai kepala daerah. Misalnya Ki Gedhe Sebayu ditugaskan untuk memimpin Kabupaten Tegal. Kabupaten Banjarnegara diurusi oleh Joko Kaiman. Beliau adalah pengawal Joko Tingkir saat berperang melawan bajul atau buaya.

Megatruh

Sigra milir sang gethek sinangga bajul. Kawan dasa kang njageni. Ing ngarsa miwah ing pungkur. Tanapi ing kanan kering. Sang gethek lampahnya alon.

Kecakapan dan kesetiaan Joko Kaiman sudah teruji. Ma-ka sudah sepantasnya bila Sultan Hadiwijaya mengangkat Joko Kaiman sebagai Bupati Banjarnegara. Kini bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Wiroyudo. Kabupaten Banjarnegara memiliki sejarah yang beriringan dengan Kraton Pajang, Mataram, Kartasura dan Surakarta. 

Banjar Patambakan- Banjar Watu Lembu- Banjarnegara. Setelah Raden Joko Kaiman mendapat anugerah dari sultan Pajang Hadiwijaya daerah Kadipaten Wirasaba menjadi 4 daerah yaitu: Wirasaba, Merden, Banjar Patambakan dan Banyumas. KRT Wiroyudo telah melakukan babat atau meletakkan dasar- dasar birokrasi dan kepemimpinan di Kabupaten Banjar.

 Berdirinya kabupaten Banjar Petambakan selalu berhubungan dengan sejarah Kademangan Gumelem. 

2. KRT Wargohutomo (1594-1620)
Beliau diangkat menjadi Bupati Banjar Patambakan pada masa pemerintahan Panembahan Senopati dan Sinuwun Hadi Prabu Hanyokrowati.

Kraton Mataram memegang kendali kekuasaan. Pengganti KRT Wiroyudo (1569-1594) adalah KRT Wargohutomo (1594-1620). Kekuasaan Pajang bergeser ke Kra-ton Mataram. KRT Wargohutomo mengabdi pada Panembahan Senopati, Prabu Hanyakrawati dan Sultan Agung. Banjarnegara lantas dipimpin oleh KRT Wirokusumo (1620-1647), KRT Wirowijoyo (1647-1659), KRT Purwonagoro (1659-1680).

Ketiganya sempat membantu Sinuwun Amangkurat Agung yang membangun pelabuhan Tegal.

Panembahan Senopati sebagai atasan Bupati Banjar Petambakan, sering mengajak KRT Wargohutama melakukan meditasi di pantai Parangkusuma. Keduanya bertukar pikiran soal spiritual, terutama tentang hubungan penguasa Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul. Perlu kiranya bicara tentang sejarah penguasa laut selatan. Kanjeng Ratu Kidul sebenarnya adalah Dewi Ratna Suwida, putri Prabu Mundingsari raja Kraton Pajajaran. Ibunya bernama Dewi Suwedi, putri Sang Hyang Suranadi raja Galuh yang menguasai sekalian makhluk halus di Tanah Jawa bagian barat.

Dewi Ratna Suwida bertapa di Gunung Kombang. Berkat kesaktiannya Dewi Ratna Suwida dapat menguasai jagad gumelar (makrokosmos) dan jagad gumulung (mikrokosmos). Setelah menjadi raja di Laut Selatan bergelar Kanjeng Ratu Kidul atau Kanjeng Ratu Kencono Sari. 

Untuk menghormati kekuasaan penguasa laut selatan ini setiap tahun diselenggarakan upacara labuhan di pantai Parangkusumo. Kraton Kanjeng Ratu Kidul disebut Soko Domas Bale Kencono. Istana di dasar samudra yang elok indah permai, karena terbuat dari emas, intan, mutiara, berlian yang berkilauan. 

Semua keturunan Panembahan Senopati yang menjadi raja di kraton Mataram menjalin kasih asmara dengan Kanjeng Ratu Kidul. Perjanjian kultural yang berlaku secara turun temurun.

3. KRT Wirokusumo (1620-1647)
Beliau lama menjadi anak buah Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo. Dilibatkan dalam penyusunan kitab Sastra Gendhing dan penyelarasan kalender Jawa.

Selama masa kepemimpinannya Kabupaten Banjar Petambakan aktif mengadakan kegiatan penghijauan atau reboisasi. KRT Wirokusumo memimpin program reboisasi di bagian selatan Kabupaten Banjar Petambakan yang terdapat pegunungan. Pegunungan Serayu yang membujur dari Kabupaten Banyumas, Kebumen, Wonosobo dan Purworejo.

Wilayah ini memberi suasana sejuk magis. Cocok untuk kon-templasi spiritual.

Dalam sejarah pemerintahan lokal, KRT Wirokusumo adalah pimpinan daerah yang ahli dalam bidang pertanian. Bahkan dari hasil pertanian ini dilanjutkan dengan produk- produk kuliner yang menarik bagi sekalian wisatawan. Aneka makanan dan minuman dihidangkan dengan cara khas. Semua penjual makanan dan minuman dibina agar selalu menjaga kebersihan dan kesehatan.

4. KRT Wirowijoyo (1647-1659)
Beliau adalah tangan kanan Sinuwun Amangkurat Agung dalam menggagas kejayaan maritim di wilayah pesisir. Pernah mengusulkan agar Kraton Mataram memiliki kantor di Banyumas dan Tegal. KRT Wirowijoyo aktif melakukan kegiatan penanaman buah -buahan di wilayah Banjar Petambakan bagian utara. 

Bagian utara Kabupaten Banjarnegara terdapat gunung Prahu, gunung Pagerkandhang, gunung Pangamun-amun, gunung Gajahmungkur, gunung Patarangan, gunung Ratawu, gunung Raga Jembangan, gunung Condhong, gunung Mandala, gunung Pawinihan.

Dalam sejarahnya KRT Wirowijoyo adalah seorang bupati Banjar Petambakan yang amat menggemari bidang olah raga. Setiap hari kamis beliau mengadkan perlombaan renang di kali Serayu. Beliau kerap hadir dengan menaburkan uang recehan ke dalam kali. Kemudian para peserta berebut uang recehan dengan cara menyelam. Sudah barang tentu acara ini selalu megah, mewah dan meriah.

5. KRT Purwonagoro (1659-1671)
Beliau meneruskan gagaan maritim dengan membangun pelabuhan di Tegal, Semarang, Jepara, Rembang, Tuban, Lamong-an. Pantai Utara Jawa ramai dan makmur. Amangkurat Agung tepat mengangkat sebagai bupati Banjar Patambakan. 

Bupati Banjar Patambakan yang bernama KRT Purwo-nagoro pada tahun 1670 diundang oleh Bupati Purwadadi Grobogan. Tujuannya untuk melihat proses pembuatan kecap. Sejak dulu kala Kabupaten Grobogan banyak membuat kecap. Industri kecap bertebaran di mana- mana. Bahan utama pembuatan kecap adalah kedelai. Industri kecap ini berpangkal tolak dari petani kedelai. Petani dan industri bekerja saling menguntungkan.

 Bupati Banjar Petambakan berkepentingan untuk meningkatkan ketrampilan warganya. Dengan memiliki tenaga trampil, warganya akan hidup makmur.

Kegiatan berkesenian amat didukung oleh KRT Purwonegoro. Seni kerawitan, calung, lengger, jaran kepang, topeng ireng, srandil, kethoprak, wayang, berkembang dengan pesat. Setiap tahun bupati Petambakan ini mengirim tim kesenian ke daerah lain sebagai ajang pomosi wisata. Para seniman hidup makmur dan berkecukupan.

6. KRT Wiroprojo (1671-1680)
KRT Wiroprojo diangkat bupati pada masa pemerin-tahan Sri Susuhunan Amangkurat Agung. Beliau merupakan bupati yang mempunyai kedekatan dengan sang raja dan permaisurinya. Bahkan menjadi penasehat utama Kanjeng Ratu Wetan. 

Ketika mengikuti perjalanan dinas Amangkurat Agung dan Ratu Wetan, KRT Wiroprojo rajin melakukan pencatatan. Termasuk menyusun sejarah Amangkurat Agungan. Ingkang Sinuhun Kanjeng Susunan Prabu Mangkurat Agung Senapati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panata Dinan ing Kedhaton Pleret (Mataram) ingkang sumare ing Tegal Arum kala ruwet jumeneng Nata kala ing Taun 1645 dumugi taun 1677, apeputra 22, urut sepuh kados ing ngandhap punika: Raden Mas Rachmat, peparab Raden Mas Kuning, nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Mataram, sareng jumeneng Nata jejuluk Kanjeng Susuhunan Mangkurat Amral, ingkang njumenengaken Inggris Admiral Senapati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panata Dinan ing Kartasura.

Putri dereng nama lajeng seda, ingkang ibu nunten seda. Raden Rachmat wau lajeng kaparingaken dhateng Kanjeng Ratu Wetan, saking Kajoran, inggih ingkang kapendhet anak dening Kyai Saralathi. Raden Mas Derajad, nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Puger, jumeneng nata Mataram jejuluk Kanjeng Susuhunan Prabu Ngalaga ngrabaseng mengsah kentar ing iring redi Ngantang.

Sareng ingkang raka jumeneng Nata, teluk dhateng Kartasura nama Kanjeng Pangeran Adipati Puger malih, jumenengipun nata wonten Semarang ngasta panguwaos Kraton Kar-tasura, nama Kanjeng Susuhunan Paku Buwana sapisan Senapati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama ing Kartasuran, anggentosi ingkang putra.

Raden Ajeng Putih, nama Raden Ayu Pamot. Raden Mas Kabula, nama Pangeran Arya Mertasana. Raden Mas Pandonga, nama Pangeran Arya Singasari. Kakung, dereng nama lajeng seda. Raden Mas Subekti, nama Pangeran Arya Selarung. Kakung, dereng nama lajeng seda. Raden Mas Sasika, nama Pangeran Arya Natabrata. Raden Mas Dadi, nama Pangeran Rangga Satata. Raden Mas Sujanma, jinunjung dening ingkang raka Kanjeng Susuhunan Prabu Ngalaga, nama Pangeran Arya Panular. Raden Ajeng Brungut, Raden Ayu Kaleting Kuning, lajeng nama Raden Ayu Pucang, krama angsal Raden Arya Sindureja, papatih ing Kartasura.

Raden Ayu Kaleting Kuning kaping 2, kaboyong dening Trunajaya, sapejahing Trunajaya katrimakaken dhateng Kyai Tumenggung Martayuda kaping 2, Bupat ing Banyumas, jinunjung nama Tumenggung Yudanagara I, Raden Ayu Kaleting Kuning kaleng jinunjung nama Raden Ayu Bendara. Raden Ayu Kaleting Biru, kakramakaken dening ingkang raka Kanjeng Susuhunan Amangkurat Kartasura angsal Bagus Lembung, nama Tumenggung Mangkuyuda ing Kedhu.

Raden Ayu Kaleting Wungu, nama Raden Ayu Rangga Ka-liwungu, sareng sedaning garwa, katrimakaken dhateng Adipati Mangkupraja pepatih Kartasura. Raden Mas Satapa, jinunjung dening Ingkang raka Kanjeng Susuhunan Amangkurat Kartasura, nama Gusti Pangeran Arya Mantaram. Raden Ajeng Mulat, nama Raden Ayu Kaleting abang, katrimakaken dhateng Ki Ngabehi Kertawangsa Panjer, kaganjar nama Ngabehi Kalapa Aking ing Pananggulan Kebumen.

Raden Ajeng Siram, nama Raden Ayu Kaleting Cemeng, seda. Kakung, dereng nama lajeng seda. Raden Ajeng Tungle, nama Raden Ayu Kaleting Dadu, kakramakaken dening ingkang raka Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I angsal Raden Cakrajaya Bupati Japara. Lajeng dados patih Kartasura, nama Raden Adipati Danurejo, trah Kredhetan. Raden Ajeng Pusuh, nama Raden Ayu Kaleting Ijo, krama angsal Pangeran Adipati Wiramanggala.

7. KRT Tambakyudo (1680-1698)
KRT Tambakyudo ditugaskan Sri Amangkurat Amral untuk  membangun irigasi kali Serayu. Beliau melakukan studi banding saat membangun Kali Larangan. 

Ibukota Mataram pindah ke Kartasura pada tahun 1678. Rajanya Sri Amangkurat Amral. Kabupaten Banjarnegara dipimpin oleh KRT Wiroprojo, KRT Tambakyudo, KRT Reksoyudo, KRT Reksowijoyo, KRT Purwowi-joyo, KRT Wironagoro. Jadi pada masa sesudah Amangkurat Agung, para penggantinya kurang begitu semangat dengan dae-rah Mataram.

8. KRT Reksoyudo (1698-1710). 
KRT Reksoyudo ditetapkan sebagai Bupati oleh Amang-kurat Emas. Beliau mempunyai usaha mebel dan pelayaran di kota Jepara. Kekayaan ini sebagai modal untuk membangun Banjar Patambakan.

Dari asal usulnya KRT Reksoyudo masih kerabat Pangeran Pekik penguasa wilayah Surabaya. Kakek moyangnya keturunan raja Kahuripan Airlangga. 
Kerajaan Kahuripan mengalami masa kejayaan di bawah kepemimpinan raja Airlangga. Dia adalah keturunan raja Bali yang diambil menantu oleh Prabu Darmawangsa Teguh. 

Berkat kecakapan dan kesaktian Airlangga, rakyat di seluruh kerajaan Kahuripan dapat hidup makmur, sejahtera aman dan damai. Pelayaran perdagangan di kawasan Jawa bagian timur berlangsung lancar. Para saudagar dari Asia Selatan, Asia Barat dan Asia Timur ramai berdatangan untuk bisnis. Dalam bidang kebudayaan kraton Kahuripan mempunyai seorang empu yang ampuh tangguh, sepuh dan utuh. Dia bernama Empu Kanwa yang menciptakan kakawin Arjuna Wiwaha. Kitab mahakarya ini mengandung filosfis yang luhur serta nilai estesis yang benar- benar agung. 

Dalam perkembangannya kakawin Arjuna Wiwaha disadur dalam bentuk serat wiwaha jarwa. Cerita pedalangan ini lebih populer menyebut lakon Begawan Mintorogo atau Begawan Ciptaning. Peninggalan kraton Kahuripan yang terpenting saat ini adalah Pelabuhan Tanjung Perak. Kota Surayaba menjadi pusat aktivitas ekonomi dan bisnis di Jawa Timur sesungguhnya berkat jasa kepemimpinan kerajaan Kahuripan. Sebuah prestasi historis yang amat membanggakan.

9. KRT Reksowijoyo (1710-1723)
KRT Reksowijoyo mengabdi kepada Sinuwun Paku Buwono I. Beliau dilibatkan dalam penyusunan Serat Kandha. Industri rumah tangga mendapat perhatian serius dari Bupati Banjar Patambakan yang bernama KRT Reksowijoyo. 

Pada tahun 1714 ibu-ibu yang memiliki usaha kerajinan dikirim untuk belajar tentang cara membuat payung. Ada jenis payung untuk bupati, wedana, mantri, demang dan abdi dalem. 

Masing- masing payung memiliki lambang hirarkis. Tem-pat pelatihan kerajinan ini di desa Tanjung kecamatan Juwiring Klaten. Sampai sekarang wilayah ini tetap melestarikan industri payung. Mereka mempunyai ketrampilan yang diwariskan secara turun temurun. Bupati Banjar Patambakan berkepentingan un-tuk membuat ketrampilan para wanita untuk menambah tingkat kesejahteraan.

10. KRT Purwowijoyo (1723-1730)
KRT Purwowijoyo diangkat sebagai Bupati oleh Sri Amangkurat Jawi. Beliau diajak untuk memajukan pelabuhan di Semarang. KRT Purwowijoyo benar- benar menunjukkan bupati yang cakap, mumpuni dan berwawasan luas.

Segala tugas yang diberikan dapat diselesaikan dengan cemerlang. 

Prestasi gemilang KRT Purwowijoyo sebagai teknokrat dan birokrat membuat beliau diajak untuk ikut serta membangun ibukota kerajaan. Baik Amangkurat Jawi dan Paku Buwono II menggunakan tenaga dan pikirannya. 

Sekedar diketahui bahwa Kartasura dipilih sebagai ibukota Mataram oleh Sri Susuhu-nan Amangkurat II tahun 1677. Letak Kartasura amat strategis. Terhubung langsung dengan jalur penting kota di pesisir dan pedalaman. Umbul Cakra dan Pengging mengalir ke Kartasura dan bertemu di Kali Larangan. Tanah subur di bawah kaki Gunung Merapi Merbabu. Mata air dari Gunung Sewu mengalir sampai selat Madura.

Pada masa kejayaan Kraton Mataram Kartasura, berkembang pesat kesusasteraan, kesenian dan kerajinan. Kitab -kitab Jawa klasik diolah menjadi sastra dengan metrum macapat. Babad Tanah Jawi, Serat Menak, Serat Kandha dan Serat Panji diproduksi besar-besaran. Kurun waktu antara tahun 1677-1745 Kartasura menjadi pusat pembelajaran seni kerawitan, tari dan pedalangan.

 Kerajinan gamelan dan wayang diekspor sampai ke Asia Timur, Selatan, Barat, dan Tengah. Sebagian dipasarkan di negeri Eropa. Puncak- puncak kebudayaan gagrag Kartasura ber-kontribusi besar terhadap peradaban global. Dunia berhutang budi pada produktivitas, kreativitas dan aktivitas kebudayaan Kartasura. Warisan luhur yang mendapat apresiasi.

11. KRT Wironagoro (1730-1738)
KRT Wironagoro diangkat sebagai bupati oleh Sinuwun Paku Buwono II. Pada saat itulah beliau diajak untuk memikir-kan perdamaian di Mataram Kartasura. Beliau berperan dalam pengadilan Syekh Mutamakin. 

Demang Ngurawan sebagai ahli hukum keraton Kartasura bersahabat erat dengan KRT Wironegoro. Ketika ada masalah hukum, maka keduanya mendapatkan tugas tentang pro-blematika yuridis. 

12. KRT Sosroyudo (Banyakwide) (1738-1780) 
KRT Sosroyudo diangkat menjadi bupati oleh Sinuwun Paku Buwono II. Beliau berperan besar dalam pemindahan ibukota dari Kartasura ke Surakarta Hadiningrat. Selanjutnya beliau menjadi penasihat utama Paku Buwono III. Putra Raden Tumenggung Mertoyudo, Bupati Bayumas ke-4 dengan garwa padmi Nyai Embah Mertoyudo dari Banjarmertakanda. Banyak wide menjadi bupati Banjar I sesudah pemerintahan Ngabei Wiroyudo, adik ipar Wargahutama II. 

Kyai Raden Ngabei Banyakwide, adik kandung Raden Ngabei Mertoyudo II, berputra 4 orang yaitu: Kyai Ngabei Mangunyudo (menjadi menantu Kyai Raden Adipati Yudonegoro I). Raden Kentol Kertoyudo. Raden Bagus Brata. Mas Ajeng Basiah. Setelah wafat diganti putranya yang bergelar Raden Ngabei Mangunyudo I yang kemudian dikenal sebagai Adipati Mangunyudo Seda Loji. Dalam melaksanakan pembangunan KRT Sosroyudo selalu berkoordinasi dengan penguasa daerah sebelahnya. Misalnya pada tahun 1763 diadakan kerjasama anta-ra kabupaten Banjar Petambakan dengan kabupaten Purbalingga yang dipimpin oleh KRT Dipoyudo. Bahkan beliau turut serta membantu pemindahan ibukota dari Karanglewas. 

Bupati Banjarmangu yang bernama KRT Sosroyudo memang gemar bermain teater kethoprak atau sandiwara. Pada tahun 1763 rombongan pemain teater Banjarmangu dikirim oleh Bupati untuk mengikuti pelatihan akting. Kebetulan sekali Sinuwun Paku Buwana III adalah seorang seniman panggung. Beliau mengarang Serat Wiwaha Jarwa. Isinya tentang perjuangan Begawan Ciptoning yang bertempur melawan Prabu Niwata Kawaca, raja Negeri Hima Himantaka. Para seniman Banjarmangu merasa beruntung mendapatkan ilmu tata bahasa, tata sastra, tata busana, tata panggung. Mereka menjadi seniman berkualitas. 

D. Perkembangan Kabupaten Banjarmangu. 

Kabupaten Banjar Petambakan berganti nama menjadi kabupaten Banjar Watu Lembu atau banjar Mangu. 

Upacara penggantian nama Kabupaten ini dihadiri pula oleh para tokoh Girilangan. Mereka merupakan undangan kehormatan.

13. KRT Mangunyudo (1780-1812)
KRT Mangunyudo diangkat menjadi bupati oleh Sinuwun Paku Buwono IV. Sejak itu pula Banjar Patambakan diubah men-jadi Kabupaten Banjar Watu Lembu atau Banjarmangu. Riwayat Kanjeng Sunan Giri Wasiyat, Kyai Panembahan Giri Pit, Nyai Ageng Sekati dan sebagainya, menyebutkan bahwa pengganti RNg. Mangunyudo I ialah adik kandungnya, Raden Ngabei Kentol Kertoyudo yang bergelar RNg. Mangunyudo II. 

Masa pemerintahan ini kabupaten dipindahkan ke sebelah barat Kali Merawu dan kemudian dinamakan kabupaten Banjar Watu Lembu. Dalam buku Inti Silsilah dan Sejarah Banyumas yang disusun oleh Raden Mas Brotodirejo dan Raden Ngatidjo Darmosuwondo disebutkan bahwa pengganti Kyai Raden Ngabei Mangunyudo I adalah putranya bergelar Kyai Mangunyudo II atau disebut juga Kyai Raden Ngabei Mangunyudo Mukti. Kabupaten lau berpindah ke sebelah barat Sungai Merawu dan kemudian dinamakan Banjar Watulembu. 

Kerjasama antar bidang dilakukan juga dengan Bupati Purbalingga ke 2 yang bernama KRT Dipokusumo yang meme-rintah antara taun 1787-1811. Kedua penguasa daerah ini beker-jasama dalam bidang perencanaan, perdagangan, pertukangan, perkebunan dan pertanian.

Pada tahun 1784 Bupati Banjarmangu yang bernama KRT Mangunyudo mengikuti pelatihan manajemen pelabuhan di Surabaya. Saat itu penguasa pelabuhan Tanjung Perak adalah Pangeran Pekik. Kegiatan workshop dan training ini diikuti para bupati di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tujuannya agar para kepala daerah memiliki wawasan bisnis dan marketing Bupati Banjar berkepentingan untuk memasarkan produk gula kelapa. 

14. KRT Kertoyudo (1812-1831)
KRT Kertoyudo berturut-turut mengabdi kepada tiga raja, yaitu Sinuwun Paku Buwono IV, V, VI. Beliau merupakan Bupati Banjar Watu Lembu yang dilibatkan dalam penyusunan Serat Wulangreh dan Serat Centhini. Kyai RNg. Mangunyudo II kemudian digantikan oleh putranya dengan gelar Kyai RNg. Mangunyudo III lalu berganti nama menjadi Kyai RNg. Mangunbroto, Bupati Anom Banjar Selolembu. Raden Kenthol Kertoyudo putra ke-2 RNg. Banyakwide (kliwon Banyumas), berputra 4 orang: R. Mangkuprojo, menjadi patih Kartosuro dan setelah wafat dimakamkan di Pasarean Pakuncen. R. Bagus Bengawan. Mas Ajeng Aminah. Mas Ajeng Bariah. Mereka semua adalah trahing kusuma rembesing madu.

Kerjasama dengan kabupaten Banjarnegara dilaksana-kan dengan KRT Brotosudiro. Mereka berdua menjadi contoh kepala daerah yang sukses membangun peradaban. Bupati Brotosudiro ini memerintah dari tahun 1811-1831. Setelah wafat Bupati Brotosudiro dimakamkan di Pekuncen Purbalingga. 

Tenaga pertukangan dari Banjarmangu dikirim oleh Bupati Banjarmangu yang bernama KRT Kertoyudo untuk belajar ukir- ukiran di Jepara pada tahun 1813. Sejak jaman Majapahit Kabupaten Jepara trampil mengukir kayu. Hasil ukir- ukiran Jepara terkenal di seluruh dunia. Semua istana kerajaan dunia mengundang tukang ukir yang mahir. Jepara dijadikan pusat pelatihan para tukang Banjarmangu untuk meningkatkan ketrampilan.

Peningkatan sumber daya manusia yang dilakukan Bupati Banjarmangu patut dijadikan teladan. Tukang-tukang ini pulang dengan rasa bangga. Mereka telah memiliki wawasan, pengalaman, ketrampilan selama ditugaskan belajar. 

Dari nama Banjarmangu kemudian berubah menjadi kabupaten Banjarnegara. Atas saran sesepuh Girilangan nama Banjarmangu atau Banjar Watu Lembu diubah namanya menjadi kabupaten Banjarnegara. Pengubahan ini setelah melalui proses meditasi spiritual. Para leluhur memberi dhawuh demikian.

Kabupaten Banjarnegara letaknya di antara 1¬¬° 31° lintang selatan, 2° 33° bujur barat serta 3° 81° bujur timur. Adapun batas-batasnya adalah sebelah utara Kabupaten Pekalongan, sebelah timur Kabupaten Wonosobo, sebelah barat Kabupaten Purbalingga dan Banyumas, sebelah selatan Kabupaten Kebumen. Kemudian dibagi menjadi 5 kawedanan: Banjarnegara, Purworejo, Wanadadi, Karangkobar, dan Batur. Adapun bupati yang memerintah sebagai berikut:

15. KRT Dipoyudo (1831-1846)
KRT Dipoyudo ditetapkan sebagai Bupati Banjarnegara oleh Sinuwun Paku Buwono VII. Sejak itu nama Banjar Watu Lembu diubah menjadi Kabupaten Banjarnegara. Menurut ‘Babad Banyumas’, Raden Dipoyudo adalah cucu adik RT Yudonegoro III (Patih Danurejo) dan putra RNg. Dipowijoyo, Ngabei Soka.

Beliau masih keturunan Raden Tumenggung Mertoyudo, bupati Banyumas IV (kakek RNg. Mangunyudo) yang kawin dengan Nyai Embah Mertoyudo.

RT Dipoyudo IV adalah putra RNg. Dipowijoyo, cucu Dipoyudo I alias Dipoyudo Seda Jenar atau Seda Ngrana. Ketika kecil beliau bernama Kadirman, yang atas perkenan Kanjeng Susuhunan Paku Buwana IV dijadikan Mantri Anom dan dianugerahi nama R. Atmosukaryo. Kemudian diangkat menjadi ngabei di Purbolinggo, bergelar Dipoyudo IV. Kemudian menjadi bupati Ayah. Berdasarkan dedikasi prestasi gemilang, tgl 22 Agustus 1831  beliau diangkat menjadi Bupati Banjarnegara. Sebagai stafnya ditetapkan pejabat nayaka praja antara lain: Mas Cakrayuda sebagai patih, Mas Mangunyudo sebagai kliwon, Raden Ngabei Mangun Subroto sebagai wadana Banjarnegara, Dipowijoyo, mantri Kabupaten Banjarnegara, Ranadikrama sebagai mantri kabupaten, Mangundimejo sebagai jaksa, Amad Pekih sebagai pengulu.

Di antara keempat daerah tersebut yang terus berkembang adalah Banyumas dan Banjar Petambakan yang kelak menjadi Banjar Watu Lembu dan akhirnya menjadi Banjarnegara Gilar- gilar. Merden dan Wirasaba sekarang hanya sebuah desa masing- masing di kecamatan Purwonegoro (Banjarnegara) dan kecamatan Bukateja. Kabupaten Banjar semakin berkembang. 

KRT Dipoyudo mempunyai adik 5 orang yaitu: 1) MA Kertawijaya, Patih Ngadireja, 2) RM Surawijaya, 3) MA Dipa mohamad, Pengulu Banjarnegara, 4) RM Dipadiwirya Patih Banjarnegara, 5) RM Dipadiwirya II. Sedangkan anaknya berjumlah 8 orang yaitu: 1) R Kertapraja, Kolektur Purbalingga, 2) RA Hudasudira, 3) RA Hudadiwijaya, 4) RT Dipadiningrat, Kanjeng Bupati Banjarnegara, 5) R Ngabei Yudaatmaja, Wedana Batur, 6) R Sumadirja, Kolektur Purbalingga, 7) RA Surawijaya, 8) RA Yudakusuma.

Pembangunan kereta api dari Surakarta ke Betawi pada tahun 1839. Kereta api jurusan Banyumas Banjarnegara dan Wonosobo tahun 1867. Ada perusahaan SDS (Serayudal Stoom-trem). Para Bupati Banjarnegara amat semangat membuat wilayahnya menjadi maju. Kerjasama dengan bupati Purbalingga keempat tetap dilanjutkan, yaitu pada masa pemerintahan KRT Dipokusuma II. Bupati Purbalingga keempat ini memerintah tahun 1831-1846. Gelar KRT Dipokusuma II yaitu KRT Tarunokusumo. Setelah meninggal dimakamkan di Giri Cendana Purbalingga.

16. KRT Dipodiningrat (1846-1878). 
Pelantikan KRT Dipodiningrat dilakukan oleh Sinuwun Paku Buwono VII di Sitihinggil Kraton Surakarta. Beliau akrab dengan pujangga agung Ranggawarsito. Putra Kanjeng Raden Tumenggung Dipoyudo IV wafat tahun 1878, dimakamkan di belakang mesjid besar Banjarnegara.

Daerah Merden diberikan kepada Ngabei Wirakusumo. Ngabei Wargawijaya diberi daerah Wirasaba. Ngabei Wiroyudo, diberi wilayah Banjar Petambakan (Sebelah timur sungai Merawu). Kyai Adipati Wargahutama II menjadi pemukanya (wedana bupati) bertempat di Kejawar, Banyumas).

Wilayah Banyumas (karesidenan Banyumas) terbagi menjadi empat regentschap: regentschap Banyumas; regentschap Cilacap; regentschap Purbalingga; regentschap Banjarne-gara. Regentschap Banjarnegara meliputi 5 distrik dan 18 onder distrik. Kelima distrik tersebut adalah: distrik Banjarnegara, distrik Wonodadi, distrik Karangkobar, distrik Batur, distrik Purworejo Klampok. Distrik Banjarnegara terdiri dari 4 onderdistrik dengan 75 desa. Dengan harapan semua kawula mendapat suasana gemah ripah loh jinawi. 

Sinuhun Paku Buwono IX mengajak KRT Dipodiningrat untuk membahas kunjungan Ferdinand de Lepez ke pulau Tamazex Singapura. Ikut serta KRT Dipoatmojo yang menjadi bupati Purbalingga keenam tahun 1868-1881. Saat itu sedang hangat-hangatnya pembangunan Terusan Suez di negeri Mesir.

17. KRT Joyonegoro (1878-1896). 
Pelantikan KRT Joyonegoro sebagai Bupati Banjarnegara dilakukan oleh Sinuwun Paku Buwono IX. Beliau ahli konstruksi bangunan. Sering diajak ketika membangun pesanggrahan Langenharjo. Putra Raden Tumenggung Kalapaking, Panjer, yang pada waktu muda bernama Raden Atmodipuro. Sebelumnya beliau patih Purworejo. Beliau pernah mendapat ganjaran pangkat ‘adipati’ dan bintang mas. Tahun 1896 beliau wafat dan dimakamkan di Kuwondo Giri.

Masih dalam pemerintahan Sinuhun Paku Buwana IX, KRT Joyonegoro bersama bupati Purbalingga ketujuh yang bernama Kanjeng Candi Wulan mengadakan kunjungan ke daerah pesisir untuk membicarakan penguatan kehidupan maritim. Pelabuhan, pelayaran dan perikanan dibicarakan secara mendalam demi mencapai kesejahteraan umum. 

18. KRT Joyo Amiseno (1896-1927)
Pelantikan KRT Joyo Amiseno sebagai Bupati Banjar dilakukan oleh Sinuwun Paku Buwono X. Disertai oleh kehadiran Patih Sosrodiningrat. Beliau ahli administrasi dan moneter. Putra Raden Tumenggung Joyonegoro I, pada waktu muda bernama Raden Mas Jayamisena. 

Sebelumnya menjadi wedana distrik Singomerto. Istri pertama beliau putra Kanjeng Pangeran Aria Mertodirejo di Banyumas. Beliau mendapat anugerah pangkat ‘Adipati Aria’, payung emas, bintang emas besar Officer Orange. Pembangunan di segala bidang gencar dilakukan oleh KRT Joyo Amiseno. Beliau rajin berkonsultasi dengan bupati Purbalingga yang bernama KRT Dipokusumo VI. Beliau menjadi bupati Purbalingga 1899–1925. Makam bupati Arya Dipokusumo VI di Giripurna Purbalingga. 

19. KRAA Sumitro Kolopaking Purbonegoro (1927-1949)
Pelantikan KRAA Sumitro Kolopaking Purbonegoro dilakukan oleh Sinuwun Paku Buwono X. Dihadiri Patih Joyonagoro dan Wuryaningrat. Beliau wareng Kanjeng Adipati Bratadiningrat di Banyumas dan cicit Kanjeng Raden Adipati Dipodiningrat di Banjarnegara. Maka berarti kabupaten kembali kepada kekuasaan keturunan para penguasa terdahulu. 

KRT Sumitro Kolopaking Purbonegoro adalah seorang aktivis pergerakan nasional yang melibatkan diri dalam pem-bentukan Dewan Rakyat (Volksraad). Lembaga ini menjadi cikal bakal kesadaran hidup berparlemen. Berdiri pada tanggal 18 Mei 1918, sebagai bentuk dari Dewan Rakyat atau Volksraad yang mewakili segala lapisan masyarakat. Tokoh- tokoh pergerakan, pendidikan, budaya, politik, sosial dan keagamaan menjadi wakil. Kesempatan untuk membicarakan soal- soal pemerintahan negeri. Anggota- anggota Volksraad adalah utusan dari Budi Utomo, Sarikat Islam, Sarikat Sumatra, Pasundan, Maluku Politiek Ver-bond, Kaum Betawi, Persatuan Minahasa. 

Dari bangsa Indonesia pernah menjadi ketua Volksraad yaitu RAA Wiranakusuma dan R Sutardjo. 

20. Raden Sumarto (1949-1959) 
Beliau diangkat sebagai bupati di era awal pemerintahan Presiden Soekarno. Lahir di Karangjambu Purwokerto, 25 November 1898. Pangkat dan golongan terakhir sebelumnya: Bupati Pamongpraja Gol. VI/G PGP 1948 Kab. Banjarnegara. SK Menteri Dalam Negeri tgl. 5 Desember 1949 no. Up. 6/5/17/tmt. 1 Januari 1949. Kerjasama dengan Purbalingga dilanjutkan bersama dengan KRT Sugondo yang memerintah tahun 1925-1949. Makam KRT Sugondo di Giripurna Purbalingga.

Kabupaten Purbalingga dan Banjarnegara selalu berjalan harmonis dan manis.

21. Mas Soejirno (1960-1967) 
Beliau mengalami masa peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke tangan Presiden Soeharto. Jabatan sebelumnya sebagai Penata Tatapraja PGPN 1961 (Wedono Kutoarjo). Beliau merupakan yang dilantik pada tanggal 1 Januari 1960 dan berhenti pada 13 September 1967. Lahir di Sokaraja Wetan tanggal 15 Desember 1911.

22. Raden Soedibjo (1967-1973). 
Beliau mengalami masa awal pemerintahan awal orde baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Ia dilantik pada 13 September 1967 dan menjabat sampai dengan 8 Februari 1973.

23. Drs. Soewadji (1973-1980). 
Beliau menjadi Bupati ada saat pemerintahan Orde Baru mulai stabil. Pemerintah Orde Baru sudah melakukan pemilihan umum. Jabatan sebelumnya sebagai sekretaris wilayah daerah Kabupaten Magelang. Diangkat menjadi bupati Banjarnegara pada 8 Februari 1973 dan berhenti pada 26 Februari 1979.

24. Drs. Winarno Surya Adisubrata (1980 –1986). 
Beliau mempunyai riwayat jabatan yang cemerlang. Ketika memimpin Kabupaten Banjarnegara, prestasi gemilang dicapai bersama jajaran. Sebelumnya adalah Bupati KDH Tk. II Demak. Ia dilahirkan di Solo pada 14 Oktober 1936, menempuh pendidikan dasar dan menengah di Solo kemudian melanjutkan ke APDN Malang pada tahun 1959.
 
25. H. Endro Soewarjo (1986-1996). 
Pada masa pemerintahannya stabilitas politik memang tenang dan mantab. Puncak- puncak kejayaan Orde Baru. Dilantik menjadi Bupati Kepala Daerah kabupaten Tk. II Banjarnegara pada tahun 1986 dan berhenti pada tahun 1996.

26. Drs. Nurachmad (1996-2001). 
Beliau mengalami masa peralihan dari pemerintahan Orde Baru ke tangan Orde Reformasi. Beliau mengalami pergan-tian kekuasaan Presiden yang berbeda. Jabatan sebelumnya adalah sebagai Sekwilda Tk. II Kendal. Diangkat menjadi Bupati Kepala Daerah Kabupaten dari Banjarnegara pada 1991.

27. Drs. Ir. Djasri, MM, MT dan Drs. Hadi Supeno, M.Si (2001-2011)
Rakyat memilih pasangan ini untuk memimpin Kabupaten Banjarnegara. Pilkada langsung dilaksanakan secara demokratis, aman dan damai. Kedua pasangan pemimpin ini selalu memperhatikan petilasan di Kademangan Gumelem dan kawasan cagar budaya. 

28. Sutedjo Slamet Utomo dan Drs. Soehardjo, MM (2011-2016) 
Dalam pilkada langsung rakyat Kabupaten Banjarnegara telah memilih pasangan Sutedjo Slamet Utomo dan Drs. Soehardjo, MM. Kademangan Gumelem juga diperhatikan, sehingga ajaran luhur tetap lestari.

29. Prijo Anggoro BR dan Drs. H. Hadi Supeno, M.Si tahun 2016. 

Sejak terpilih menjadi bupati dan wakil bupati pasangan Prijo Anggoro BR dan Drs. H. Hadi Supeno, M.Si memimpin kabupaten Banjarnegara. Kedua pemimpin ini bertekad untuk terus jmengembangkan seni budaya. 

Cancut gumregut tandang karya. Seluruh rakyat mendukung sang pemimpin, agar Kabupaten Banjarnegara berhasil dan sejahtera lahir batin.

SEJARAH KABUPATEN GROBOGAN

SEJARAH KABUPATEN GROBOGAN

Oleh Dr Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, hp. 087864404347. 


A. Asal Usul Nama Purwodadi sebagai Ibukota Kabupaten Grobogan. 

Nama Purwodadi berasal dari bahasa Sansekerta Purwa dan Dadi. Purwa berarti asal usul, sejarah, perkembangan, permulaan, paling dulu, paling tua, sulung, dan lama sekali. Kata Dadi berarti berhasil, sukses, gemilang, cemerlang, suka, gembira, cerah dan terang benderang.

Dengan demikian kata Purwadadi berarti sejarah permulaan yang memberi keberhasilan cemerlang. Pada kenyataannya masyarakat kota Purwadadi kabupaten Grobogan menjadi cikal bakal permulaan sejarah kerajaan di tanah Jawa.

Prabu Ajisaka adalah raja Medang Kamulan yang berasal dari negeri Hindustan. Kedatangannya untuk menyelamatkan tanah Jawa dari gangguan Prabu Dewata Kacengkar, seorang raja raksasa yang gemar makan daging manusia.

Kerajaan Medang Kamulan tersebut tepat berada di kota Purwodadi. Boleh dikatakan kabupaten Grobogan merupakan daerah terjadinya sejarah tua. Sejak itu pula orang Jawa mulai mengenal tahun 1 Saka. Dari kerajaan Medang Kamulan Purwodadi ini kemudian pindah ke wilayah selatan di bawah kaki gunung Merapi. Kerajaan tersebut menjadi negri Pengging pada tahun 423 Saka. Rajanya bernama Kanjeng Sinuwun Prabu Kusumawicitra. 

Selama dipimpin Prabu Ajisaka kerajaan Medang Kamulan tampil sebagai negeri kang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Jasa dan kepahlawanan Prabu Ajisaka dikenang dengan adanya tulisan aksara Jawa. Prabu Ajisaka mengajari orang Jawa agar trampil membaca dan menulis. 

Masyarakat Jawa kini mengenal aksara Jawa yang berbunyi ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga. Aksara Jawa itu memiliki nilai filosofis yang tinggi. Ha na ca ra ka, berarti ada utusan Tuhan yang bernama manusia. Da ta sa wa la berarti manusia harus patuh pada Tuhan. Pa dha ja ya nya berarti manusia diberi hak dan kewajiban. Ma ga ba tha nga berarti manusia harus menuju pada kesempurnaan hidup, yakni emating pati patitis. 

Kabupaten Grobogan selalu berperan dalam perjalanan sejarah. Tersebutlah Bupati Tuban yang bernama Kanjeng Raden Tumenggung Wilwatikta mempunyai dua putra yaitu Raden Mas Sahid dan Dewi Retno Roso Wulan. Kelak Raden Mas Sahid bergelar Kanjeng Sunan Kalijaga, wali terkenal pada jaman kerajaan Demak Bintoro, sedang Dewi Retno Roso Wulan adalah seorang putri pertapa yang sakti mandraguna.

Pada tahun 1300 M ada utusan mubaligh dari Arab yaitu Syekh Jumadil Kubro beliau mempunyai putri bernama Nyai Ageng Thobiroh yang berputra Syekh Maulana Magribi. Beliau suka melakukan tirakat, lara lapa tapa brata. Tanah Jawa sudah akrab dengan Negeri Mesir, Persia, Arab, Turki dan Gujarat. Pelan- pelan agama Islam berkembang dengan pesat dan damai berkat syiar yang dilakukan oleh Wali Sanga. Hubungan diplomasi itu berlangsung terus dari jaman kerajaan Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram.

Syekh Maulana Magribi mulai memasukkan syariat Islam di tengah tengah masyarakat Jawa yaitu dengan cara mendekatkan diri pada Allah secara bertapa. Cara bertapanya Syekh Maulana Magribi dengan cara naik ke atas pohon yaitu bertapa Ngalong dan akibatnya bertemu dengan putri bupati Tuban yang bernama Dewi Retno Roso Wulan. Karena pada waktu itu Dewi Retno Roso Wulan diperintah oleh ingkang rama bertapa ngidang masuk alas wanawasa selama 7 tahun tidak boleh pulang dan makan kecuali daun yang ada di hutan.

Perintah bertapa ini dilakukan oleh Dewi Retno Roso Wulan supaya cita- citanya untuk bertemu dengan ingkang raka Raden Sahid dapat terwujud. Dalam proses pencariannya ia bertemu dengan Syekh Maulana Magribi. 

Pada tahun 1321 bertemulah Syeh Maulana Magribi de-ngan Dewi Roso Wulan. Pertemuan itu terjadi di saat masih bertapa. Ternyata dari pertemuan mereka terjalin rasa saling mencintai, menikah dan akhirnya menjadi suami istri. Rasawulan pulang ke Adipati Tuban untuk menghadap ingkang rama, tetapi pulangnya Dewi Retno Roso Wulan seorang diri. Saat beliau ditanya beliau tidak menjawab, akhrinya beliau kembali ke hutan lagi untuk mencari Syekh Maulana Magribi ayah anak tersebut. Di tengah perjalanan mencari Syekh Maulana Magribi beliau melahirkan bayi, tempat Dewi Retno Roso Wulan melahirkan bayi itu sampai sekarang diberi nama Desa Babar.

Gunung Kendheng Utara Grobogan sejak dulu dipercaya sebagai penangkal tolak balak buat sekalian wabah, pagebluk, hama dan penyakit. Gunung Kendheng inilah yang menjadi saksi atas kelahiran putri linuwih. Setelah ponang jabang bayi lahir, niat untuk mencari ayahnya dilanjutkan. Saat dicari ayah bayi masih dalam keadaan bertapa di atas pohon giyanti. Akhirnya Syekh Maulana Magribi turun dari pertapaannya dan menimang bayi, kemudian bayi itu dibuatkan tempat yang sangat indah, yaitu Bokor Kencono.

Di kala itu Nyi Demang Roro Kasih baru saja kehilangan suami yang bernama Demang Penanggung karena meninggal dunia dan belum dikaruniai anak, karena sayangnya Nyi Demang Roro Kasih terhadap sang suami walau sudah wafat. Setiap malam jumat kliwon ia selalu menengok makamnya. Pada saat itu Syekh Maulana Magribi membawa putranya yang telah dimasukkan Bokor Kencono dan diletakkan di dekat pasareyan Demang Penanggung.

Pada waktu malam itu juga kebetulan Nyi Demang Roro Kasih keluar dari rumah menengok arah pasareyan suaminya, ternyata di dekat pasareyan ada sebuah bokor. Ternyata di dalamnya ada bayi yang sangat mungil dan lucu sekali. Hatinya kepranan. 

Kali Lusi yang mengalir dari daerah Rembang, Blora, dan Grobogan dulu sering digunakan untuk melakukan tapa kungkum. Seorang ayah yang menanti kelahiran putranya biasanya didahului dengan ritual tapa ngeli di kali Lusi. Pada saat itu Nyi Demang Roro Kasih sangat terperanjat melihat si jabang bayi, diambilnya ponang jabang bayi itu lalu dibawa pulang. Kabar mengenai orang yang meninggal bisa memberikan anak kepada istri jandanya telah tersiar sampai ke pelosok negeri. Masyarakat berbondong- bondong ingin melihat kebenaran berita tersebut.

Akhirnya Nyi Demang Roro Kasih yang tidak punya harta benda menjadi kaya raya. Jadi sugih dadakan. Oleh Roro Kasih bayi itu diberi nama Kidang Telangkas Joko Tarub. Nama Joko Tarub diambil dari Taruban yang dibuat di atas pasareyan suaminya, karena di kala bayi itu diambil Roro Kasih dari atas pasareyan Haryo Tanggung, pasareyan dibuat bangunan Taruban. Tempat itu hingga kini tetap arum kuncara.

Joko tarub kerap melakukan tapa ngidang di sepanjang kali Serang. Tahun 1340 Joko Tarub mempunyai kesenangan menangkap kupu- kupu di ladang. Setelah dewasa Joko Tarub mulai berani masuk hutan untuk mencari burung, di hutan beliau bertemu orang tua yang memberikan bimbingan ilmu agama dan diberi aji-aji. Namanya Tulup Tunjung Lanang.

Waktu mendapat tulup beliau langsung pulang menyampaikan berita kepada ibu asuhnya, selain itu juga bercerita bahwa di tengah hutan telah berjumpa dengan orang yang sangat tua, dalam pertemuan itulah beliau diberi aji- aji Tulup Tanjung Lanang.

 Mengingat rasa sayangnya kepada anak satu- satunya, Nyi Demang Roro Kasih tidak memperbolehkan putranya ke hutan lagi, mereka khawatir kalau ingkang putra dimakan hewan buas atau dibunuh orang yang tidak senang kepadanya. Namun demikian Joko Tarub tidak takut, apalagi beliau mempunyai aji-aji Tulup Tunjung Lanang, maka Joko Tarub tetap senang masuk ke hutan berburu. Mbebedhag ing madyaning wana wasa. 

Kebiasaan berburu peksi tetap dilakukan, sehingga pada suatu ketika sampailah di atas gunung. Pada saat di atas gunung, Joko Tarub mendengar suara peksi perkutut, lalu dilepaskannya anak tulup ke arah peksi tersebut, namun usahanya gagal. Kegagalannya itu membuat Joko Tarub berfikir dan beranggapan bahwa peksi perkutut itu bukan peksi biasa. Usaha berburu peksi dilanjutkan hingga terdengar lagi suara peksi dari arah selatan. Didekati dan dilepaskan anak tulup ke arah peksi itu, namun tidak mengenai peksi itu dan ternyata anak tulup mengenai dahan jati. Tempatnya yang ditinggal peksi tadi sekarang diberi nama Karang Getas. Usaha berburu peksi selalu gagal sehingga hatinya terasa sedih, karena sedihnya Joko Tarub, tempat yang ditinggalkan sekarang dinamai Dukuh Sedah.

Manguwuh peksi manyura. Kemudian terdengar lagi suara peksi dari arah selatan. Didekati posisi yang strategis, peksi tersebut dalam keadaan terpojok, maka anak tulup dilepas. Namun tidak kena lagi dan peksi terbang ke selatan, tempat tersebut diberi nama Dukuh Pojok. Joko Tarub terus memburunya, peksi itu terbang ke selatan dan hinggap di atas pohon asam. Oleh Joko Tarub dilepaskan anak tulup ke arah peksi tetapi tidak mengenai peksi dan bahkan peksi itu terbang lagi ke selatan. Tempat yang ditinggalkan sekarang diberi nama Dukuh Karangasem.

Wancine andungkap gagat rahina. Di waktu mengejar peksi ke arah selatan, Joko Tarub merenungi peksi tersebut. Dalam ucapannya mengatakan ini peksi atau godaan tempat merenungnya Joko Tarub diberi nama Dukuh Godan. Joko Tarub mengejar terus ke arah selatan namun peksi tersebut terus terbang ke selatan. Tempat melihatnya Joko Tarub sekarang diberi nama Dukuh Jenthir. 

Njajah desa Milan kori. Joko Tarub terus melacak ke arah selatan sampai ke lokasi Sendang Tlaga. Di tepi sendhang Tlaga Joko Tarub menancapkan tulupnya, karena saat itu telah tiba waktu sholat dhuhur. Beliau langsung menuju sendang mengambil air wudhu. Di saat Joko Tarub sedang wudhu datanglah widodari untuk mandi, saat itu busana widodari yang dilepas diletakkan di atas tulup Joko Tarub yang ditancapkan di tepi sendang. Setelah habis wudhu langsung pulang ke rumah laporan kepada keng ibu. Masyarakat banyak mengunjungi sendang Tlaga Widodari untuk ngalap berkah.

Ama kabur tandur subur loh jinawi. Para petani menghormati kehadiran Dewi Nawang Wulan dengan cara nanggap pertunjukan seni langen beksa tayub. Dewi Nawang Wulan sangat dihormati oleh para petani di pulau Jawa karena melam-bangkan kesuburan. Joko Tarub menikah dengan widodari yang bernama Dewi Nawang Wulan. Adapun sendang yang digunakan untuk mandi widodari diberi nama Sendang Tlaga Widodari Nawang Wulan, yang berada di lokasi Dukuh Sreman Desa Pojok Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Tanah sendang Tlaga Widodari tersebut milik Kraton Surakarta Hadiningrat sebagai tanah perdikan. Sampai sekarang Sendang Tlaga Widodari dikeramatkan setiap malam 10 Muharam.

Joko Tarub menikah dengan Dewi Nawang Wulan tahun 1341. Beliau mendapat gelar Ki Ageng atau Sunan Tarub. Beliau menyebarkan agama Islam untuk meneruskan perjuangan bapaknya, Syekh Magribi. Dalam pernikahannya Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan dikaruniai keturunan putri yang diberi nama Dewi Nawangsih.

B. Ki Ageng Tarub Mantu Menikahkan Dewi Nawangsih dengan Raden Bodan Kejawan Putra Prabu Brawijaya V. 

Kerajaan Majapahit besar dan berwibawa. Pada waktu itu kerajaan Majapahit diperintah oleh Sinuwun Prabu Brawijaya V. Setelah ditinggal istrinya wafat, sang raja sakit dan tidak mau menduduki kursi kerajaan. Suatu malam beliau bermimpi bila ingin sakitnya sembuh, harus mengawini Putri Wiring Kuning, putri Prabu Selasuwela dari negeri Purwacarita. Tidak begitu lama pernikahannya dengan Dewi Wiring Kuning sudah ada tanda- tanda bahwa istrinya telah hamil.

Beberapa waktu kemudian setelah waktunya tiba lahirlah si ponang jabang bayi. Kemudian Sang Prabu memanggil Resi Dana Pratapa untuk memelihara dan mengasuh bayi tersebut. Bayi yang diserahkan Sinuwun Prabu Brawijaya V kepada Resi Dana Pratapa adalah laki -laki diberi nama Bondan Kejawan. Di masa kanak- kanak Bondan Kejawan tahu bahwa ayah asuhnya akan membayar pajak ke kerajaan. 

Tidak begitu lama kejadian itu kemudian datanglah Dana Pratapa dengan membawa padi untuk membayar pajak. Selesai membayar pajak dia menghadap raja dan menanyakan anak kecil yang membunyikan bende kerajaan. Diberitahukan pada sang raja bahwa putra sang raja sendiri. Raja Brawijaya V memanggil anak kecil itu sambil membawa kaca untuk melihat wajahnya sendiri ternyata mirip dengan wajah anak tersebut. Selanjutnya Resi Dana Pratapa disuruh sang raja untuk mengantarkan ingkang putra kepada saudaranya yaitu Ki Ageng Tarub agar ingkang putra diasuh dan dididik agama Islam.

Dengan pendidikan ilmu agama dan budi pekerti dari Ki Ageng Tarub, Bondan Kejawan tumbuh sebagai anak dewasa yang menguasai banyak hal termasuk ajaran agama Islam. Dengan tingkah laku yang baik, pengetahuan yang luas serta kepribadian yang matang, timbullah niat Bondan Kejawan untuk berumah tangga. Kemudian Bondan Kejawan dijodohkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih. Oleh Ki Ageng Tarub, Bondan Kejawan disuruh untuk melanjutkan per-juangannya. Para leluhur Mataram itu sungguh berjasa memba-ngun peradaban agung.

Tata cara adat istiadat pernikahan Jawa sesungguhnya tradisi yang diwariskan oleh Ki Ageng Tarub. Beliau adalah leluhur Kraton Mataram yang meninggalkan wejangan wedharan dan wulangan bagi sekalian masyarakat Jawa. Pernikahan menjadi sarana untuk melestarikan wiji sejati. Konsep bibit bebet bobot terkait dengan asal- usul, prestasi dan kualitas diri. Oleh karena itu pernikahan merupakan peristiwa kultural yang amat sakral. 

Dalam Babab Ila-ila yang disusun oleh Ki Ageng Tarub pada tahun 1521 memberi deskripsi tentang ilmu laku, jangka jangkah, kudrat wiradat yang berhubungan dengan tata bale wisma. Membangun bahtera rumah tangga mesti berlandaskan paugeran turun temurun.

Doa puji pangastuti Ki Ageng Tarub saat menikahkan Dewi Nawangsih dengan Raden Bondhan Kejawan mbabar trah kusuma rembesing madu. Artinya mereka melahirkan generasi unggul, agung, anggun. Dalam sejarah peradaban Jawa mereka mampu tampil sebagai insan ber budi bawa laksana, yang berjiwa besar bijak bestari. Sebagai sarjana martapi, cendekiawan ulung tampillah Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Penjawi, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Peng-ging, Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Banyubiru. 

Pendidikan humaniora yang ditaburkan para murid Ki Ageng Tarub memberi pencerahan buat Panembahan Senopati dan raja- raja Jawa selanjutnya. Kunci sukses mereka dalam menghiasi peradaban Jawa terletak pada perpaduan agama dan budaya. Demikian pula dalam penyelenggaraan pernikahan, pakem kebudayaan selalu dipegang teguh. Eloknya lagi tuntunan budaya itu tetap relevan di era globalisasi. Ilir Ilir tandure wis sumilir. 

C. Ki Ageng Sela Tokoh Sakti Mandraguna yang bisa Menangkap Petir. 

Pernikahan Bondan Kejawan dengan Dewi Nawangsih pada tahun 1360 mempunyai anak Ki Ageng Getas Pendowo. Selanjutnya pada 1380 Ki Ageng Getas Pendowo mempunyai anak Ki Ageng Sela atau Syekh Abdurrohman. Dari beliaulah terlahir raja-raja di Tanah Jawa Mataram Islam sampai menurunkan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

 Makam Ki Ageng Tarub terletak di desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Haul Ki Ageng Tarub setiap tanggal 15 Sapar, istighosah dan solawat nariyah setiap malam 14 purnama. Sampai sekarang makam tersebut banyak dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah. 

Dari segi silsilah, Ki Ageng Sela masih keturunan raja Majapahit, Sinuwun Prabu Brawijaya V. Sinuwun Prabu Brawijaya V menurunkan Raden Bondan Kejawen atau Lembu Peteng. Lembu Peteng menurunkan Ki Getas Pandawa. Ki Getas Pandawa menurunkan Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela menurunkan Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis menurunkan Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan menurunkan Panembahan Senapati. Panembahan Senapati menurunkan para raja Mataram.

Ki Ageng Sela tinggal di Sela, Tawangharjo, Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah. Beliau dikenal sebagai tokoh yang dapat menangkap petir. Nama lain Ki Ageng Sela adalah Bagus Songgom atau Ki Ageng Ngabdurrahman ing Sela. Dinasti Ki Ageng Sela adalah sebagai berikut: 

1. Sinuwun Prabu Brawijaya berputra Raden Bondan Kejawen.

2. Raden Bondan Kejawen berputra Ki Ageng Getas Pandawa.

3. Ki Ageng Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela, Ki Ageng Wonosobo dan Nyi Ageng Ngerang. 

Bagi kalangan bangsawan, Ki Ageng Sela adalah guru Mas Karebet, Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, raja Pajang 1546-1582. Ajarannya yaitu Pepali Ki Ageng Sela atau Serat Pepali yang berisi ajaran budi pekerti luhur. Pusakanya adalah Bendhe Ki Becak. Perkembangan selanjutnya pada tahun 1584 Adipati Sutawijaya menggeser kekuasaan Pajang beralih ke Mataram. Ki Ageng Sela yang dianggap sebagai nenek moyang Dinasti Mataram mengungkapkan prinsip etis filosofis. 

Warisan Ki Ageng Tarub adalah tradisi memasang tarub pada saat perhelatan pernikahan orang Jawa. Tarub dapat berarti atap yang tersusun dari bleketepe. Bleketepe berasal dari kata ketepe yang berarti anyaman daun kelapa satu tangkai. Ketepe ditata mengelilingi rumah secara penuh atau dalam bahasa Jawa di’blek’, kemudian disebut bleketepe. Jadi tarub adalah bleketepe yang ditata dan disusun secara beraturan utamanya dipakai sebagai atap, dan juga dipakai sebagai pagar maupun dinding pembatas.

Di Karaton Surakarta Hadiningrat, tradisi pasang Tarub ini dilakukan untuk menghormati, meneladani, sekaligus melestarikan apa yang pernah dilakukan oleh salah satu leluhur karaton jaman dahulu, yakni Ki Ageng Tarub, ketika ingin menikahkan puterinya. Menyadari rumah beliau yang kecil, maka beliau membuat bleketepe kemudian disusun dan ditata sedemikian rupa dipasang di sekeliling atap rumah dan juga dijadikan pagar.

Rumah Ki Ageng Tarub yang tadinya kecil kemudian kelihatan menjadi lebih luas karena tambahan atapnya, sekalgus kelihatan lebih indah sehingga menjadi wahanan untuk menghormati para tamu. Hal inilah yang secara turun-temurun dilestarikan. Jadi makna dari tradisi pasang tarub ini pertama, tarub yang dipasang sebagai atap atau tambahan atap di depan rumah sebagai tanda penghormatan sekaligus penanda tempat duduknya para tamu. Kedua, tarub yang dipasang di belakang rumah, biasanya untuk perluasan area memasak, merupakan penanda bahwa pemangku hajat secara atika memenuhi kewajiban dalam menjamu tamu.

Tekad suci menjadi modal utama membangun rumah tangga. Orang menikah harus mempelajari seluk beluk kepribadian. Garwa berarti sigaraning nyawa, berarti belahan jiwa yang saling melengkapi. Nilai etis filosofis tata cara pernikahan Jawi baik kiranya sebagai bahan refleksi. Butir- butir kearifan lokal yang tak pernah lekang oleh segala perubahan jaman. Ajaran simbolis dalam Babad Ila-ila dapat digunakan sebagai kaca benggala buat para mempelai yang mengawali hidup baru. 

Dhandhanggula 

Pepaliku ajinen mbrekati, tur Selamet sarta kuwarasan, 
pepali iku mangkene: 
aja agawe angkuh, 
aja ladak lan aja jail, 
aja ati serakah, 
lan aja celimut, 
lan aja mburu aleman, aja lada wong ladak pan gelis mati, lan aja ati ngiwa.

Padha sira titirua kaki, jalma patrap iku kasihana, iku arahen sawabe, ambrekati wong iku, nora kena sira wadani, tiniru iku kena, pambegane alus, yen angucap ngarah- arah, 
yen alungguh nora pegat ngati -ati, 
nora gelem gumampang.

Sapa sapa wong kang gawe becik, 
nora wurung mbenjang manggih arja, tekeng saturun- turune, yen sira dadi agung, amarintah marang wong cilik, 
aja sedaya -daya, 
mundhak ora tulus, 
nggonmu dadi pangauban, 
aja nacah, marentaha kang patitis, nganggoa tepa- tepa.


Terjemahan:

Pepaliku hargailah supaya memberkahi, 
lagi pula selamat, serta sehat, 
pepali itu seperti berikut. 

jangan berbuat angkuh, jangan bengis dan jangan jahil jangan hati serakah, dan jangan panjang tangan, jangan memburu pujian, jangan mangku orang angkuh lekas mati, dan jangan cenderung kekiri.

Hendaklah meniru kaki, janma susila, itu sayangilah, 
caharilah sawabnya ! 
memberi berkah orang itu, 
tidak boleh kau mencelanya, 
lebih baik menirunya, 
pendiriannya halus, 
jika mengucap hati -hati, jika duduk tiada putus -putusnya berhati- hati, 
tidak suka serampangan 

Barang siapa yang berbuat baik, 
tiada urung kelak menemui bahagia, 
sampai kepada keturunannya, 
jika kamu menjadi orang besar, memerintah 
orang kecil, jangan keras-keras, 
nantinya tak akan tetap, kamu menjadi pelindung, jangan sembarangan perintahlah yang tepat, pakailah kira- kira, dengan menggunakan perasaan. 

Ki Ageng Sela dianggap leluhur Kraton Mataram yang sakti mandraguna. Masyarakat Jawa percaya bahwa beliau dapat menangkap petir. Para petani merasa terlindungi dari bahaya petir manakala menyebut nama Ki Ageng Sela. Makamnya di Purwodadi Jawa Tengah. Salah satu warisan Ki Ageng Tarub adalah tradisi memasang tarub pada saat perhelatan pernikahan orang Jawa. Tarub dapat berarti atap yang tersusun dari bleketepe. Bleketepe berasal dari kata ketepe yang berarti anyaman daun kelapa satu tangkai. Ketepe ditata mengelilingi rumah secara penuh atau dalam bahasa Jawa di’blek’, kemudian disebut bleketepe. Jadi tarub adalah bleketepe yang ditata dan disusun secara beraturan utamanya dipakai sebagai atap, dan juga dipakai sebagai pagar maupun dinding pembatas.

Pada tanggal 12 Desember 2015, tepatnya pada hari Sab-tu Kliwon segenap mahasiswa Yogyakarta melakukan kunjungan di makam Ki Ageng Tarub dan Ki Ageng Selo di Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah. Mereka diasuh oleh dosen pembimbing yang diterima langsung oleh juru kunci KRT Hastono Hadipuro, abdi dalem Karaton Surakarta Hadiningrat. Dengan melakukan sarasehan mereka membahas sejarah dan warisan Ki Ageng Tarub dan Ki Ageng Selo. Kegiatan ini sekaligus membuktikan bahwa generasi muda tetap melestarikan sejarah leluhur nya. Eling marang bibit kawite. 

D. Daftar Bupati Grobogan yang Menjaga Peradaban Agung Jawa. 

1. Adipati Martapura 1725–1746. 
Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Amangkurat Jawi, raja Mataram Kartasura.

2. KRT Suryonegoro 1746-1761. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono II, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

3. KRT Kartodirjo 1761-1768. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono III, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

4. KRT Yudonegoro 1768-1775. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono III, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

5. KRT Surokerto 1775-1787. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono III, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

6. KRT Yudokerto 1787-1795. Dilantik pada masa pemerin-tahan Sri Susuhunan Paku Buwono IV, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

7. KRT Sutoyudo 1795-1801. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono IV, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

8. KRT Kartoyudo 1801-1815. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono IV, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

9. KRT Sosronagoro I 1815-1840. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono IV, raja kraton Sura-karta Hadiningrat.

10. KRT Sosronagoro II 1840-1864. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono VII, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

11. KRT Martonagoro 1864-1875. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono IX, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

12. KRT Yudohadinagoro 1875-1902. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono IX, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

13. KRT Haryo Kusumo 1902-1908. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

14. KRT Haryo Sunarto 1908-1933. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

15. KRT Sukarman Martonagoro 1933-1944. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

16. KRT Sugeng Hadinagoro 1944-1946. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono XI, raja kraton Surakarta Hadiningrat.

17. Raden Kaseno 1946-1948. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

18. Raden Prawoto Sudibyo 1948-1949. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

19. R Subroto 1949-1950. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

20. R Sadono 1950-1954. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

21. Haji Andi Patokohi 1954-1957. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

22. H Abdul Hamid 1957-1958. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

23. R Upoyo Prawirodilogo 1958-1964. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

24. Supangat 1964-1967. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

25. R Marjaban 1967-1970. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

26. R Umar Khasan 1970-1974. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

27. Kolonel Soegiri 1974-1986. Dilantik pada masa pemerintah-an Presiden Soeharto.

28. Kolonel Mulyono 1986-1996. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

29. Kolonel Suwito 1996-2001. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

30. Agus Supriyanto, SE 2001-2011. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Megawati.

31. Bambang Pudjiyono, SH 2011-2016. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

32. Sri Sumarni 2016-2021. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Kabupaten Grobogan yang beribukota di Purwodadi sesungguhnya memiliki sejarah yang sangat panjang. Leluhur ma-syarakat Grobogan telah melakukan pembukaan atas peradaban tanah Jawa. Semua leluhur raja Jawa berasal dari kabupaten Grobogan, sebagai wilayah yang mendapat julukan panjang punjung pasir wukir. Panjang dawa pocapane, punjung dhuwur kawibawane, pasir samodra wukir gunung. Pratandha yen negara kang ngungkurake pegunungan, nengenaken pasabinan, ngiringaken benawi, mangku bandaran agung.

SEJARAH KABUPATEN SRAGEN

SEJARAH KABUPATEN SRAGEN

Oleh Dr Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, hp. 087864404347. 

A. Berdirinya Kabupaten Sragen Atas Perjuangan Sultan Pajang. 

Kerajaan Pajang selalu berhubungan dengan kawruh kasampaurnan. Ki Ageng Butuh adalah guru Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya raja Pajang tahun 1546-1582. Beliau terkenal sakti mandraguna. Ilmu iku kelakone kanthi laku. Beliau suka melakukan lara lapa tapa brata. Tiap bulan purnama tapa kungkum di Kali Ketangga.Pada bulan Suro pasti menjalankan semedi di Hargo Dumilah Gunung Lawu.

Miturut satataning panembahan jati. Setahun sekali pada bulan Rajab mahas ing ngasepi di puncak Saptarengga Gunung Muriya. Segala macam lelaku mulai dari tapa ngidang, tapa ngrame, tapa ngalong, pati geni, ngrowot, mutih, nggeniora, mbanyuora. Ki Ageng Butuh menjadi jalma limpat seprapat tamat. Kebak ngelmu sipating kawruh, pangawikan agal alus telah dikuasai. Ki Ageng Butuh benar benar jalma sulaksana, sarjana sujana ing budi. Di kalangan peguron kejawen Ki Ageng Butuh kesuwur sebagai dwija wasis wicaksana waskitha, ngesti sakdurunge winarah.

Konsolidasi Trah Pengging Majapahit. Sepeninggal Kebo Kenanga wafat, maka Ki Ageng Butuh yang mengasuh Mas Karebet atau Joko Tingkir. Kebo Kenanga adalah putra Adipati Handayaningrat, Bupati Pengging. Penguasa kadipaten yang berbudi luhur dan sakti mandraguna. 

Sedangkan ibunya Kebo Kenanga yaitu Kanjeng Ratu Pembayun, putri Prabu Brawijaya V raja Majapahit. Dengan demikian Joko Tingkir masih keturunan raja Majapahit. Trahnya kusuma rembesing madu, wijining atapa, tedhaking andana warih. Sebetulnya Ki Ageng Butuh murid kesayangan Syekh Siti Jenar. Siswa seperguruan yakni Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Pring Apus, Ki Ageng Bringin. Mereka belajar ilmu sangkan paraning dumadi, kawruh kasampurnan, ilmu sejati, kawruh beja dan manunggaling kawula Gusti. Ilmu pengetahuan tingkat tinggi amat tersohor di mata kasepuhan Jawa. Untuk mempelajari makrifat sejati kejawen ini diperlukan sarana dan tata cara khusus. Pengajarannya harus hati -hati.

Tanda- tanda Joko Tingkir akan menjadi raja besar sudah diketahui oleh Ki Ageng Butuh. Saat Joko Tingkir tidur pulas di tengah malam, tiba- tiba ada ndaru cumlorot. Cahaya bersinar kebiru-biruan itu disebut dengan pulung kekuasaan atau wahyu keprabon. Ki Ageng Butuh rembugan dengan Ki Ageng Banyubiru. Joko Tingkir harus dijaga sebaik-baiknya. Dia adalah kader Majapahit yang mumpuni. Semua murid- murid Syekh Siti Jenar bersatu padu, kompak untuk mendidik, merawat, menjaga Joko Tingkir. Atas usul Kanjeng Ratu Kalinyamat yang menjadi Bupati Jepara tahun 1536-1569, Joko Tingkir ditetapkan sebagai raja Pajang tahun 1546. Gelarnya Kanjeng Sultan Hadiwijaya Kamidil Ngalam Panetep Panatagama atau Sultan Hadiwijaya Abdul Hamid Syah Alam Akbar.

Dukungan kepada Joko Tingkir untuk menduduki tahta kerajaan Pajang berasal dari keluarga besar Kasultanan Demak Bintara, Kasultanan Banten dan Kasultanan Cirebon. Tentu saja keluarga besar Kadipaten Pengging menjadi penyokong utama. Dari segi kecakapan, kemampuan, keluhuran, kecerdasan, kebajikan, kelakuan dan ketrampilan, semua lapisan masyarakat pasti mengakui Joko Tingkir memang punjul ing apapak.

 Babad tanah Jawi memberi ulasan dalam tembang mengatruh laras pelog. Sigra milir sang gethek sinangga bajul, kawan dasa kang njageni, ing ngarsa miwah ing pungkur, 
tanapi ing kanan kering, sang gethek lampahnya alon.

Perjuangan Joko Tingkir penuh dengan inspirasi keutamaan. Wasiat Syekh Siti Jenar kepada Ki Ageng Butuh, agar wilayah Saragi yang berada di selatan gunung Kendheng, sepanjang aliran bengawan gedhe diberi nama Sragen. Kawasan ini perlu diatur sebaik- baiknya. Untuk menghormati Guru Suci yang telah pulang ke Rahmatullah, Ki Ageng Butuh memberi nasihat kepada raja Pajang, agar segera dibentuk panitia peme-karan kabupaten Sragen. Sebagai murid yang berbakti kepada orang tua, Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya segera bekerja.

Rapat panitia pembentukan kabupaten Sragen membuat keputusan penting pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1556. Daerah Saragi diubah namanya menjadi Sragen. Saragi artinya satu tempat untuk membuat ragi atau pengubah bentuk menuju kebaikan. Sragen adalah cara, wahana, sarana untuk membuat kebajikan, kebaikan, keutamaan jagad raya. Cita-cita itu selaras dengan ajaran Syekh Siti Jenar yang menghendaki prinsip kesamaan dalam berbuat amal. Mumpung padhang rembulan, mumpung jembar kalangane.

Daerah Sragen ditetapkan oleh panitia menjadi wilayah setingkat kabupaten. Untuk itu kabupaten Sragen perlu dipimpin oleh seorang bupati atau adipati. Dari hasil musyawarah dari perwakilan keluarga, peguron, utusan daerah, utusan golongan maka dipilih Raden Mas Tejowulan sebagai Bupati Sragen. Gelarnya adalah Kanjeng Raden Tumenggung Adipati Tejo-nagoro. Pada tahun 1557 Ki Ageng Butuh surud ing kasidan jati, kondur ing jaman kalanggengan, mapan ing swargaloka. Saat ini beliau satu kompleks makam dengan Kebo Kenongo, Nyi Kebo Kenongo, Pangeran Benowo, Joko Tingkir, Patih Monconagoro, Tumenggung Wilomarto, Tumenggung Wuragil, KP Tejowulan, Pangeran Kadilangu, KPH Sinawang. Makam luhur daerah Pajang itu terletak di desa Butuh Gedongan kecamatan Plupuh Sragen. Berkat kemurahan dan keramahan Sri Susuhunan Paku Buwana X, raja Surakarta Hadiningrat makam leluhur Pajang ini dipugar pada tahun 1930.

Masyarakat Sragen selalu mikul dhuwur mendhem jero. Pimpinan Sragen pasti sowan ke makam Pilang Payung. Di sana sowan kepada Bupati Wiryodiprojo di Prampalan, Krikilan, Masaran. Ada lagi makam Sukowati untuk nyekar Bagus Jambu atau Pangeran Adipati Sukowati di Pengkol Kecik Tanon. Ada juga Tumenggung Alap-alap panglima Sinuwun Amangkurat Amral. Tidak ketinggalan makam Pangeran Samudro di Pendhem Sumberlawang. Sebagian nyekar di makam KRT Haryo Bangsal di Gampingan Sambirejo. Untuk di perkotaan juga nyekar di makam Syekh Zakaria Kauman. Orang Sragen juga menghormati Punden Tingkir Sangiran Krikilan Kalijambe Sragen.

Ajaran Ki Ageng Butuh tetap lestari. Manusia hidup harus selalu eling lan waspada. Oleh karena itu hendaknya tetap melakukan satataning panembah jati.

 Dalam pergaulan masyarakat alangkah baiknya sambang sambung srawung tulung tinulung. Dedalane guna lawan sekti, kudu andhap asor, wani ngalah luhur wekasane. Dalam hidup berbangsa dan bernegara setiap warga hendaknya lila lan legawa kanggo mulyane negara.
 
B. Perkembangan Peradaban Kabupaten Sragen pada Jaman Kerajaan. 

Bupati Sragen, Kanjeng Raden Tumenggung Adipati Tejonagoro adalah putra sulung Pangeran Lembu Amiluhur. Beliau putra Bupati Pengging, Sri Makurung Handayaningrat. Beliau suami Kanjeng Ratu Pembayun. Jadi dengan Joko Tingkir masih saudara sepupu. Sama- sama keturunan Prabu Brawijaya V. Kedua orang bangsawan ini pernah dididik oleh Ki Ageng Butuh. Pada tahun 1560 Kanjeng Ratu Kalinyamat memberi sumbangan berupa gelondongan kayu jati untuk membangun pendopo Kabupaten Sragen. Juru ukir Jepara diperbantukan selama enam bulan.

Pada tahun 1605 raja Mataram, Sinuwun Prabu Hadi Hanyokrowati memberi bantuan berupa lempengan emas kepada warga Sragen. Kemurahan ini atas anjuran ibunda raja, Kanjeng Ratu Waskitha Jawi. Beliau adalah putri Ki Ageng Penjawi, Bupati Pati. Kanjeng Ratu Waskitha Jawi merasa berhutang budi kepada Ki Ageng Butuh dan masyarakat Sragen. Sewaktu beliau menikah dengan Panembahan Senopati tahun 1578, panitia pahargyan dari orang Sragen. Lagi pula Ki Ageng Butuh merupakan guru spiritual Ki Ageng Penjawi.

Hubungan kabupaten Sragen dengan kerajaan Mataram selalu akrab , mesra dan harmonis. Warga Sragen yang bernama Tumenggung Alap-alap dipercaya sebagai panglima militer Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Amangkurat Amral yang memerintah kraton Mataram Kartasura tahun 1677-1703. Tumenggung Alap-alap satria sejati yang selalu rela berkorban untuk bangsa dan negara. Untuk memperoleh ketajaman batin, Tumenggung Alap -alap selalu cegah dhahar lawan guling. 

Tumenggung Alap- alap masih keturunan Raden Ayu Pagedongan yang dimakamkan di Butuh Gedongan Plupuh Sragen. Satu kompleks dengan Raden Ayu Pagedongan yaitu Raden Hadinagoro, Raden Ayu Kodok Ijo, Demang Brang Wetan.

Pada tahun 1731 Demang Ngurawan diangkat menjadi kepala kejaksaan karaton Mataram Kartasura. Sinuwun Paku Buwono II sungguh raja yang pintar, cerdas, bijaksana. Setiap ada perkara selalu diserahkan kepada ahlinya. Demang Ngurawan berasal dari Gemolong yang berpendidikan. Beliau pernah mengabdi kepada KRT Padmonagoro, Bupati Pekalongan tahun 1726-1741. Kelak Demang Ngurawan menjadi pengajar di peguron Pengging. Muridnya yang handal adalah pujangga Yasadipura. Beliau nanti menjadi Pujangga karaton Surakarta Hadiningrat.

Demang Ngurawan yang berasal dari Gemolong ini pada tahun 1732 mendapat tugas untuk mengabdi huru hara akibat silang sengketa yang terjadi pada tokoh agama di Pati, Kudus dan Batang. 

Syekh Mutamakin dituntut oleh Syekh Kamaruddin dan Abdul Kahar. Syekh Komaruddin Ketib Anom Batang dan Abdul Kohar Ketib Anom Kudus. Keduanya menggugat Syekh Mutamakin dari Kajen Pati. Demang Ngurawan harus menjadi hakim yang adil. Persoalan ini tidak gampang. Di luar pengadilan, massa pendukung kedua tokoh ini demonstrasi besar -besaran. Berkat pengalaman, pengetahuan dan kebijaksanaan, Demang Ngurawan dapat memuaskan pihak yang bersengketa. Demang Ngurawan dari Gemolong ini betul-betul amemangun karyenak tyasing sesama.

Perpindahan ibukota Mataram dan karyawan ke Surakarta melibatkan Bagus Jambu atau Pangeran Adipati Sukowati dari Pangkol Kecik Tanon Sragen. Sinuwun Paku Buwono memberi kepercayaan kepada Adipati Sukowati untuk serta mengatur desain istana. Adipati Sukowati diberi tugas untuk membawa tukang ukir dari Jepara. Perpindahan kraton tahun 1745 ini memberi kesempatan warga Sragen untuk berkarir dalam bidang pertukangan dan bisnis mebel. Tak lupa dalam bidang dol tinuku hasil bumi. 

Kanjeng Sinuwun Paku Buwono III memiliki penasihat dan guru spiritual dari Kauman Mataram Sragen. Beliau bernama Syekh Zakaria. Atas petunjuk Syekh Zakaria ini raja Surakarta yang memerintah tahun 1749-1788 ini membuat sejarah penting. Bertempat di daerah Sambung Macan, Sinuwun Paku Buwono mengadakan sarasehan sosial budaya bersama intelektual Sragen, Ngawi, Purwodadi dan Cepu. Beragam topik dibicarakan. Hasil diskusi di Sambung Macan ini bermakna bagi sejarah. Ada dua rekomendasi penting yang ditawarkan, yakni Perjanjian Giyanti dan Perjanjian Salatiga. Rekomendasi ini dibuat pada bulan Desember 1754 di daerah Sambung Macan.

Perjanjian Giyanti resmi ditanda tangani pada tanggal 13 Pebruari 1755. Pangeran Mangkubumi diberi kedudukan sebagai Sultan Yogyakarta. Untuk wilayah Kotagedhe, Imogiri dan Ngawen tetap menjadi binaan karaton Surakarta Hadiningrat. Sedangkan perjanjian Salatiga ditanda tangani pada tanggal 17 Maret 1757. Pangeran Sambernyawa ditetapkan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkunegara I. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas. Rekomendasi dari sarasehan Sambung Macan Sragen menghasilkan mutu peradaban yang agung.

Penyusunan Serat Centhini pada tahun 1810 melibatkan warga Sragen. Kanjeng Sinuwun Paku Buwono V memberi kepercayaan kepada Joko Budug atau KRT Haryo Bangal dari Gampingan Sambirejo Sragen. Dalam penyusunan Serat Centhini beliau diberi tugas untuk menulis tentang keberadaan Bengawan Solo, Gunung Kendheng, Gunung Pandhan, Gunung Sewu, serta lingkungan sekitar. Ada lima yang dibahas yaitu minyak tanah, pari gogo, gamping kapur semen, kayu jati dan burung perkutut. Ini semua ditulis dalam Serat Centhini.

Pada tanggal 12 Oktober 1840 Sinuwun Paku Buwono VII menerbitkan undang-undang. Namanya Serat Angger-angger Gunung. Peraturan ini mengatur hubungan sosial di Sragen agar tetap harmonis, guyub rukun, gotong royong, kerja sama dan saling menghormati. Pada tanggal 5 Juni 1847 Karaton Surakarta menetapkan Sragen sebagai daerah otonom yang mandiri. Hubungan dengan kraton Surakarta semakin istimewa. Pada tahun 1852 Sinuwun Paku Buwono VII memugar Pasarean Luhur Butuh.

Masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX tahun 1861-1893 dibangun stasiun Gemolong. Raja Surakarta Hadi-ningrat ini juga memugar Punden Tingkir di Sangiran Krikilan Kalijambe Sragen. Paku Buwono IX mendapat julukan Sinuwun Bangun Kedaton. Prestasi gemilang warga Sragen dilanjutkan pada masa Sinuwun Paku Buwono X. Rum kuncaraning bangsa dumunung hing luhuring budaya. Warga Sragen diajak bekerja di perkebunan teh Ampel, perkebunan kopi Kembang dan perkebunan tembakau Tegalgondo. Sebagian warga Sragen diajak mengelola pabrik gula Manisharjo.

Kursus sindhenan tayub diselenggarakan oleh Sinuwun Paku Buwono XI pada tahun 1940. Bertempat di daerah Kedung Banteng. Seni tayub dianggap sebagai sarana untuk menyubur-kan sawah. Suara waranggana tayub dapat mengusir hama dan wabah penyakit. Oleh karena itu seni langen tayub harus diuri- uri, supaya tetap rahayu lestari.

Warga Sragen banyak yang mengabdi kepada karaton Surakarta Hadiningrat. Pada masa Sinuwun Paku Buwono XII warga Sragen terhimpun dalam Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat atau PAKASA. Tiap karaton Surakarta menyelenggarakan upacara adat, tentu abdi dalem PAKASA bersedia sowan untuk partisipasi. Upacara Grebeg Syawal, Grebeg Besar dan Grebeg Mulud, malem selikuran, Wilujengan Negari Maesa Lawung dan Labuhan di Parangkusumo.

Begitulah pengabdian warga Sragen yang penuh dengan keteladanan dan keutamaan. Sudah sepatutnya budaya luhur itu dilanjutkan oleh generasi sekarang. Supaya tidak kepaten obor. Peradaban yang agung dan anggun ini merupakan karunia ganjaran dari Tuhan. Tata lahir amakarti, jroning batin angesthi panembah jati.  

C. Para Bupati Sragen yang Memimpin Peradaban Agung

1. Kanjeng Raden Tumenggung Tejonegoro I 1556-1580
Dilantik oleh Kanjeng Sultan Hadiwijaya, raja Pajang.

2. Kanjeng Raden Tumenggung Tejonegoro II 1580-1607
Dilantik oleh Kanjeng Sultan Hadiwijaya, raja Pajang.

3. Kanjeng Raden Tumenggung Tejonegoro III 1607-1634
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Prabu Hadi Hanyakrawati, raja Mataram.

4. Kanjeng Raden Tumenggung Tejonegoro IV 1634-1650
Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Amang-kurat Agung, raja Mataram.

5. Kanjeng Raden Tumenggung Purwo Hadinagoro I 1650-1678. Dilantik pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Amangkurat Agung, raja Mataram.
6. Kanjeng Raden Tumenggung Purwo Hadinagoro II 1678-1710. Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Amang-kurat Amral, raja Mataram.

7. Kanjeng Raden Tumenggung Purwo Hadinagoro III 1710-1734. Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono I, raja Mataram Kartasura.

8. Kanjeng Raden Tumenggung Sukowati I 1734-1753. Dilan-tik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono II, raja Mataram Kartasura.
9. Kanjeng Raden Tumenggung Sukowati II 1753-1789
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono III, raja Surakarta Hadiningrat.

10. Kanjeng Raden Tumenggung Sukowati III 1789-1812. Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IV, raja Surakarta Hadiningrat

11. Kanjeng Raden Tumenggung Sukowati IV 1812-1847
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IV, raja Surakarta Hadiningrat.

12. Kanjeng Raden Tumenggung Sukowati V 1847-1861
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja Surakarta Hadiningrat.

13. Kanjeng Raden Tumenggung Sastropuro 1861-1871
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Surakarta Hadiningrat.

14. Kanjeng Raden Tumenggung Wiryoprojo 1871-1903
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Surakarta Hadiningrat.

15. Kanjeng Raden Tumenggung Panji Sumonagoro 1903-1933
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Surakarta Hadiningrat.

16. KRMAA Yudonagoro 1933-1939. Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Surakarta Hadiningrat.

17. KRMT Mr Wongsonagoro 1939-1944. Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Surakarta Hadiningrat.

18. KRMT Darmonagoro 1944-1946. Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja Surakarta Hadiningrat.

19. KRMT Mangunnagoro 1946-1950. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

20. R Suprapto Wiryosaputro 1950-1959
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

21. M. Mustajab 1959-1967
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

22. Suwarno Djojowardono 1967-1973
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
23. Srinadi 1973-1974
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

24. Sayid Abbas 1974-1980
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

25. Suryanto PA 1980-1990
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

26. HR Bawono 1990-2001
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

27. H Untung Wiyono 2001-2011
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Megawati.

28. Agus Fatchurrahman SH 2011-2016. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

29. Dr Kusnidar Untung Yuni Sukowati 2016-2021
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Semua rakyat Kabupaten Sragen berdarma bakti. 

D. Babad Bumi Butuh

1. Megatruh Sigra Milir

Sigra milir sang gethek sinangga bajul, kawan dasa kang njageni, 
ing ngarsa miwah ing pungkur, tanapi ing kanan kering, 
sang gethek lampahnya alon.

Wus binucal welah lawan satangipun, 
ki Wila lan ki Wuragil, 
eca pra samya pitekur, angadhep gusti sang pekik, 
bakda ngisa prapteng Betog.

Lampahnya lon serep rare prapteng Butuh, Rahaden ika tan pangling, 
lamun laladaning Butuh, arsa kendel raden pekik, 
amangsit bajul kang gendhong.

Ingkang gethek ginetog-getog ping telu, ingkang bajul mirsa wangsit, 
ingkarsane raden bagus, anulya binekta minggir, 
cinacang kang gethek alon.

Mring ki Wila lawan ki Wuragil sampun, 
cinancang witing kuweni, akukuh cinancang eduk, 
karipan samya aguling, sadaya samya kuwahyon.

Joko Tingkir berjalan menuju Demak Bintoro, dengan naik prahu gethek. Sejumlah empat puluh ekor buaya menjaga di sebelah kiri dan kanan. Selama hidup Joko Tingkir berguru kepada Ki Ageng Sela, Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Pringapus, Ki Ageng Pengging dan Ki Ageng Tingkir. Inspirasi bagi pekerja sosial. Mereka adalah guru- guru utama di Tanah Jawa yang terkenal sakti mandraguna.

2. Dhandhanggula Joko Tingkir

Pagagane sawetane kali,Nusul marang rencange wakira,
Kakalih juru gagane,
Sadina datan mantuk, Santri kalih mulih abukti,Mulih sawise ngasar, Nengna kang winuwus, Jeng Sinuwun Kalijaga,
Sangking kidul malampah atekem ecis,Sangking ing pamancingan.

Nguwuh- uwuh sajawining gagi,
Heh ta jebeng denira agaga, Nuli marenana age,
Pan sira bakal ratu,
Ingkang mengku ing tanah Jawi,Angur nuli suwita, Mring Demak ta kulup,
Ing kono dadi jalaran,
Yata lajeng wau jeng Sinuhun Kali, Ngaler leres lampahnya.

3. Dhandhanggula Pepali Ki Ageng Sela

Pepaliku ajinen mbrekati, tur Selamet sarta kuwarasan, 
pepali iku mangkene: 
aja agawe angkuh, 
aja ladak lan aja jail, 
aja ati serakah, lan aja celimut, lan aja mburu aleman, 
aja lada wong ladak pan gelis mati, 
lan aja ati ngiwa.

Padha sira titirua kaki, jalma patrap iku kasihana, iku arahen sawabe, ambrekati wong iku, nora kena sira wadani, tiniru iku kena, pambegane alus, yen angucap ngarah-arah, yen alungguh nora pegat ngati- ati, nora gelem gumampang.

Sapa sapa wong kang gawe becik, 
nora wurung mbenjang manggih arja, tekeng saturun- turune, yen sira dadi agung, amarintah marang wong cilik, 
aja sedaya-daya, 
mundhak ora tulus, 
nggonmu dadi pangauban, aja nacah, marentaha kang patitis, 
nganggoa tepa- tepa.

Padha sira ngestokena kaki, 
tutur ingsun kang nedya utama, 
angarjani sarirane, 
way nganti seling surup yen tumpang suh iku niwasi, 
hanggung atelanjukan, temah sasar susur, 
tengraning jalma utama, bisa nimbang kang ala lawan kang becik, rasa rasaning kembang. 

Kawruhana pambengkasing kardi, pakuning rat lelananging jagad, 
pambengkasing jagad kabeh, amung budi rahayu, setya tuhu marang Hyang Widi, warastra pira pira, kang hanggung ginunggung kasor dening tyas raharja, 
harjaning rat punika pakuning bumi, 
kabeh kapiyarsakna.

Ki Ageng Selo menganjurkan seseorang untuk menjunjung tinggi tradisi leluhur yang telah diwariskan secara turun temurun. Sejarah harus berjalan. Jangan sampai masa silam dilupakan. Nama Ki Ageng Selo sangat populer di kalanan petani Jawa. Ki Ageng Selo dikenal sakti mandraguna. Ki Ageng Selo dapat menangkap petir. Anak cucu Ki Ageng Sela selamat dari bahaya halilintar. 

4. Dhandhanggula Syekh Siti Jenar. 

Sadat salat puwasa kawuri. Apa dene jakat lawan pitrah. 
Ujar piwulang kabeh. 
Yogya kena ginugu. 
Kudu nyingkur durjaning budi. 
Ngapusi kehing titah. 
Sinung swarga besuke. Wong bodo kanut sarjana. 
Tur nyatane pada bae nora uninga. 
Beda Syekh Lemah Abang .

Ki Ageng Butuh lenggah miyarsi.
Syekh Siti Jenar paring wejangan. 
Marang sagung siswa Sragen. 
Yen wus ngapal lakumu. Jatine tanpa pinanggih. Neng dunya bae padha. susah amemikul. Lara sangsaya tan beda. Sinebut manunggaling kawula Gusti. 
Pangeran roning kamal.

Kesadaran untuk bersikap saling menghormati sejak dulu tumbuh dalam diri warga Sragen. Ajaran Syekh Siti Jenar perlu dipahami dengan hati- hati.

Ngelmu kasampurnan perlu renungan. Tidak boleh salah tafsir, agar tidak membuat gaduh. Dipahami dengan hati-hati. Duga duga digawa, ati ati aja nganti keri. Masyarakat Kabupaten Sragen mujudake urip bebrayan kang guyub rukun saiyeg saeka kepti. Sembah kalbu yen lumintu dadi laku. Manggih hayu ayem tentrem kang tinemu.

SEJARAH PRABU SILIWANGI

SEJARAH PRABU SILIWANGI.  Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA Hp: 0878 6440 4347.  A. Berdirinya Istana ...